Sejak dicanangkan oleh Presiden Joko Widodo pada 30 April 2015, pembangunan Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS) ternyata tidak membawa berkah bagi pengusaha konstruksi di Lampung. Para pemilik asphalt mixing plant (AMP), batching plant, dan pemilik batu andesit Lampung cuma jadi penonton berjalannya mega proyek itu.
Kondisi ini mendorong 22 Asosiasi gabungan pengusaha konstruksi dan pemilik asphalt mixing plant (AMP), batching plant, dan pemilik batu andesit di Provinsi Lampung untuk mengajukan petisi kepada Presiden Joko Widodo. Mereka protes tidak diikutsertakan dalam mega proyek JTTS yang menelan dana APBN puluhan triliun rupiah.
Mantan Ketua Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Daerah (LPJKD) Provinsi Lampung H. Faishol Djausal, mengatakan, pengusaha lokal di bawah asosiasi masing-masing merasa terpukul dengan tidak dilibatkan mereka dalam proyek puluhan triliun rupiah di JTTS, Bendungan serta Proyek Double track kereta api yang dicanangkan Presiden untuk provinsi Lampung.
"Sesuai amanah dari Presiden, bahwa semua BUMN yang mengerjakan jalan Tol harus bekerjasama dengan pengusaha lokal, untuk difungsikan, Namun faktanya nihil," ujar Faishol didampingi para pengurus asosiasi pengusaha Lampung, di Hotel Sheraton Bandarlampung, Senin (24/10) kemarin.
Dikatakan Faishol, sampai saat ini diketahui dana yang masuk ke Provinsi Lampung mulai pembangunan jalan tol, pembangunan waduk, double track, pelabuhan, dan perbaikan bandara Raden Inten II Lampung Selatan bernilai puluhan triliun rupiah.
"Pengusaha lokal tidak diikutkan. Mereka, BUMN justru menggandeng anak perusahaan sendiri, dari luar Lampung," kata Faishol.
Padahal, ujar dia, peralatan di Lampung cukup banyak, sumber material yang juga punya pengusaha Lampung dan perusahaan di Lampung yang juga sudah banyak yang bersertifikat nasional.
Sebagai bentuk protes, para pengusaha ini mengajukan petisi untuk disampaikan ke Presiden dan Gubernur serta DPR.
"Kita buat petisi ini, ditujukan kepada Presiden, agar menteri terkait tahu, termasuk kepada DPR dan Gubernur, agar menggandeng pengusaha lokal sebagai mitra. Bukan sub kontrak, tapi bekerjasama. Kita mau kita bermitra. Bagaimana mengembangkan pengusaha lokal di kancah nasional, bahkan Asean," kata Faishol.
Ia menambahkan, pembangunan tol sepertinya tak berdampak pada pembangunan sosial di Lampung. "Mereka awalnya hanya menyewa alat berat, tapi sekarang kenyataannya anak-anak perusahaan mereka sendiri yang dikuasa untuk kerjakan. Atau dari pengusaha luar. Sehingga SDM di Lampung menganggur, pekerja di Lampung menganggur," kata dia.
Faishol menambahkan, secepatnya pihaknya akan menyampaikan petisi tersebut, baik kepada Presiden dan Gubernur. "Belum disampaikan ke Gubernur, nanti bertahap. Mana yang duluan aja, apakah ke Gubernur atau ke Presiden. Dan kepada Gubernur kita minta fasilitasi bertemu dengan BUMN itu. Ini fakta lapangan. Seperti aspal, beton, disini ada asosiasinya, disini harusnya diajak bermitra. Kita ada 12 asosiasi yang hadir saat ini," tegasnya.
Faishol menyebutkan, dalam pelaksanaan proyek Tol Sumatera ini, ada yang tidak memenuhi spek pekerjaan. Contoh sumber materialnya. “Harusnya disitu AMDAL lingkungan sekitar, tapi kenyataannya itu tidak ada Amdal lingkungan. Ada yang tidak memenuhi spek jalan tol, dan tidak sesuai standar. Mereka tidak pernah mengubungi pengusaha lokal. Kami mencoba menghubungi, tapi dianggap hanya pedagang," katanya.
Faishol menambahkan, tujuan dari petisi ini adalah, agar BUMN yang mengerjakan proyek infrastruktur di Lampung menjalankan amanah Presiden, yakni pelaksanaan proyek bermitra dengan pengusaha lokal. "Kita minta amanah presiden itu dilaksanakan artinya bermitra dengan pengusaha lokal," katanya.
Sementara itu, Ketua LPJKD Provinsi Lampung, Tubagus Rifaat menambahkan, pekerjaan kontruksi di Indonesia saat ini 70 persen dikuasai oleh perusahaan BUMN (plat merah) yang jumlahnya hanya sedikit. Sementara pengusaha swasta, jumlahnya ribuan.
"Harusnya seperti pengusaha kita di Lampung ini dimasukkan, agar kita juga dapat bersaing dalam kancah nasional, bahkan internasional. Karena 60 persen jasa penyedia Asean itu adanya di Indonesia,” ujar Rifaat
Jika pengusaha Lampung tidak diikutkan dalam proyek besar pemerintah, kata Tubagus, artinya pengusaha Lampung tidak akan mampu bersaing dengan perusahaan Asean. “Jika tidak dimulai dari sekarang kita akan ketinggalan. Apalagi tahun depan masuk pasar bebas. Artinya Lampung harus siap bertarung," katanya.
Ketua Umum Gabungan Pelaksana kontruksi Nasional Indonesia (Gapensi) Pusat, Iskandar Z.Hartawi, menyatakan pengusaha asal Lampung memiliki kualitas dan mampu bersaing dengan perusahaan kelas Naisonal. "Kita punya uji lab, dan kelasnya pun sama dengan perusahaan BUMN. Artinya, disini Lampung juga harus diikutsertakan dalam mega proyek yang diturunkan untuk Lampung ini," katanya.
© Copyright 2024, All Rights Reserved