Pemerintah berencana memperluas cakupan program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) pada tahun depan. Perluasan secara bertahap tersebut dilakukan melalui e-voucer.
Keluarga Penerima Manfaat (KPM) akan memperoleh Rp110.000 per bulan yang dapat ditukarkan dengan produk pangan di rumah pangan kita atau elektronik warung gotong royong (e-warong).
Sesditjen Penanganan Fakir Miskin Kementerian Sosial (Kemensos) Mokhamad O Royani mengatakan skenario penerapan BPNT yang diperluas secara bertahap pada tahun 2018 akan menyasar 15,4 juta KPM. Jumlah ini meningkat dibanding tahun 2017 ini sebesar 12,86 juta KPM.
Dalam desain BPNT diperluas, Bulog diberikan kesempatan memasok bantuan sosial beras sejahtera (bansos rasta) kepada 15,4 juta KPM terhitung dari Januari sampai Agustus 2018.
“Skenarionya, jumlah KPM BPNT diperluas dari 1,28 juta menjadi 10,08 juta KPM. Sebagai kompensasinya, jumlah KPM bansos rasta secara bertahap diturunkan dari 14,2 juta KPM menjadi tinggal 5,4 juta KPM di Agustus 2018," katanya kepada politikindonesia.com disela-sela Lokakarya Evaluasi Kebijakan Pangan (Beras) 2017 di Jakarta, Rabu (13/12).
Menurutnya, program BPNT yang diluncurkan sejak Februari 2017 ini sudah menyalurkan bantuan secara serentak 44 kabupaten/kota. Ditargetkan akan meningkat menjadi 217 pada Agustus 2018. Rencana untuk penyaluran tambahan tersebut, pemerintah perlu mempersiapkan ketersediaan pasokan bantuan pangan dan memperbaiki hal yang kurang, sepeti data perbankan. Karena nantinya akan dibutuhkan e-warong sebanyak 75.529 unit, sedangkan saatini baru tersedia 7.540 unit.
“Skema perubahan BNTP menjadi e-voucer sebenarnya mengalihkan anggaran yang selama ini dikelola Perum Bulog berpindah ke Kemensos. Budget tersebut disediakan Kementerian Keuangan. Sebetulnya hanya berubahnya dari kantong kiri ke kantong kanan saja. Karena masyarakat penerima manfaat diberikan pilihan bukan hanya beras, namun juga produk pangan lainnya seperti telur dan gula. Untuk beras, diberikan sebesar 10 kilogram(kg), gula dua kg seharga Rp12.500 kg atau minyak goreng,” ungkapnya.
Sementara itu, Direktur Operasi dan Pelayan Publik Bulog, Karyawan Gunarso menambahkan, adanya perubahan rasta menjadi BPNT menuntut pihaknya melakukan transformasi bisnis yakni memperkuat divisi komersial. Perubahan skema bantuan pangan ini juga merubah porsi pihaknya melakukan pembelian beras oleh pemerintah sesuai Inpres Nomor 5 Tahun 2015 tentang Kebijakan Pengadaan Gabah/Beras dan Penyaluran Beras oleh Pemerintah. Dengan Inpres itu, pihaknya berperan menyerap beras dan memberikan akses serta harga beras yang terjangkau oleh masyarakat.
“Pengadaan beras tahun 2018 hanya 960.000 ton yang disesuaikan kebutuhan program BPNT dan bansos rasta. Angka tersebut menurun drastis dibandingkan target tahun 2017 sebesar 3,7 juta ton. Sebagai operator, kami harus siap menerima penugasan dari pemerintah. Apalagi, jumlah penyaluran 232.000 ton per bulan. Jadi ketika sebagian rasta ditranformasi menjadi BNTP, maka kami akan kehilangan sebagian outlet untuk stabilisasi pangan sehingga membuat mekanisme pasar mendapat porsi lebih besar,” paparnya.
Dijelaskan, sistem dari pemerintah ini sering membuka celah bagi spekulan. Jika outlet penyalur BNTP dibuka, maka ada kemungkinan segelintir kelompok yang bisa menguasai pasar pangan ini. Oleh sebab itu, pembentukan badan pangan nasional menjadi agenda penting yang harus segera diwujudkan. Apalagi selama ini banyak amanat dalam undang-undang (UU) yang tak direalisasikan dalam waktu panjang. Salah satunya, perintah dari UU Nomor 18 Tahun 2012 tentang pembentukan badan pangan.
“Padahal, fungsi dan perannya sangat strategis, mengingat komoditas pangan harus dijaga, baik ketersediaan maupun pendistribusiannya. Sehingga masyarakat bisa mudah untuk mendapatkannya. Nantinya Badan Pangan Nasional akan mengkoordinasikan semua tujuan kementerian terkait dan menaungi fungsi tugas kami,” tandasnya.
Diungkapkan, nantinya pelaksanaan program BNTP berbasis mekanisme pasar. Dimana, semua itu tergantung kekuatan penjual dan pembeli untuk menentukan harga. Hal ini mengakibatkan pihak manapun bisa berperan sebagai penyedia besar. Dengan denikian pengadaan beras yang selama ini dilakukan pihaknya tidak ada lagi jaminan outlet penyalurannya. Sehingga fungsi stabilisasi harga beras sepenuhnya tergantung pada kekuatan cadangan beras pemerintah.
“Padahal cadangan beras pemerintah saat ini hanya 250.000 hingga 300.000 ton dalam satu priode anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN). Makanya, ketika rasta diubah menjadi BNTP, secara teori tidak ada lagi kejelasan serapan beras domestik tersebut. Sedangkan, ketika rasta tidak ada lagi, tidak ada upaya untuk mengendalikan harga gabah dan beras. Sehingga harga gabah jatuh saat panen raya, karena kami tidak lagi menyerap gabah petani. Dan, terjadilah penguasaan gabah yang dilakukan oleh tengkulak dan pedagang,” tutupnya.
© Copyright 2024, All Rights Reserved