Prestasi generasi muda Indonesia terus mengharumkan nama bangsa di kancah internasional. Seperti yang ditunjukkan oleh Hibar Syahrul Gafur, siswa Sekolah Menerangh Pertama Negeri (SMPN) 1 Bogor, Jawa Barat. Kreasinya, menciptakan Sepatu Anti Kekerasan Seksual diganjar dengan medali emas pada International Exhibition of Young Inventors (IEYI) di Kuala Lumpur, Malaysia pada 9-11 Mei lalu.

Pada Senin (20/05), Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Meneg PP & PA) Linda Amalia Sari Gumelar mengundang pelajar berprestasi itu ke Kantor Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Jakarta.

Berdialog dengan Meneg PP & PA, Hibar mengaku ide membuat sepatu tersebut terinspirasi oleh semakin maraknya pemberitaan di berbagai media tentang kekerasan terhadap perempuan dan pelecahan seksual. Akhirnya, putra pasangan Kopral Kepala (Kopka) TNI AD Jamaludin dan Sri Hendrayanti ini pun berhasil menciptakan sebuah sepatu bertegangan listrik untuk menjaga kaum perempuan dari kejahatan tersebut.

“Awalnya, saya ingin menciptakan sesuatu benda yang biasanya selalu dipakai perempuan, misalnya celana dalam atau bra yang bisa mengeluarkan sengatan listrik. Namun, ide tersebut dibatalkan karena berbagai pertimbangan. Salah satunya faktor keamanan bagi penggunakan yang juga bisa tersengat arus listrik. Jadi terlalu beresiko. Akhirnya, saya menjatuhkan pilihan pada sepatu," aku Hibar kepada politikindonesia.com.

Kata Hibar menjelaskan, sepatu yang dibuat pada Agustus 2012 ini mampu mengaliri listrik dengan tegangan listrik 450 volt. Daya listriknya dihasilkan dari baterai kotak berukuran 9 volt. Baterai itu tersimpan rapi di bagian bawah sepatu. Kesulitannya dalam mengisi daya listriknya supaya bisa nyetrum.

"Cara kerja sepatu ini bisa diaktifkan melalui switch yang terdapat hak kiri. Jadi kalau ada pria iseng, tinggal tekan tombol on yang ada di samping sepatu. Syaratnya, sepatu itu harus menempel ke bagian tubuh orang yang bermaksud jahat. Senggatan listriknya bisa membuat orang itu lemas. Tapi kalau hanya sebentar, rasanya seperti tersengat listrik raket nyamuk" papar remaja kelahiran Bogor, 26 Desember 1998 ini.

Hibar ingin sekali, sepatu ciptaannya segera mendapat hak cipta dan bisa segera diproduksi secara massal oleh salah satu pabrik sepatu yang ada di Indonesia. Karena ia juga khawatir hasil karyanya ini diakui oleh negara lain.

"Saya berharap, pemerintah segera mendaftarkan penemuan ini, agar hak cipta ini bisa dipatenkan dan tidak dicuri oleh bangsa-bangsa lain" tegas remaja yang bercita-cita menjadi dokter hewan ini.

Dalam kesempatan itu, Linda menyatakan rasa kagumnya atas prestasi Hibar yang sudah diakui dunia internasional. Apalagi, temuannya itu sangat bermanfaat bagi perempuan, khususnya sebagai pencegahan tindak kekerasan dan seksual.

"Saya benar-benar kagum dengan prestasi Hibar ini, semoga ini menjadi inspirasi bagi anak-anak lain untuk bisa berprestasi dan membuat berbagai alat penemuan baru yang bermanfaat untuk masyarakat luas," kata Linda.

Pihaknya juga berharap kepada penemuan dari kekayaan intelektual produk ini bisa segera dipatenkan. Karena penemuan ini sudah diakui dunia internasional. "Kini Indonesia semakin dikenal luas di dunia internasional karena prestasi anak bangsa," ucapnya.

Sementara itu, Wakil Kepala SMPN 1, Bogor, Budiman BW saat mendampingi Hibar di Jakarta menambahkan, pengalaman yang dialami Hibar menjadi penyemangat bagi murid-murid lainnya untuk menunjukkan prestasinya agar tidak kalah dengan bangsa lain.

"Kami ceritakan kisah Hibar ini kepada anak-anak agar menjadi motivasi kepada mereka untuk terus belajar dan berkarya agar kita tidak kalah dengan bangsa lain. Karena ini menjadi kebanggan untuk kami karena sekolah dapat mengharumkan nama Indonesia di ajang internasional," kata Budiman.

Menurutnya, Hibar merupakan siswa berprestasi yang memiliki kegemaran terhadap pelajar eksat. Bahkan, sehari-harinya Hibar memang suka mengutak-atik listrik. Dia sering membuat rangkaian-rangkaian listrik untuk memuaskan rasa penasarannya.

"Pada awal eksperimen, Hibar menemukan sejumlah masalah agar listrik tersebut tidak menyengat penggunanya. Akhirnya, berkat bimbingan guru dan teman-teman, dia pun bisa mengatasi. Yakni, menggunakan pembatas yang tidak menghantarkan listrik," tutur Budiman.