Kebijakan Arab Saudi yang melarang tenaga kerja sektor domestik dari Indonesia justru mendapatkan apresiasi positif dari Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI). Kebijakan itu justru sejalan dengan moratorium yang dilakukan pemerintah Indonesia.
"Saya rasa bukan aksi balas dendam tetapi mendukung karena ini yang kami harapkan. Kebijakan Arab itu justru akan mengurangi TKI ilegal," kata Kepala BNP2TKI Mohammad Jumhur Hidayat usai menandatangani kerjasama dengan Asosiasi Advokat Indonesia, di Jakarta, Kamis (30/06).
Menurut Jumhur, justru bila tidak ada kebijakan larangan dari Arab Saudi itu, maka moratorium atau penghentian sementara TKI ke Arab Saudi bisa 'bocor'. Artinya, meski moratorium diberlakukan dikhawatirkan tetap ada tenaga kerja yang terbang ke Arab dari lokasi manapun karena memiliki visa.
Jumhur mengakui, kebijakan yang keluarkan Arab Saudi itu merupakan respons balik dari moratorium yang dilayangkan Indonesia. Namun Jumhur meyakini larangan dari Arab Saudi itu bisa mencegah adanya TKI ilegal atau yang tidak berdokumen.
“Pencegahan TKI ilegal itu hanya mungkin dilakukan bila pemerintah Arab Saudi tidak memberikan visa kerja. Langkah Arab Saudi itu justru dinilai sebagai penghargaan kepada Indonesia yang sudah mengeluarkan moratorium,” kata Jumhur.
Jumhur menjelaskan, jika Arab Saudi tetap memberikan visa maka TKI ilegal dengan berbagai cara akan pergi ke Arab dan bekerja dengan tidak memiliki dokumen. Bila ini terjadi maka berbahaya sekali.
Hingga kini Jumhur mengaku belum mendapat kabar resmi larangan dari Arab Saudi itu. Namun Jumhur menegaskan bahwa larangan ini tidak berpengaruh terhadap TKI yang sedang bekerja di Arab saat ini. "Kalau mereka yang baik-baik dan senang, maka akan tetap diperpanjang dan kenapa harus pulang."
Seperti diketahui, Rabu (28/06), pemerintah Arab Saudi mengumumkan, menghentikan pemberian izin kerja untuk tenaga kerja sektor domestik dari Indonesia dan Filipina. Kementerian Tenaga Kerja Arab mengatakan, penghentian pemberian visa kerja akan berlaku efektif mulai Sabtu, 2 Juli 2011. Alasannya, ini terkait tuntutan yang diajukan RI dan Filipina.
© Copyright 2024, All Rights Reserved