Mantan Wakil Kepala Badan Intelijen Negara (BIN), Asad Said Ali, mengaku siap jika Presiden Joko Widodo (Jokowi) memintanya menjabat kepala BIN. Namun Asad menegaskan dirinya tak pernah meminta posisi lembaga telik sandi negara itu.
Asad mengklarifikasi bahwa kedatangannya menemui Presiden di Istana Bogor, Jawa Barat, pada Kamis (26/02), untuk membahas seputar posisi Kepala BIN. "Enggak lah (membahas BIN). Kita urus NU ini," kata Asad yang juga menjabat Wakil Ketua PBNU kepada wartawan sesuai menemui Presiden Jokowi.
Menurut Asad, pertemuan itu membicarakan soal rencana penyelenggaraan Muktamar Nahdlatul Ulama (NU) tahun ini. Kehadirannya pun bukan sebagai mantan Wakil Kepala BIN melainkan sebagai Wakil Ketua Pengurus Besar NU.
Asad mengakui dalam pertemuannya dengan Presiden Jokowi pada kesempatan sebelumnya, Kepala Negara memang sempat membicarakan soal BIN tapi bukan tentang posisi Kepala BIN.
"Saya dipanggil, terus diajak mengobrol. Ya, sudah, begitu saja,” ujar Asad.
Saat ditanya apabila Presiden Jokowi memintanya memimpin BIN, Asad secara tegas mengatakan bersedia. "Orang NU harus siap. Diminta Presiden, wajib hukumnya menjalankan. Kalau minta, ya, enggaklah. Kita enggak mau ganggu-ganggu Presiden."
Kepala BIN saat ini dijabat Letnan Jenderal TNI (Purn) Marciano Norman. Ada tiga nama yang disebut bakal menggantikannya, yaitu Letnan Jenderal (Purn) Sjafrie Sjamsoeddin (mantan Wakil Menteri Pertahanan), Jenderal (Purn) Fachrul Razi (bekas Wakil Panglima TNI), dan Asad Said Ali. Asad adalah satu-satunya kandidat dari kalangan sipil atau bukan militer. Sejauh ini baru Asad yang pernah dipanggil Presiden Jokowi ke Istana Merdeka atau Istana Bogor.
Menurut Undang-Undang Intelijen Negara, posisi Kepala BIN sangat strategis bagi Presiden. Kepala BIN memberikan masukan dan informasi akurat tentang ancaman yang bisa mengganggu pemerintahan. Kepala BIN mesti mahir berdiplomasi, mengelola, serta mengolah data untuk disajikan kepada Presiden sebelum mengambil keputusan.
© Copyright 2024, All Rights Reserved