Indonesia masih tertinggal dalam pengelolaan dana politik. Anggaran yang diterima Parpol sangat kecil. Sedangkan biaya yang dikeluarkan besar, baik oleh partai sendiri maupun anggota-anggotanya yang dicalonkan sebagai anggota legislatif atau kepala dan wakil kepala daerah.
Demikain disampaikan Anggota IV Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Rizal Djalil di Jakarta, Senin (25/07). “Tadi saya sampaikan data yang terkait kontribusi negara terhadap partai Rp108 per suara. Kemudian kita lihat juga berapa porsi dana bansos (bantuan sosial) yang diselewengkan oleh petahana. Apakah kita mau berpura-pura seperti itu terus? Negara sudah membiayai beberapa kegiatan politik tapi tidak secara akuntabel dan hanya digunakan oleh pihak-pihak tertentu?," ujar Rizal.
Jumlah bantuan APBN untuk partai politik berdasarkan PP No.5/2009 jo PP No.83/2012 tentang Bantuan Kepada Partai Politik sebesar Rp108 per suara. Adapun total bantuan keuangan kepada parpol pada 2014 mencapai sekitar Rp13,17 miliar atau kurang dari 0,001 persen dari APBN-P 2014.
Dari sisi tersebut, Rizal menilai kurang tepat kalau parpol menjadi pihak yang disudutkan sebagai penyebab kekurang-berhasilan mencapai tujuan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
“Negara perlu mengambil peran dalam mendanai kegiatan partai-partai politik, bukan hanya terbatas kepada keseharian partai-partai politik, melainkan juga dalam proses kampanye yang dilakukan oleh masing-masing parpol," ujar dia.
Berdasarkan audit BPK terkait penyimpangan dana hibah dan bansos tahun 2014, jumlah penyimpangannya mencapai Rp1,05 triliun. Dana hibah dan bansos lebih mudah digunakan oleh pejabat daerah, mengingat sistem pertanggungjawabannya sangat tergantung kepada pihak yang membutuhkan berdasarkan usulan pejabat di bawah kepala daerah atas pengajuan publik.
Penggunaan kedua jenis anggaran tersebut meningkat menjelang dan pada saat pelaksaan pemilihan langsung kepala daerah (pilkada) dan berkurang penggunaannya setelah pilkada.
BPK sendiri mendorong dibentuknya panitia nasional perumusan pembiayaan parpol dengan melibatkan pihak pemerintah, pihak lembaga swadaya masyarakat, parpol, dan akademisi. Rizal menyebut BPK siap menjadi fasilitator.
“BPK ini kan tugasnya memeriksa. Kita punya data, supaya data itu tidak tidur, itu kita angkat. Tentulah pemerintah dan DPR yang harus ambil inisiatif, kalau ia ingin amandemen UU Partai Politik bisa. Kalau kita diminta datanya kita siap, kita fasilitator saja," tandas dia.
© Copyright 2024, All Rights Reserved