Sebagai negara kepulauan dengan perairan yang sangat kaya akan ikan, penangkapan ikan secara ilegal masih marak dan menjadi tantangan tersendiri yang dihadapi Indonesia. Kemampuan pengawasan laut yang sangat terbatas dan luasnya perairan yang dihadapi, membuat Unreported and Unregulated Fishing (IUU Fishing) masih menjadi masalah besar bagi Indonesia.
Menurut Seketaris Direktorat Jenderal (Ditjen) Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP) Ida Kusuma Wardhaningsih, kemampuan pengawasan masih sangat terbatas karena kurangnya kapal pengawas yang mampu beroperasi di laut lepas, seperti selatan Laut Jawa.
"Kemampuan pengawasan di laut kita sangat terbatas dibanding kebutuhan untuk mengawasi daerah rawan IUU Fishing. Saya rasa, mungkin ada yang lebih prioritas daripada pengawasan. Mau tidak mau, kita harus mengikuti aturan itu. Saya hanya bisa berharap semoga suatu saat pengawasan akan menjadi prioritas," katanya kepada politikindonesia.com usai di Kantor KKP, Jakarta, Sabtu (19/04).
Dijelaskan, dalam dunia internasional, pihaknya juga memainkan peran penting dalam pemberantasan IUU Fishing. Karena sejak tahun 2007, KKP sudah bertindak sebagai Sekretaris forum Regional Plan of Action (RPOA) to Promote Responsible Fishing Practices Including IUU Fishing in the Southeast Asia Region.
"RPOA tersebut memiliki peran penting sebagai upaya soft stucture untuk mendorong bersama dengan 11 negara di kawasan Asia Tenggara (Australia, Brunei Darussalam, Cambodia, Indonesia, Malaysia, Papua New Guinea, Philipina, Singapura, Thailand, Timor Leste dan Vietnam) untuk melaksanakan pengelolaan perikanan secara bertanggung jawab, termasuk dalam pemberantasan IUU Fishing," ungkapnya.
Kepada Elva Setyaningrum, Ida menjelaskan dampak dari IUU Fishing bagi Indonesia dan langkah yang dilakukan untuk memberantasnya. Berikut hasil wawancaranya.
Apa dampak IUU Fishing bagi Indonesia?
IUU Fishing jelas menganggu kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Persoalan ini juga menimbulkan citra negatif, karena Indonesia dianggap tidak mampu mengelola sumber daya kelautan dan perikanannya dengan baik. IUU Fishing juga mengakibatkan industri pengolahan ikan dalam negeri mengalami kekurangan bahan baku. Banyakkapal ikan Indonesia yang lebih suka menjual hasil tangkapan secara gelondongan ke pihak luar dibanding menyuplai untuk kebutuhan domestik. Kejahatan pencurian ikan yang merusak kelestarian sumber daya kelautan dan perikanan juga harus dipandang sebagai extraordinary crime (kejahatan luar biasa). Sehingga harus dikategorikan sebagai kejahatan lintas negara terorganisasi yang juga menjadi wewenang Interpol.
Apa faktor penyebab IUU Fishing semakin marak?
Ada beberapa faktor yang membuat penangkapan ikan ilegal masih marak di Indonesia. Pertama, meningkatnya kebutuhan ikan dunia. Padahal di sisi lain, pasokan ikan dunia menurun sehingga terjadi over demand. Selain itu, perbedaan harga ikan di dalam dan luar negeri. Kondisi ini juga berakibat kapal berbendera Indonesia ikut menjual ikan ke luar negeri langsung, seperti ke Thailand yang jelas menerima tanpa memperdulikan asal ikan untuk memenuhi kebutuhan mereka. Karena negera seperti Thailand dan Vietnam, memang sudah mulai kekurangan pasokan ikan. Sementara, di Indonesia masih melimpah. Sehingga ada beberapa kasus kapal dari negara lain yang masuk ke laut Indonesia. Karena sejumlah negara, area tangkapan ikannya sudah berkurang.
Langkah apa saja yang dilakukan Indonesia untuk memberantas IUU Fishing?
Kami memang sudah berkomitmen untuk memberantas IUU Fishing agar laut Indonesia tetap bisa diawasi walau dengan jumlah armada yang minim. Saat ini ada sekitar 27 armada kapal pengawasan. Belum lagi masalah kelangkaan dukungan logistik. Jatah BBM yang kita dapat untuk kapal pengawasan pada tahun ini hanya bisa digunakan untuk 60 hari dan jatah itu akan habis dalam beberapa hari ke depan. Memang setiap tahunnya jatah BBM yang kita dapat selalu berkurang dari tahun ke tahun. Mulai dari 120 hari, 90 hari dan tahun ini hanya bisa untuk beroperasi 60 hari.
Lalu, apa yang dilakukan untuk tetap bisa mengawasi perairan Indonesia?
Kami meminta bantuan kepada TNI AL untuk ikut mengawasinya. TNI AL memberikan dukungan. Tapi mereka juga punya keterbatasan dalam hal BBM. Tapi sepertinya stok BBM yang kami miliki ini akan dipakai pada bulan Agustus nanti. Karena pada waktu tersebut, biasanya banyak terjadi IUU Fishing.
Di kawasan mana, biasanya banyak terjadi IUU Fishing?
IUU Fishing bukanlah fenomena baru dalam kegiatan perikanan tangkap. IUU Fishing tidak terbatas hanya terjadi di laut lepas, tapi juga terjadi di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE), laut teritorial dan bahkan perairan pedalaman. Biasanya IUU Fishing dilakukan oleh kapal ikan asing (KIA) dan kapal ikan Indonesia (KII). Kapal-kapal ilegal tersebut bebas beroperasi melakukan pencurian ikan di wilayah tersebut dengan cara memalsukan dokumen. Misalnya, dua kapal perikanan dilaporkan dengan nama dan nomor lambung yang sama. Apabila, dokumen palsu itu lolos, kapal-kapal ilegal tersebut pun bebas menangkap ikan di laut Indonesia yang sangat luas dan terbuka.
Berapa unit KIA dan KII yang berhasil ditangkap setiap tahunnya oleh kapal pengawasan KKP?
Dari hasil operasi kapal pengawasan KKP pada tahun 2014 (hingga 7 April), tercatat ada 411 unit KIA dan KII yang diperiksa. Dari hasil pemeriksaan tersebut sebanyak 8 unit KIA dan 8 unit KII yang berhasil menempuh jalur hukum akibat IUU Fishing. Tapi, dari pengalaman hasil operasi kapal pengawas KKP selama ini, jumlah kapal yang melakukan illegal fishing rata-rata mencapai 1.000 kapal dalam satu tahun dan yang berhasil dibawa ke jalur hukum hanya sekitar 5 persen. Hal itu terjadi karena koordinasi antar penegak hukum di laut dan instansi Indonesia belum optimal.
Berapa besar kerugian yang dialami Indonesia akibat IUU fishing?
Pada 2001 data Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO) menyebutkan estimasi kerugian akibat IUU fishing yang dialami Indonesia setiap tahun mencapai Rp30 triliun. Akan tetapi saat kami melakukan kajian tentang kerugian negara terkini akibat IUU Fishing, jumlah tersebut mengalami lonjakan signifikan. Setiap tahunnya, diperkirakan Indonesia mengalami kerugian akibat IUU Fishing sebesar Rp101.040 triliun/tahun. Untuk perkiraan jumlah ikan yang dicuri secara global mencapai 25 persen dari potensi ikan. Data itu berdasarkan data dari FAO pada 2001. Sehingga perkiraan kerugian akibat ikan yang dicuri mencapai Rp28,8triliun per tahun.
Apakah ada dampak lainnya?
IUU Fishing tidak hanya membuat Indonesia mengalami kerugian dalam bentuk pemasukan negara, tetapi juga kerugian ekonomis, kerugian ekologis dan kerugian sosial. Kerugian ekonomis, antara lain pemerintah kehilangan nilai ekonomis dari ikan yang dicuri, Pungutan Hasil Perikanan (PHP) hilang, subsidi BBM dinikmati kapal perikanan yang tidak berhak. Selain itu, Unit Pengolahan Ikan (UPI) kekurangan pasokan bahan baku sehingga melemahkan upaya pemerintah untuk mendorong peningkatan daya saing produk perikanan.
Sementara kerugian ekologis, antara lain kerusakan sumber daya ikan dan lingkungannya yang diakibatkan oleh penggunaan alat penangkap ikan dan alat bantu penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan. Di samping itu, praktek IUU fishing menyebabkan kesulitan bagi otoritas pengelolaan perikanan untuk mendapatkan data potensi sumber daya perikanan yang akurat untuk mengatur kuota pemanfaatan sumber daya perikanan. Untuk kerugian sosial, IUU Fishing menyebabkan nelayan Indonesia yang didominasi oleh nelayan skala kecil menjadi kalah bersaing sehingga berpotensi mendesak mata pencaharian masyarakat nelayan kecil. Bahkan, IUU fishing menjadi salah satu penyebab kapasitas UPI yang sudah dibangun hanya termanfaatkan sekitar 30-50 persen.
© Copyright 2024, All Rights Reserved