Ancaman virus Zika saat ini sedang menjadi perhatian dunia. Lonjakan kasus microchepaly, dimana bayi dilahirkan dengan otak dan kepala kecil, diduga kuat disebabkan virus Zika yang ditularkan melalui nyamuk Aedes Agepty.
Virus ini menjadi ancaman serius di benua Amerika dan bahkan, kasus ini sudah mulai menyebar keluar benua itu. Badan Kesehatan Dunia (WHO) pun telah menetapkan status darurat kesehatan global terkait terhadap penyebaran virus ini. Para ahli kesehatan WHO khawatir, virus ini akan menyebar secara cepat dan meluas dengan konsekuensi mengerikan.
Meski hingga kini belum ada kasus microchepaly yang disebabkan virus zika muncul di Indonesia, bukan berarti ancaman virus itu bisa dianggap sepele. Anggota Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Amelia Anggraini meminta Kementerian Kesehatan (Kemenkes) untuk melakukan langkah antisipasi agar virus ini tidak sampai masuk ke Indonesia.
"Memang penularan virusnya belum ditemukan secara resmi. Namun, dari beberapa laporan fakta keberadaan virus ini di Indonesia sudah ditemukan. Sehingga Kemenkes tetap harus siap dengan segala kemungkinan yang terjadi," ujar politisi perempuan dari Partai Nasional Demokrat itu kepada politikindonesia.com, di Gedung DPR RI Jakarta, pekan lalu.
Dikatakan lulusan Universitas Kebangsaan Malaysia itu, pada musim penghujan seperti saat ini, ancaman penyakit yang berasal dari nyamuk Aedes Aegypti, seperti demam berdarah dan chikungunya, tengah mewabah di sejumlah daerah. Nyamuk yang sama diketahui bisa menjadi pembawa virus zika. Karena itu, harus diantisipasi jangan sampai virus itu masuk ke Indonesia.
"Jangan sampai sudah berjatuhan korban, baru mulai heboh. Mulai saat ini seharusnya sudah ada penjelasan yang informatif kepada masyarakat apa itu Virus Zika dan apa yang harus betul-betul diperhatikan oleh masyarakat serta bagaimana gejalanya," ujar perempuan yang akrab disapa Amel ini.
Kepada Elva Setyaningrum, perempuan kelahiran Bengkulu, 29 Agustus 1971 meminta Kemenkes untuk mengantisipasi virus ini jangan sampai menyebar di Indonesia. Ia juga mengungkapkan sejumlah persamaan dan perbedaan gejala penyakit yang disebabkan virus zika dengan demam berdarah dangue. Berikut petikan wawancaranya.
Bisa anda jelaskan penyakit yang disebabkan virus Zika itu?
Virus Zika adalah virus menyerang perkembangan otak janin. Virus ini menyerang ibu hamil. Saat seorang ibu hamil terjangkit, virus ini akan mengganggu perkembangan otak bayi yang dikandungnya sehingga volume otaknya menyusut, atau disebut mikrosefali.
Jadi, virus ini bukan saja hanya menyerang sistem syaraf pada orang dewasa, zika juga mampu mengakibatkan bayi mengalami cacat permanen. Bahkan, memungkinkan mengganggu pertahanan kekebalan tubuh.
Zika merupakan sebuah virus dari jenis Flavivirus dan memiliki kesamaan dengan virus penyebab penyakit DBD dan penyakit chikungunya. Kalau tidak salah, virus ini pertama kali diisolasi pada tahun 1948 dari monyet di Hutan Zika, Uganda.
Apa perbedaan penyakit akibat virus Zika dengan DBD?
Virus Zika maupun Virus Dengue keduanya sama-sama ditularkan oleh nyamuk Aedes Aegypti. Gejala infeksi kedua virus ini pun hampir mirip, yaitu demam. Tapi, ada beberapa gejala yang membedakan ketika terinfeksi virus Zika atau terinfeksi virus Dengue yang yang menyebabkan DBD.
Gejala yang menonjol jika terinfeksi virus Zika adalah mata pasien menjadi merah. Selain demam mendadak tinggi dan mata merah, infeksi virus Zika juga bisa menimbulkan gejala nyeri otot dan sendi, sakit kepala, lemas, serta kemerahan di kulit badan, punggung, hingga kaki.
Sedangkan jika terserang penyakit DBD, akan timbul bintik merah dan pada kasus berat sampai pendarahan. Bedanya, pada DBD saat diperiksa trombositnya turun, pada Zika, trombositnya normal.
Terkadang, baik infeksi Zika dan DBD hanya memunculkan gejala ringan sehingga sering kali tidak terdeteksi penyakitnya. Jadi sebaiknya, apabila ada pasien yang demam kemudian matanya merah karena mengalami radang konjungtiva, sebaiknya segera periksa ke dokter.
Seperti apa kesiapan pemerintah , dalam hal ini Kemenkes dalam menghadapi ancaman wabah virus Zika?
Saya rasa Kemenkes sepertinya belum siap dalam menghadapi virus yang saat ini sedang mewabah di Amerika Latin. Padahal, kami di DPR juga sudah mewanti-wanti Kemenkes untuk mengantisipasi bahaya virus tersebut agar tidak sampai masuk ke Indonesia.
Pada tahun 1981, ternyata ada laporan, peneliti dari Australia terjangkit Virus Zika setelah bepergian dari Indonesia. Laporan terbaru 2013, juga ada warga Australia terinfeksi Virus Zika setelah melakukan perjalanan beberapa hari di Jakarta. Data tersebut bisa dijadikan warning buat Kemenkes.
Apa alasan Anda menilai Kemenkes belum siap menghadapi wabah tersebut?
Ketidaksiapan ini terlihat dari lambatnya eksekusi program-program yang sudah tertuang dalam roadmap Kemenkes yang dibahas dengan DP beberapa waktu lalu.
Kemenkes itu punya roadmap bagus, termasuk menangani mewabahnya penyakit akibat nyamuk seperti DBD dan yang terbaru virus Zika. Tapi saya lihat eksekusinya itu buruk. Jangankan menghadapi Virus Zika, DBD saja sampai hari ini masih tidak bisa tertangani.
Saya ambil contoh nyata. Fasilitas penunjang di daerah pemilihan (dapil) saya di Kabupaten Kebumen, misalnya. Dengan 26 kecamatan yang tercakup di dalamnya, Kebumen hanya memiliki 1 alat fogging (pengasapan). Padahal, dalam perhitungannya, alat fogging tersebut setidaknya harus tersedia 1 desa 1 alat.
Selain itu, tingkat kesadaran masyarakat di berbagai wilayah masih rendah. Abainya masyarakat akan kesehatan lingkungandapat menyebabkan mereka dengan mudah terpapar penyakit yang berasal dari nyamuk Aides Ageptie.
Langkah apa yang seharusnya dilakukan masyarakat agar terhindar dari ancaman penyakit ini?
Saya ingin mengajak masyarakat untuk siaga. Seluruh elemen masyarakat bisa bergotong royong membersihkan lingkungan dari segala genangan air, tempat nyamuk berkembang biak.
Langkah ini adalah tindakan antisipatif yang gampang, sederhana dan murah mengantisipasi penyebaran jentik nyamuk.
Apa saran anda untuk Kemenkes?
Saya mengimbau agar program-program andalan, seperti fogging dilakukan bukan hanya di wilayah langganan pandemik tapi juga di seluruh wilayah secara berkala.
Kemenkes saat ini sudah dilengkapi dengan dana pencegahan sebesar Rp25,5 triliun. Jadi anggaran preventif yang ada harus dimaksimalkan penggunaannya.
Sejauh ini, uang sebesar itu, tidak terlihat pada tataran teknis di lapangan guna memenuhi fasilitas penunjang pencegahan berbagai penyakit. Seharusnya Kemenkes melalui dinas-dinas kesehatan di daerah menyalurkan fasilitas penunjang dari uang preventif itu.
Kalau boleh saya ilustrasikan, uang itu bisa membeli ribuan kelambu dan ribuan alat fogging. Sehingga tidak ada alasan tindakan lalai mengantisipasi penyebaran virus Zika.
© Copyright 2024, All Rights Reserved