Di era pemerintahan Jokowi-JK, beberapa Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menerima komisaris baru yang berlatar belakang politik. Salah satunya adalah PT Timah Tbk. Dalalm Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) yang digelar Kamis 26 Maret 2015 lalu, Timah mengangkat 2 komisaris baru yaitu, Fachry Ali dan Emron Pangkapi.
Fachry yang diangkat sebagai komisaris utama/independen ini adalah pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Sementara Emron yang diangkat menjadi komisaris adalah mantan Wakil Ketua Umum DPP Partai Persatuan Pembangunan (PPP) kubu Romahurmuziy.
“Sebenarnya bukan politisi. Komisaris ini adalah pengawas. Total dewan komisaris biasanya ada 7, 9, 11, dan mereka mempunyai fungsi mengawasi sesuai dengan latar belakang mereka," ujar Menteri BUMN Rini Soemarno, kepada pers di Gedung DPR, Jakarta, Senin (06/04).
Rini mengatakan, pemilihan komisaris perusahaan BUMN tidak perlu memakai uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test), tidak seperti pemilihan direksi. "Komisaris tidak di-fit and proper test. Direksi yang dilakukan fit and proper. Mereka cuma dilihat dari CV (curriculum vitae)-nya, orang ini baik atau tidak," ujar dia.
Ketika ditanyakan wartawan tentang Ermon Pangkapi yang pernah terjerat kasus korupsi, Rini tampak kaget. “Terus terang waktu itu saya tidak tahu kalau yang di Timah itu ada koruptor. Jadi tidak ada laporan dulu dia koruptor. Kalau iya dia koruptor kan tidak mungkin dipilih, begitu saja simple," ujarnya.
Seperti diketahui, Emron pernah ditangkap terkait kasus korupsi penyalahgunaan Kredit Usaha Tani Jangka Permai pada Tahun 1999 bernilai Rp714,12 juta. Kasus tersebut membuat dirinya dipenjara dan bebas pada 24 Oktober 2009.
© Copyright 2024, All Rights Reserved