Mertua Anas Urbaningrum, Attabik Ali mengaku kepemilikan tanah di Yogyakarta atas namanya dan anaknya, bukan dibeli Anas. Attabik mengaku uang yang nilainya lebih dari US$1 juta berasal dari hasil jerih payahnya menjalankan bisnis.
Seperti diketahui, Jaksa mendakwa Anas melakukan pencucian uang, salah satunya terkait kepemilikan 2 bidang tanah di Mantrijeron, Yogyakarta. Uang pembelian tanah itu berasal dari Anas tapi kepemilikannya disembunyikan atas nama orang lain.
Dakwaan itu dibantah Attabik, saat bersaksi di Pengadilan Tipikor, Kamis (28/08) lalu. Attabik mengaku dirinyalah yang membeli tanah itu. Adapun uang untuk membeli tanah itu berasal dari hasil bisnisnya.
Attabik mengaku awalnya mencetak kamus pamannya pada 1989, dan 7 tahun kemudian dia mencetak kamus sendiri. Attabik mengaku pencetakan itu model borongan dan dia bekerja sama dengan penyalur bernama Menara Kudus. Uang hasil usaha itulah yang digunakannya untuk membeli tanah itu. "Dollarnya dari saya, rupiah dari saya tanahnya dari saya," ujar Attabik ketika itu.
Akan tetapi, alibi Attabik Ali itu dipatahkan jaksa penuntut umum. Dalam tuntutan yang dibacakan atas Anas, Jaksa menyatakan telah melacak uang dolar yang digunakan untuk pembelian tanah di Yogyakarta tersebut. Tim KPK mendapatkan nomor serial dari uang tersebut. Nomor tersebut lantas dikonfirmasikan KPK ke Departemen Kehakiman Amerika Serikat, negara penerbit mata uang tersebut
Jaksa menyatakan, Steve Kessler, dari Departemen Kehakiman AS telah menjawab email yang dikirimkan pihak KPK dan memberikan penjelasan bahwa, nomor seri berkepala huruf H dalam uang pecahan US$100 tersebut, dikeluarkan pada tahun 2006. Uang dengan nomor seri awal H tersebut, tidak mungkin dirilis sebelum tahun 2006.
"Atas penjelasan tersebut, jelas kiranya bahwa nomor seri uang 100 US$ yang digunakan untuk transaksi pembayaran aset tanah di Mantrijeron, Yogyakarta adalah dolar baru yang diterbitkan sejak tahun 2006."
Dengan demikian, tidak benar kiranya, keterangan Attabik Ali yang menjelaskan uang tersebut dikumpulkan dengan cara membeli US dollar sejak tahun 1989.
Dalam persidangan, terungkap versi lain mengenai asal-usul uang yang digunakan untuk membeli tanah itu.
Jaksa menyatakan, sumber dana pembelian sejumlah tanah tersebut berasal dari sisa uang untuk pemenangan kongres Partai Demokrat, sebesar US$1 juta dan Rp700 juta yang disimpan di Permai Grup. Hal ini merujuk pula pada keterangan Nazaruddin, mantan kolega Anas di Demokrat, bahwa uang tersebut berasal dari fee proyek Hambalang dan proyek lainnya yang dikumpulkan melalui Permai Grup.
© Copyright 2024, All Rights Reserved