Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menggulirkan wacana hak angket kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena menolak membuka rekaman pemeriksaan Miryam S Haryani. Akan tetapi, nasib hak angket tersebut akan bergantung pada keputusan sidang paripurna.
"Komisi III dalam RDP dengan pimpinan KPK pekan lalu memang telah mengambil keputusan untuk menggunakan hak tersebut. Namun, disetujui atau tidak sangat tergantung pada pengambilan keputusan di sidang paripurna yang dihadiri 560 anggota (bisa voting atau aklamasi)," ujar Ketua Komisi III DPR Bambang Soesatyo kepada wartawan, Selasa (25/04).
Pengguliran hak angket ini menuai pro dan kontra di masyarakat. Bambang sendiri mengaku tidak bisa mengubah keputusan komisi yang sudah disepakati.
"Soal penolakan dari berbagai pihak, saya dapat memahaminya. Saya sendiri tidak happy. Namun, sebagai pimpinan komisi saya juga tidak bisa menterpedo keputusan komisi. Saya hanya berharap kepada para pihak, agar menahan diri dan instrospeksi," ujar politisi Golkar itu.
Bambang menambahkan, dirinya juga dapat memahami jika KPK keberatan untuk membuka sebagian kecil cuplikan rekaman pemeriksaan yang terkait dengan penyebutan sejumlah nama anggota DPR yang dituding menekan Miryam. "Mengingat di dalam BAP dakwaan seperti yang ditegaskan pimpinan KPK dalam rapat dengan Komisi III pekan lalu, memang tidak ada," sambung politikus Golkar ini.
Menurut Bambang, KPK memiliki kewenangan dalam UU untuk penegakkan hukum di tindak pidana korupsi. Begitu pula DPR yang memiliki kewenangan melakukan pengawasan terhadap pemerintah dan lembaga tinggi negara.
"DPR juga punya kewenangan atas perintah UU untuk melakukan pengawasan atas kepatuhan terhadap pelaksanaan UU dan kepatuhan terhadap penggunaan anggaran negara oleh pemerintah (termasuk presiden) dan lembaga tinggi negara lainnya termasuk KPK," tandas dia.
© Copyright 2024, All Rights Reserved