Rakyat Indonesia berhak mendapat pangan dengan kualitas baik dengan harga wajar. Namun hak itu kerap kali dirugikan oleh adanya praktek kartel usaha. Persekongkolan yang mempengaruhi harga pasar tersebut harus dilawan. Ia adalah musuh bersama karena membuat rakyat menderita.
Hal itu dikemukakan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati kepada politikindonesia.com usai penandatanganan Nota Kesepahaman dengan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) terkait pertukaran data perpajakan pelaku usaha di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Kamis (02/03).
"Rakyat Indonesia berhak mendapatkan pangan berkualitas baik dengan harga yang wajar. Kenapa rakyat Indonesia harus membayar harga yang lebih mahal? Kartel yang merugikan masyarakat adalah musuh kita bersama," tegas mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu.
Kepada Elva Setyaningrum, perempuan kelahiran Tanjungkarang, 26 Agustus 1962 tersebut mengungkapkan, praktek kartel menjadi salah satu penghambat pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Lulusan Sarjana Universitas Indonesia geram praktek kartel usaha termasuk di komoditas pangan seperti daging sapi, gula, ayam dan lainnya masih kerap terjadi di Indonesia. MoU dengan KPPU tersebut, diharapkannya menjadi senjata baru untuk memerangi persaingan usaha tidak sehat.
Sri Mulyani juga mengungkapkan setoran pajak yang rendah dari importir daging sapi yang kini tengah diselidiki pihaknya. Berikut petikan wawancara.
Mengapa praktek kartel usaha masih marak di Indonesia?
Kartel adalah persetujuan sekelompok perusahaan dengan maksud mengendalikan harga komoditas tertentu. Praktek kartel bukan barang baru dalam dunia usaha di Indonesia. Sejumlah kasus hukum yang terungkap mengindikasikan itu.
Bahkan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode M Syarif mensinyalir adanya praktik kartel daging impor dalam kasus suap Hakim Konstitusi Patrialis Akbar. Jaringan kartel impor daging merasa tersaingi dengan kehadiran Perum Bulog. Padahal menurut peraturan pemerintah, Perum Bulog hadir untuk mengurai tata niaga agar terjadi persaingan sehat.
Kasus kartel yang terbaru adalah sanksi yang dijatuhkan KPPU terhadap Yamaha Industri Motor Manufacturing (YMMI) dan Astra Honda Motor (AHM) karena terbukti melakukan praktek kartel dalam industri sepeda motor jenis skuter matik. KPPU kemudian menjatuhkan sanksi denda kepada YMMI sebesar Rp25 miliar dan AHM sebesar Rp22,5 miliar.
Apa dampak praktek kartel terhadap pertumbuhan ekonomi?
Praktek kartel di bidang perdagangan dan industri itu ibarat penyumbatan pembuluh darah di jantung. Itu penyakit yang berbahaya. Praktek semacam itu harus dibersihkan untuk menjaga budaya dan iklim perdagangan usaha tetap sehat.
Misalnya, praktek kartel dalam perdagangan dengan melakukan pembatasan pasokan barang. Itu akan menimbulkan ekonomi biaya tinggi dan terhambatnya kinerja ekonomi.
Praktek semacam itu membuat semangat kompetisi hilang. Jika praktik kartel dibiarkan, maka akan menimbulkan shock terhadap keberlangsungan industri. Jadi praktek semacam itu harus dibersihkan untuk menjaga budaya perdagangan tetap sehat.
Bagaimana peran pemerintah untuk mengatasi ancaman kartel ini?
Dalam hal ini Kemendag berperan penting untuk mengatasi praktik kartel agar tidak merajalela. Dengan persaingan usaha secara sehat, Indonesia bisa memupuk industri dalam negeri menjadi kuat dan kompetitif.
Saya berharap sinergi antara Kementerian Keuangan dan Kemendag dapat terus terjalin, terutama terkait dengan penyusunan tarif maupun kebijakan ekspor impor lainnya.
Saya juga berharap agar Kemendag tidak berpikir satu dimensi dalam merumuskan kebijakan. Jangan sampai kebijakan itu hanya bermanfaat dalam jangka pendek dan tidak memberikan manfaat bagi masyarakat secara keseluruhan.
Salah satunya terkait dengan harmonisasi tarif bea masuk antara industri hulu dan hilir. Sebab dalam jangka pendek, itu bisa membebani masyarakat dan memberikan dampak tidak langsung terhadap kinerja konsumsi yang merupakan mesin pertumbuhan ekonomi.
Untuk saat ini kebijakan yang menguntungkan satu industri belum tentu menguntungkan bagi industri yang lain. Jadi apa pun kebijakan yang dihasilkan, sebaiknya bermanfaat agar dapat menyejahterakan rakyat.
Terkait rendahnya setoran pajak importir daging sapi beku, apa langkah Kemenkeu?
Jujur saja, saya sangat kesal dengan masalah ini. Karena ada bukti-bukti yang menunjukkan bahwa setoran pajak ke negara dari importir daging sapi beku sangat rendah.
Data dari Ditjen Pajak, kepatuhan Wajib Pajak (WP) atau importir dalam penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh). Untuk WP terdaftar mengalami kenaikan dari 2.473 WP di 2013, menjadi 2.496 WP di 2014 dan meningkat lagi pada tahun berikutnya menjadi 2.541 WP.
Sementara WP yang membayar PPh Pasal 25 dan 29 justru mengalami penurunan dalam tiga tahun, yakni 86 WP di 2013, 77 WP di 2014, dan 75 WP pada 2015. Sedangkan WP lapor SPT Tahunan dari 112 WP pada 2013, 144 WP di 2014 menjadi 191 WP di 2015.
Ironisnya, pembayaran pajak importir daging beku terlihat merosot setiap tahun. Untuk pembayaran PPh Pasal 25 dan 29 oleh WP Badan pada 2015 tercatat hanya Rp464 miliar. Turun dari tahun sebelumnya sebesar Rp593 miliar dan Rp803 miliar di 2013.
Sementara setoran PPh Pasal 22 Impor naik dari Rp431 miliar di 2013 menjadi Rp592 miliar di 2014, dan menjadi Rp614 miliar di 2015. Begitupun pajak lainnya dari Rp1,12 triliun di 2013 menjadi Rp1,23 triliun di 2014, dan Rp1,36 triliun pada 2015. Totalnya pada 2015 pembayaran pajak dari importir daging beku sebesar Rp2.44 triliun atau turun dari 2015 sebesar Rp2,41 triliun dan Rp2,36 triliun pada 2013.
Apa langkah Kemenkeu terkait hal ini?
Oleh karenanya, mulai 2 Februari 2017 ini, kami akan menggunakan seluruh kewenangan perpajakan sesuai perintah Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak dan Ditjen Bea Cukai harus bekerja keras bersama KPPU untuk menyelidiki data para importir ini.
Langkah konkret sudah kami lakukan. Dimana, Ditjen Pajak dan Bea Cukai sudah melihat seluruh data importir. Mereka sudah memetakan nama dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) importir. Karena kalau importir dapat untung tidak wajar, kita akan koreksi supaya persaingan berjalan wajar dan tidak ada yang dirugikan.
Dari data tersebut, berapa jumlah importasi daging ke Indonesia?
Dari data importasi daging sapi beku pada tahun 2015 sebanyak 44.673,97 ton dengan 56 importir. Jumlah itu meningkat pada tahun 2016 menjadi 60 importir dengan daging sapi beku sebanyak 155.070,24 ton. Artinya, ada peningkatan 247 persen.
Sedangkan untuk impor daging segar, realisasinya 954,69 ton dari 16 importir atau naik signifikan 983 persen menjadi 27 importir sebanyak 10.340,16 ton pada tahun lalu. Sementara itu, realisasi importir jeroan beku di 2015 sebanyak 4.035 ton dari 23 importir menjadi 34 importir sebanyak 55.839,08 ton oleh 34 importir. Pencapaian ini naik hingga 1.284 persen.
Apa yang aneh dari data-data tersebut?
Kalau melihat volumenya yang naik signfikan, tapi jumlah penduduk tetap atau permintaan tidak meningkat tinggi, harusnya harga daging sapi turun. Tapi ini malah lebih mahal 20 hingga 30 persen dibanding di Singapura dan Malaysia. Bahkan, kalau dengan harga sekitar Rp80.000 per kg dan volume impor yang jumlahnya hingga ratusan ribu ton, importir ini mereguk untung besar dari bisnis tersebut.
Menilik kondisi tersebut, tak perlu heran apabila KPPU menghukum 12 pelaku usaha daging ayam dan 32 pengusaha daging sapi karena terbukti melanggar persaingan usaha atau melakukan pratek kartel.
Bagaimana komitmen pemerintah memerangi praktek kartel tersebut?
Daya beli masyarakat harus dijaga, karena sangat mudah tergerus inflasi, terutama harga pangan. Rakyat Indonesia berhak mendapatkan pangan berkualitas baik dengan harga yang wajar. Praktek kartel usaha adalah musuh bersama. Diperkirakan beberapa harga pangan itu ditetapkan bukan secara alamiah, namun dari persaingan.
© Copyright 2024, All Rights Reserved