Pada tahun 2013, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) telah memberikan sejumlah data dugaan transaksi mencurigakan sejumlah kepala daerah, kepada Kejaksaan Agung. Termasuk, di dalamnya laporan dugaan transaksi mencurigakan Gubernur Sulawesi Tenggara, Nur Alam. Namun, setelah melakukan pendalaman, kejaksaan menghentikan penyelidikan pada akhir 2015.
Data yang sama kemudian diberikan PPATK kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Data tersebut, kemudian dipakai sebagai salah satu bahan oleh KPK dalam menetapkan Nur Alam sebagai tersangka pencucian uang.
Demikian diceritakan Ketua PPATK M Yusuf kepada pers usai bertemu Presiden Joko Widodo, di Istana Negara, Jakarta, Rabu (24/08).
“Oleh Kejaksaan didalami. Kejaksaan minta bahan ke kita. Konon katanya, Kejaksaan sudah sampai ke luar negeri. Hingga akhirnya tahun 2015, kasusnya dihentikan," terang dia.
Yusuf mengatakan, karena penyedilikan dihentikan Kejaksaan, PPATK kemudian menyerahkan data tersebut ke KPK. Mengingat, Nur Alam adalah penyelenggara negara. Sementara itu, KPK juga bisa melakukan supervisi terhadap kasus yang ditangani Kejaksaan.
“Karena memandang ini sebagai kasusnya penyelenggara negara, Nur Alam, dan dia juga berafiliasi dengan parpol, yaitu PAN (Partai Amanah Nasional). Itu kan, relatif lebih mudah kalau KPK yang menangani," jelas Yusuf.
Ditambahkan Yusuf, pihaknya telah memberikan sejumlah data dan informasi kepada KPK, termasuk beberapa fase dalam dugaan transaksi mencurigakan tersebut.
Yusuf juga menyebut bahwa sudah ada permintaan dari KPK kepada pihaknya untuk membantu pengusutan kasus ini.
“Pada saat kejaksaan menghentikan, KPK sudah membangun case building. Mereka minta juga pada kita, dan kita kirim ada berapa fase. Dan, nilai uangnya tidak etislah kalau saya sampaikan. Puluhan miliar," jelas dia.
Seperti diketahui, KPK telah menetapkan Nur Alam sebagai tersangka kasus dugaan korupsi penerbitan Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Provinsi Sultra, tahun 2009-2014.
Nur Alam diduga melakukan penyalahgunaan wewenang dengan menerbitkan Surat Keputusan Persetujuan Pencadangan Wilayah Pertambangan dan Persetujuan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi.
Selain itu, juga diduga terkait penerbitan SK Persetujuan Peningkatan Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi menjadi Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi kepada PT Anugrah Harisma Barakah (AHB), selaku perusahaan yang melakukan penambangan nikel di Kabupaten Buton dan Bombana, Sulawesi Tenggara.
“Diduga, penerbitan SK dan izin tidak sesuai aturan yang berlaku, dan ada kick back yang diterima Gubernur Sultra," kata Wakil Ketua KPK, Laode M Syarif, saat mengumumkan status tersangka Nur Alam, kemarin.
Dalam kasus ini, Nur Alam disangka melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
© Copyright 2024, All Rights Reserved