Dalam pekan ini, Rancangan Undang-Undang Pemilu akan dibawa ke Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Ambang batas parlemen atau parlementary threshold (PT) adalah poin paling krusial dalam RUU tersebut. Partai Golkar tetap memasang angka tinggi untuk PT. Bagi mereka, perampingan partai politik akan membuat proses politik di DPR akan berjalan lebih efektif dan efisien.
Setidaknya, demikian pandangan yang disampaikan Agustina Basik-Basik, anggota DPR dari Fraksi Partai Golkar, menanggapi polemik PT dalam draf RUU Pemilu yang menurut rencana akan di bahas pada sidang paripurna DPR pekan ini. “Kami dari Golkar, akan tetap bertahan pada angka 5%. Soalnya, hanya dengan cara ini kita dapat mengurangi jumlah fraksi partai di DPR yang terlalu banyak.”
Nantinya, ujar anggota Komisi II DPR itu, diharapkan dengan jumlah partai 3 atau 4 saja, proses politik di DPR akan dapat berjalan lebih efektif dan efisien.
Dikatakan Agustina, sejumlah kegaduhan politik yang kerap terjadi di DPR, tak pelak membuat jalannya proses politik banyak tersendat. Bahkan tak sedikit yang terbengkalai. Penyebabnya, begitu banyaknya kepentingan parpol yang bertanding di parlemen, sehingga proses politik berjalan tidak efektif dan tidak efisien.
Perempuan kelahiran Merauke, Papua, 25 Agustus 1950 yang akrab disapa Mama Basik ini, menyatakan seharusnya polemik ini tak perlu terjadi, jika para politisi memiliki visi jauh ke depan, demi kepentingan yang lebih besar dan perbaikan proses politik yang lebih baik bagi anak cucu kita ke depan.
“Lagi pula, saya kira tak perlu semua pihak harus menyuarakan aspirasi politiknya melalui pendirian partai dan masuk ke DPR. Sebetulnya, masih banyak jalur lain yang dapat dilakukan. Misal, melalui Ormas atau LSM,” tambah Mama Basik.
Sebetulnya, apa alasan Partai Golkar bersih kukuh mempertahankan PT di angka 5%? Yakinkah dengan jumlah partai sedikit, proses politik dapat berjalan demokratis, efektif dan efisien? Beragam jawaban pertanyaan di atas dan berbagai pertanyaan lainnya, diuraikannya kepada Mirza Fichri dari politikindonesia.com, di Gedung Parlemen, Senin (18/07). Berikut petikannya.
Penentuan angka ambang batas parlemen dalam RUU Pemilu masih menjadi polemik. Komentar Anda?
Bagi saya, polemik yang terjadi tersebut wajar. Itu gambaran adanya dinamika politik yang sehat di parlemen kita. Polemik tersebut timbul lantaran belum adanya kesamaan pandang dari masing-masing partai di DPR. Satu pihak menganggap PT ini perlu dinaikkan menjadi 4-5%, sedang di lain pihak ada yang merasa terlalu berat jika PT angka tersebut dinaikkan menjadi 100%. Namun begitu, saya yakin pada rapat paripurna pekan ini, persoalan tersebut akan dapat ditemukan jalan keluarnya.
Lalu, bagaimana kira-kira keputusan akhir Partai Golkar?
Setahu saya, sesuai dengan arahan pimpinan Fraksi Partai Golkar maupun pimpinan di DPP, kami tetap konsisten meminta agar ambang batas sebesar 5 persen. Kami tetap diangka itu, Sejauh ini, kami belum lagi mendapat arahan lain tentang PT tersebut.
Kenapa Golkar ngotot 5 persen bukankah itu dapat menyingkirkan partai-partai menengah dan kecil di parlemen?
Seperti yang telah dijelaskan oleh Ketua Umum Partai Golkar, bahwa alasan yang mendasari sikap keras Golkar terhadap penetapan PT sebesar 5 persen ialah, bahwa saat ini negara kita bukan lagi berada pada tahapan transisi, tetapi sudah berada pada tahap bagaimana mempersiapkan masa depan yang panjang.
Nah, untuk mempersiapkan masa depan tersebut, maka dibutuhkan sistem presidensial yang baik, sehingga Presiden dapat menjalankan tugasnya dengan baik. Untuk mencapai situasi yang idealis tersebut, maka perlu pula didukung dengan kondisi politik di parlemen yang efektif dan efisien.
Apa keberadaan 9 partai di parlemen saat ini tidak efektif, sehingga harus dikurangi jumlahnya?
Saya pikir, rakyat pun dapat menilai dan merasakan sendiri tentang seberapa efektif proses politik di DPR selama ini. Bayangkan saja, untuk membahas satu masalah harus dibutuhkan beberapa kali masa sidang, lantaran harus dilakukan lobi-lobi politik selama beberapa kali.
Jadi, secara logika, jika parlemen ini hanya terdiri dari 3 atau paling banyak 4 partai saja, maka dapat dipastikan proses politik yang menyangkut nasib rakyat banyak akan dapat berjalan lebih cepat. Soalnya, lobi-lobi politik akan berjalan jauh lebih efektif dan efisien.
Jadi, betul tudingan penetapan PT 5% hanya bertujuan mendepak partai-partai kecil di DPR?
Logika berpikirnya jangan dangkal seperti itu. Tapi lebih jauh lagi ke depan. Jangan kita berpikir hanya untuk kepentingan politik sesaat. Tapi cobalah berpikir untuk kepentingan anak dan cucu kita ke depan. Artinya, kita berharap ke depan nanti anak-cucu kita tidak lagi dipertontonkan oleh kegaduhan politik yang kerap terjadi seperti sekarang ini, baik di internal DPR, maupun antara DPR dengan eksekutif. Akibatnya, rakyat hanya bisa prihatin melihat pemimpinnya yang saling jotos dan akhirnya tak ada waktu memikirkan dan memperbaiki nasib rakyatnya.
Soal ada yang bakal tersingkirnya atau tidak, saya pikir itu konsekuensi logis yang harus diterima demi perbaikan ke depan. Namun, partai-partai menengah dan kecilpun tak perlu takut kehilangan suara politiknya. Saya kira nanti akan ditemukan mekanisme tertentu yang dapat mengakomodir aspirasi politik mereka. Lagi pula, untuk memperjuangkan kepentingan rakyat kan tak harus melalui DPR.
Jika angka 5 persen diberlakukan, berapa maksimal jumlah Parpol yang bakal lolos ke parlemen?
Kalau melihat kekuatan partai politik yang ada saat ini, saya memperkirakan hanya tiga partai yang bakal dapat melenggang ke Senayan. Dan kalaupun lebih, paling banyak hanya 4 partai saja. Secara pribadi, saya yakin dengan jumlah fraksi yang tidak banyak seperti sekarang, proses politik akan dapat berjalan dengan lebih efektif dan efisien. Sebab, waktu yang dibutuhkan untuk lobi-lobi partai akan jauh lebih pendek.
© Copyright 2024, All Rights Reserved