Akan seperti K.H Abdurrahman Wahid kah nasib Megawati Soekarnoputri, yang lengser dari kursi kepresidenan sebelum habis masa jabatannya? Momentum politik untuk mengulang sejarah, kini memang ada dihadapan sang presiden.
Gossip politik terakhir yang berhasil disimak, adalah Hamzah Haz berniat melakukan langkah politik dengan mundur dari kursi Wakil Presiden --- perlu diingat, ini dunia politik versi Indonesia dan bisa jadi kabar sengaja dihembuskan kubu yang ingin mengempiskan Hamzah --- bila Megawati tidak mundur dari kursi Presiden.
Kenapa? Ada tiga modal politik yang dimiliki boss Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ini untuk memainkan langkah tersebut. Pertama, Hamzah kini sudah mengendalikan sektor perekonomian Indonesia. Kedua, Hamzah merasa PPP sengaja dipecah oleh kelompok kepentingan. Ketiga, Hamzah ingin menggalang kembali kekuatan Poros Tengah guna menghadapi Pemilu 2004. Keempat, Hamzah melihat hampir seluruh partai terpecah belah. Kecuali PDIP. Kelima, pemerintahan saat ini sulit untuk melakukan recovery terhadap krisis ekonomi, sosial, keamanan. Sehingga, kegagalan pemerintahan akan mempersulit Hamzah untuk menjual partainya di Pemilu 2004.
Nah, bila langkah ini benar dilakukan oleh Hamzah, maka rantai pendulum politik nasional akan cepat berubah. Koalisi Poros Tengah yang dimotori Amien Rais akan bermain dengan sangat cantik memanfaatkan momentum yang ada. Tentu, partai Golkar akan turut serta karena bos-nya (Akbar Tanjung) sedang dinistakan melalui skandal Bulog di Kejaksaan Agung.
Bila situasi dan kondisi politik sudah demikian, maka akan segera klop bila dirangkaikan dengan tema soal niat PDIP yang akan mempertahankan Megawati agar tetap duduk di kursi kepresidenan di 2004. Pada konteks 2004 inilah tema politik itu segera diluncurkan.
Bisa jadi, perpecahan partai-partai yang terjadi saat ini, akan dijadikan isu sentral dan ditudingkan kepada PDIP sebagai biang keladinya. Sehingga terjadi pembenaran politik atas langkah mundurnya Hamzah dari kursi Wakil Presiden. Dan kemudian, secara berurutan, kongsi-kongsi politik yang menyokong Megawati untuk duduk di kursi kepresidenan mulai meninggalkannya.
Akhirnya, benih permusuhan akan beranak pinak. Rasa jengkel PDIP tentu akan dilampiaskan. Buntutnya, koalisi taktis partai yang mulai mempercantik diri guna menghadapi Pemilu 2004, akan menimpali secara matang out-put yang dilampiaskan oleh PDIP. Tetapi tidak untuk menurunkan Megawati dari kursi ke presidenan. Koalisi ini hanya akan “memandulkan” dan “mempermalukan” kepemimpinan Megawati dimata rakyat dan dunia internasional.
Mengapa semua ini terjadi? Pertama, terjadi perseteruan internal di Partai Golkar. Kedua, terjadi perpecahan di tubuh PPP. Ketiga, terjadi perpecahan di PKB. Ke-empat, terjadi perpecahan di PBB. Dan kelima, rakyat mengalami tekanan berat terhadap beban hidupnya.
Pada perspektif konflik di empat partai, sebenarnya tokoh-tokoh partai menyadari bahwa seorang Megawati Soekarnoputri bisa menyelesaikannya. Kenapa? Sebagai presiden yang sekaligus juga menyandang predikat ketua partai, tentu saja Megawati dapat melakukan sesuatu secara maksimal untuk mengamankan kursi politik Hamzah Haz, Akbar Tanjung, Matori Abdul Djalil, dan Yusril Ihza Mahendra yang digoyang lawan politiknya di partai. Apalagi Hamzah Haz juga duduk sebagai Wakil Presiden, Akbar Tanjung menjadi Ketua DPR RI, Matori dan Yusril ada dalam barisan kabinetnya Megawati. Mengapa Mega membiarkannya?
Maka dari itu, kalkulasi politik, baik saat ini ataupun menjelang Pemilu 2004, memang mengatakan, Megawati sangat berkepentingan terhadap ketiga partai ini---baik untuk menjadi kuat ataupun menjadi lemah. Jika partai-partai ini menjadi kuat, maka pada Pemilu 2004, PDIP akan mendapat saingan kuat dan akan menyulitkan PDIP serta Megawati.
Bagaimana Megawati menyikapi konflik ini? Banyak pilihan strategis yang bisa dilakukan. Namun, apapun langkah politik yang akan dimainkan oleh Ketua Umum PDIP ini, maka yang paling penting diingat adalah membuka buku sejarah tentang tumbangnya Presiden Gus Dur.
Disamping partai-partai, satu hal yang tidak bisa dilupakan oleh PDIP dan Megawati, yakni TNI dan Polri. Megawati harus menghitung apakah langkahnya mengganti Kapolri Bimantoro dengan Da’i Bachtiar tidak meninggalkan luka? Tentu juga langkah mendatang untuk mengganti tiga Kepala Staf Angkatan plus Panglima TNI. Dari kesemua moment politik diatas, bila Megawati tak pandai memainkan tongkat orkestranya, maka daftar orang yang kecewa akan kian bertambah.
Disisi lain, grand strategy politik partai-partai sejak kini sudah disiapkan. Tentu dengan target untuk meraih suara sebanyak-banyaknya dalam pesta demokrasi 2004. Kenapa? Inilah pintu masuk untuk merengkuh kekuasaan. Artinya, pada konteks konflik yang terjadi di partai-partai saat ini, Megawati Soekarnoputri dan PDIPnya harus bermain secara cantik dan elegan. Sebab, bermain atau tidak, tetap saja para politisi akan mengatakan bahwa PDIP turut bermain dalam konflik di dalam tubuh partai mereka. Setidaknya, naluri politik akan tetap mengatakannya demikian. Indahkah irama gendang yang akan terdengar?
© Copyright 2024, All Rights Reserved