Kegagalan penyelenggaraan Ujian Nasional (UN) tahun 2013 secara serentak merupakan tragedi bagi dunia pendidikan. Kekacauan penyelenggaraan yang mengakibatkan UN di sejumlah daerah terpaksa diundur, baru pertama kalinya terjadi dalam sejarah penyelenggaraan UN. Ini adalah sebuah tragedi nasional.
Setidaknya, demikian penilaian yang disampaikan anggota Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Itet Tridjajati Sumrijanto kepada politikindonesia.com, di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (23/04). “Kegagalan penyelenggaraan pelaksanaan UN tahun ini merupakan tragedi nasional. Secara profesional, masalah UN ini telah memalukan bangsa," ujar politisi perempuan dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) ini.
Penundaan UN tingkat SMA di 11 provinsi terssebut dinilai banyak kalangan sebagai kegagalan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dalam menata pendidikan Indonesia. Tak sedikit pula yang menyuarakan agar Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) M. Nuh mundur dari jabatannya, karena gagal mengelola bidang pendidikan.
Dalam pandangan legislator dari daerah pemilihan (Dapil) Lampung II ini, sebenarnya UN sudah lama bermasalah. Kritikan dan penolakan terhadap UN juga sudah sering disampaikan. Kasus siswa yang stres menghadapi UN, bunuh diri karena tidak lulus, hingga kepala sekolah yang dipecat karena tidak bisa memenuhi target dalam UN kerap muncul kehadapan publik.
Lulusan Fakultas Sastra Universitas Indonesia ini menganggap, pemerintah sepertinya sudah kebal dengan kritikan dan masalah tersebut. “Sepertinya, kacamata kuda telah menjadi senjata untuk menepis kritik dan masalah tersebut. Melihat kondisi itu, seharusnya Kemendikbud membuat berbagai terobosan yang radikal. Tidak business as usual atau biasa-biasa saja," ujar perempuan kelahiran, Tasikmalaya, Jawa Barat, 22 Oktober 1946 ini.
Kepada Elva Setyaningrum, penyandang gelar Master of Business Administration dari LPPM sejak 1992 ini bercerita panjang lebar tentang pelaksanaan UN 2013 ini. Ia menuntut tanggung jawab Mendikbud atas carut marut tersebut dan menyarankan sebaiknya UN ditiadakan saja. Berikut petikan wawancaranya.
Pelaksanaan UN tahun ini tidak serentak, UN di sejumlah provinsi terpaksa ditunda, bagaimana tanggapan Anda?
Peristiwa ini tidak bisa dianggap sebagai hal yang wajar dan biasa saja. Secara nasional, dampak psikologis dan material akibat keterlambatan ini sangat besar. Bagi saya pribadi, kejadian ini tidak saja tragis, Saya menganggap sebagai sebuah tragedi yang memalukan bangsa secara nasional. Saya merasa, ini menjadi bahan tertawaan di dunia internasional.
Kemendikbud adalah sektor yang seharusnya mampu mencetak anak bangsa yang cerdas, profesional dan berdaya saing. Itu sesuai dengan visi tertulis mereka ketika mengajukan anggaran di DPR, maupun yang digaungkan kepada masyarakat. Tapi kenyataannya, pekerjaan Kemendikbud amburadul hanya dalam mengurus kegiatan yang rutin berlangsung tiap tahun.
Penilaian Anda, apa penyebab kegagalan UN serentak ini?
Mereka bilang ini soal teknis. Distribusi soal UN tertunda karena masalah percetakan. Pengelolahan percetakan dan pembagian soal-soal UN sebenarnya tidak rumit karena itu sudah pekerjaan jasa percetakan sehari-hari. Jadi percetakan seharusnya tahu beberapa hari harus didistrubusikan. Misalnya, Bali yang wilayahnya dekat dengan pulau Jawa saja bisa telat. Untuk itu, biaya untuk program ini sangat tidak murah. Semua kegagalan anggaran seharusnya telah diantisipasi.
Saya curiga, kegagalan UN serentak untuk tingkat SMA dan sederajat kali ini akibat Mendikbud memaksakan penerapan Kurikulum 2013 pada bulan Juli 2013 mendatang. Ini masalah tanggung jawab. Jadwal pelaksanaan UN itu sendiri sudah dijadwalkan jauh-jauh hari sebelumnya.
Siapa yang mesit bertanggungjawab atas kekisruhan UN kali ini?
Saya mengindikasi, Kemendikbud dan percetakan yang seharusnya bertanggungjawab atas kekisruhan UN ini. Tapi mereka seolah lepas tanggungjawab. Kedua pihak itu pun saling lempar tuduhan. Meskipun pihak Kemendikbud berdalih tindakan yang dilakukan sudah profesional. Tetapi tetap saja UN tidak berjalan lancar. Tidak digelarnya UN secara serentak juga menjadi rawan adanya kebocoran soal. Padahal banyak anggapan tidak akan bocor, tapi faktanya terjadi pembocoran.
Mengenai kebocoran ini pun, kami di Komisi X DPR juga meminta pertanggungjawaban menteri. Tapi kalau metodenya dirubah, saya rasa hasilnya akan baik.
Kisruh UN ini, Apa yang anda inginkan dari Kemendikbud?
Saya meminta Mendikbud untuk bertanggungjawab. Mendikbud mesti merealisasikan pernyataannya yang akan bertanggung jawab atas kegagalan UN 2013. Kekacauan UN ini telah membuat jutaan peserta UN mengalami stres berat.
Memang Mendikbud sudah minta maaf. Tapi, saya rasa permintaan maaf dari M. Nuh tidaklah cukup. Karena dampak yang ditanggung siswa maupun pemangku kepentingan yang lain akibat kekacauan UN ini amat mahal.
Pernyataan bertanggung jawab tersebut tentunya harus diikuti konsekuensi atau tindakan sebagai resiko arti bertanggung jawab. Kalau tidak, tidak ada artinya berani mengambil tanggung jawab. Dari pada dipecat. Karena kalau dipecat oleh Presiden tentu akan memalukan.
Kalau mengundurkan diri akan lebih terhormat dan menjadi preseden baik di negeri ini bahwa seorang menteri telah berani mengundurkan diri secara terhormat dan mengakui bahwa telah gagal melaksanakan tugasnya sebagai menteri.
Kabarnya Anda menolak pelaksanaan UN ini, apa alasannya?
Memang sebelumnya kami di Fraksi PDIP sempat menolak pelaksanaan UN ini. Karena UN kali ini jelas tidak memberikan kenyamanan bagi sebagian pelajar di beberapa daerah, apalagi ketika standarnya disamakan. Dengan begitu, pelajar di daerah pelosok pasti mengalami kesulitan. Sehingga imbasnya terjadi pembiaran, di mana guru dan murid menghalalkan segala cara untuk mendapatkan nilai bagus.
Dari berbagai permasalahan dalam pelaksanaan UN tahun ini, apa yang akan pihak Anda lakukan?
Kami di Komisi X DPR akan segera meminta keterangan pada pihak terkait, pada Jumat (26/04) mendatang, dalam forum rapat kerja bersama. Rapat ini digelar Komisi X DPR untuk memperoleh laporan jelas dan mendetail terkait pelaksanaan ujian nasional tingkat SMA.
Rencananya, pertemuan tersebut tidak hanya membahas masalah UN tahun ini, tetapi secara keseluruhan. Dari proses sebelum pelaksaan dan setelah pelaksanaan. Selain itu, nanti juga akan dibahas kemungkinan penggandaan dan distribusi yang tidak hanya ditangani oleh pusat.
Dari pertemuan nanti juga harus dicari solusi terbaik, win-win solution agar tidak saling tuding. Bisa saja komposisi penilaian kelulusan 25 persen dari pusat dan 75 persenya dari lokal. Bahkan, pengawasannya di daerah-daerah ditingkatkan lagi. Serta tata kelolanya juga harus profesional seperti apa. Karena kami menganggap, UN kali ini banyak yang tidak sesuai dengan perencanaan dan itu yang harus disikapi.
© Copyright 2024, All Rights Reserved