Mengakhiri beberapa bulan perselisihan yang membawa negara Afghanistan ke dalam krisis politik, akhirnya Komisi Pemilihan Umum Afghanistan, Minggu (21/09), menyatakan Ashraf Ghani sebagai presiden yang memenangkan Pemilu 14 Juni lalu.
"Komisi Independen Pemilihan Umum menyatakan Dr Ashraf Ghani sebagai presiden, dan dengan demikian mengumumkan bahwa proses pemilu telah berakhir," kata Kepala KPU Ahmad Yousaf Nuristani kepada wartawan tanpa memberikan margin kemenangan atau angka partisipasi pemilih.
Dua kandidat presiden Afghanistan yang bersaing, sebelumnya menandatangani satu perjanjian pembagian kekuasaan. Perjanjian itu sebagai tanda berakhirnya konflik berkepanjangan menyangkut hasil pemilu yang disengketakan dalam saat yang sangat penting dalam sejarah negara itu.
Penghitungan hasil akhir akan dikeluarkan setelah tertunda pada perundingan detik-detik akhir. Langkah ini untuk mengatasi kebuntuan yang menyebabkan Afghanistan dilanda krisis saat pasukan pimpinan AS akan mengakhiri perang 13 tahun mereka terhadap Taliban.
Ashraf Ghani yang meraih kemenangan dalam pemilu presiden pada Juni, sesuai dengan hasil sementara akan menjadi presiden, sementara Abdullah Abdullah diangkat mengisi jabatan baru "Pejabat kepala eksekutif" (CEO), yang akan sejajar dengan perdana menteri.
Sebelumnya, baik Ghani maupun Abdullah mengklaim menang dalam pemilu yang dituduh kelompok Abdullah diwarnai kecurangan. PBB mendesak keras adanya pembentukan satu "pemerintah persatuan nasional" untuk menghindari kembalinya perpecahan etnik seperti yang dalam perang saudara tahun 1990-an.
Kedua kandidat menandatangani perjanjian itu dalam satu acara di istana presiden dan setelah itu mereka saling berangkulan dan Presiden Hamid Karzai mulai berpidato.
© Copyright 2024, All Rights Reserved