Kembali Malaysia berulah dengan terang-terangan melanggar kedaulatan Republik Indonesia. Insiden tersebut terjadi di sekitar perairan Pulau Jemur, Sumatera Utara pada Minggu lalu oleh Kapal Diraja Malaysia Knembela-14. Bahkan KDM Knembela-14 memaksa Polisi Air (Polair) Polda Sumut melepas tiga kapal pencuri ikan berbendera Malaysia.
Karena peristiwa tersebut, Pemerintah Indonesia telah melayangkan protes keras terhadap insiden pelanggaran wilayah kedaulatan RI tersebut dengan memanggil duta besar Malaysia untuk Indonesia. Jakarta juga akan meminta Kuala Lumpur mengekstradisi sejumlah nelayan Malaysia yang sempat ditangkap oleh Kepolisian Indonesia di perairan Sumatera Utara namun dilepaskan di tengah tekanan keberadaan Angkatan Laut Malaysia.
Juru Bicara Deplu-RI, Yuri Oktavian Thamrin, di Jakarta, Jumat, mengungkapkan "Hari ini Deplu memanggil Dubes Malaysia di Jakarta untuk menyampaikan protes kita," jelas Yuri.
Mengenai ulah personil KDM Knembela-14, pemerintah minta agar pemerintah Malaysia menindak oknum tersebut. "Jika benar terjadi pelanggaran wilayah laut kita, tentu kita akan minta ada tindakan disiplin yang dilakukan terhadap para prajurit Malaysia yang terlibat dalam insiden itu," lanjut Yuri.
Kronologis peristiwanya terjadi ketika Polair Polda Sumut memergoki kapal nelayan Malaysia sedang menangkap ikan di Perairan Pulau Jemur, Sumut. Setelah diperiksa, mereka ternyata tidak mempunyai izin.
Kapal pertama ditangkap pukul 06.30 WIB. Kapal yang dilengkapi pukat harimau itu dinakhodai Ooi Gaek Chuan, warga Malaysia. Mereka ditangkap kira-kira 11 mil dari Pulau Jemur. "Tak jauh dari lokasi kapal pertama, kami kembali menangkap kapal kedua," ujar Direktur Polair Brigjen Pol Nengah Sutisna.
Kapal kedua yang dinakhodai Kii Kui Sheng tersebut disergap pukul 07.30. Jaraknya sekitar 15 mil dari Pulau Jemur. Lalu, kapal ketiga yang dinakhodai Chia Kau Kia ditangkap pukul 08.00. "Ketiga kapal itu berjenis sama," jelasnya.
Ketika ditangkap, ketiga nakhoda kapal tersebut langsung diminta menandatangani berita acara penangkapan. Tapi, mereka menolak menandatanganinya. Lalu, patroli Polair menggiring ketiga kapal asing itu menuju pantai untuk ditahan.
Pukul 09.00, iring-iringan kapal tersebut berpapasan dengan Kapal Perang Angkatan Laut Malaysia Kenembela 14 dan Helikopter Navy M-502. "Pertemuan terjadi pada posisi 03 derajat-20 menit-00 detik utara dan 100 derajat-20 menit-00 detik timur," jelas polisi bintang satu itu.
Melihat kedatangan kapal dan heli militer negaranya, empat ABK (anak buah kapal) salah satu kapal Malaysia yang tertangkap berulah. Mereka berani menyerang seorang personel polisi yang bertugas menjaga salah satu kapal. Penyerangan itu menggunakan parang dan besi. "Kami tidak melepaskan tembakan. Kita hanya menangkis serangan mereka," ungkap Sutisna.
ABK Malaysia itu menjadi-jadi. Mereka mendorong anggota polisi itu ke laut. "Mereka berani melawan karena ada kapal tempur dan helikopter Malaysia," tambah Sutisna.
Setelah itu, di bawah todongan senjata, kapten kapal patroli Polair dipaksa naik ke kapal perang Malaysia untuk bernegosiasi. Angkatan Laut Malaysia meminta kapal patroli Polair jenis C-201 dengan panjang 20 meter itu melepaskan ketiga kapal pencuri ikan.
"Dengan terpaksa, kita pun melepas ketiga kapal tersebut," kata Sutisna. Patroli Polair sama sekali tidak berkutik. Kekuatannya tidak seimbang. Apalagi selama negosiasi, helikopter Malaysia terus bermanuver. Mereka dalam posisi siap menyerang.
Setelah dilapori insiden yang terjadi 25 Juli lalu itu, Mabes Polri berkordinasi dengan Kepolisian Diraja Malaysia untuk menangkap kembali ketiga kapal tersebut. Hasilnya? "Hingga saat ini belum ada hasil apa-apa," keluh Sutisna.
Sutisna mengatakan, masalah tersebut juga telah dilaporkan ke Departemen Luar Negeri yang sedang bertemu dengan delegasi Malaysia di Jogjakarta membicarakan masalah Pulau Ambalat.
© Copyright 2024, All Rights Reserved