Ketua Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI) Ismanu Soemiran mengatakan rencana kenaikan harga rokok yang mencapai Rp50.000 hanyalah isu belaka.
"Kami mengecam keras terhadap penyiaran berita palsu tersebut, itu hoax," kata Ismanu, kemarin.
Menurut Ismanu, isu kenaikan harga tersebut secara sengaja dibuat untuk menimbulkan kegaduhan dan kekacauan ekonomi. Sebab mata rantai sirkulasi perekonomian dari industri hasil tembakau melibatkan banyak elemen masyarakat.
"Tingkat sensitifnya cukup tinggi mengingat industri ini berbasis pertanian dan memberi kontribusi sekitar Rp170 triliun melalui cukai dan pajak setiap tahun," ungkap Ismanu.
Ismanu menjelaskan, dalam menaikkan tarif cukai rokok, pemerintah sudah mempunyai mekanisme yang sesuai dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Cukai. “Setiap rencana kenaikan selalu didiskusikan dengan industri,” ujar Ismanu.
Untuk itu, Ismanu meminta masyarakat tak percaya dengan isu yang dianggap menyesatkan tersebut, mengingat isu kenaikan itu tidak jelas asal-usulnya.
Sebelumnya, wacana menaikkan harga rokok tersebut muncul berdasarkan hasil studi yang dilakukan Kepala Pusat Kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Hasbullah Thabrany. Survei dilakukan terhadap 1.000 orang.
Menurut survei itu, seseorang akan berhenti merokok jika harga rokok dinaikkan dua kali lipat dari harga normal. Hasilnya, mayoritas setuju jika harga rokok dinaikkan.
Wacana kenaikan tersebut juga disetujui Ketua DPR Ade Komarudin (Akom). Dia setuju harga rokok menjadi Rp50.000 per bungkus.
Menurut Akoma, kebijakan ini akan berpengaruh pada kebiasaan masyarakat yang hobi mengisap rokok. "Ini akan mengurangi kebiasaan itu," kata Akom di ruang Media Center, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat (19/08) lalu.
Sementara, Gerakan Masyarakat Tembakau Indonesia (Gemati) menilai gagasan menaikkan harga rokok hingga Rp50.000 per bungkus hanya akan menguntungkan produsen rokok.
Sekretaris Gerakan Masyarakat Tembakau Indonesia Syukur Fahrudin menilai rencana ini tidak menyentuh kepentingan petani tembakau sebagai penyuplai bahan baku. “Pabrik yang diuntungkan, belum jaminan petani sejahtera karena belum tentu harga tembakau ikut naik,” kata Syukur.
© Copyright 2024, All Rights Reserved