Mencuatnya kasus korupsi program siap siar tahun 2012 di Televisi Republik Indonesia (TVRI), menjadi perhatian serius kalangan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Kasus ini disinyalir bak fenomena gunung es dari berbagai penyelewengan yang terjadi di lembaga penyiaran milik pemerintah itu, karena salah urus selama bertahun-tahun lalu.
Dalam kasus ini, Kejaksaan Agung menetapkan Mandra Naih, artis Betawi yang dikenal dalam perannya sebagai Mandra dalam Si Doel Anak Sekolahan. Kejagung menemukan indikasi korupsi dalam program siap siar yang menghabiskan anggaran Rp40 miliar.
Banyak kalangan yang kaget dengan penetapan Mandra sebagai tersangka. Anggota Komisi I DPR, Meutya Hafidz salah satunya.
“Saya sangat kaget begitu mendengar Mandra ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejagung dalam kasus korupsi TVRI. Saya rasa Mandra hanya pemain kelas teri. Tapi ini bisa menjadi kunci masuk untuk membongkar pelaku utamanya," ujar politisi perempuan dari Partai Golkar ini kepada politikindonesia.com di Gedung DPR RI, Jakarta, Senin (16/02).
Kepada Elva Setyaningrum, mantan presenter ini menilai pengelolaan TVRI selama ini memang penuh carut marut. Perempuan kelahiran Bandung, Jawa Barat, 3 Mei 1978 ini berharap kasus ini bisa menjadi momentum untuk membenahi lembaga penyiaran milik pemerintah itu.
Wakil Ketua Badan Kerjasama Antar Parlemen (BKSAP) DPR ini menilai, TVRI harus melakukan pembenahan total agar bisa keluar dari berbagai masalah. TVRI haru mampu bangkit dan bisa menjadi tontonan favorit masyarakat. Berikut hasil wawancaranya.
Apa sebenarnya maslaah yang terjadi dengan program siap siar TVRI?
Selama ini TVRI tak pernah berkomunikasi dengan Komisi I DPR, sebagai mitra kerja. Apalagi berkonsultasi soal kasus program siap siar itu. Bisa dikatakanm komunikasi kami dengan dengan Dewan Pengawas TVRI kurang berjalan baik.
Kenapa bisa begitu?
Kami juga heran kenapa susah dan komunikasi itu mandeg. Hal-hal seperti ini, seharusnya Dewan Pengawas TVRI melaporkannya kepada kami.
Kami tahu TVRI berjalan tidak profesional. TVRI itu salah kelola. Itulah yang membuat karut-marut di TVRI berkepanjangan. TVRI dari dulu memang tidak beres. Makanya kalau sekarang terungkap adanya korupsi di lembaga penyiaran itu, merupakan hal yang wajar.
Lantas, apa tanggapan anda atas kasus ini?
Saya berharap terungkapnya kasus korupsi program siap siar yang melibatkan Mandra ini bisa menjadi pintu masuk untuk membenahi karut marut di TVRI. Selain itu, saya meminta kepada penyidik tidak hanya berhenti memeriksa pada kasus yang melibatkan Mandra, tetapi kasus-kasus lain yang ada di TVRI.
Maksud anda, ada banyak kasus korupsi lain di lembaga penyiaran itu?
Perseteruan Dewan Pengawas TVRI dengan Komisi I DPR bukan cerita baru. Bahkan, kami sempat menolak mengucurkan dana untuk TVRI. Jadi ada kurang sepahaman dengan Dewan Pengawas TVRI. Kami tak mungkin mengucurkan dana kepada orang yang sudah kami rekomendasikan untuk dipecat.
Pemecatan terhadap 4 anggota direksi pun dilakukan oleh Dewan Pengawas LPP TVRI pada 28 Januari 2014 lalu. Pemecatan itu juga hasil rekomendasi kami di Komisi I DPR, karena mereka dianggap tidak bertanggung jawab dan tak dapat melaksanakan tugas dengan baik. Namun hingga kini mereka masih menjabat sebagai Dewan Pengawas TVRI.
Setelah itu, Komisi Penyiaran DPR memblokir anggaran TVRI akibat kisruh internal. Sebenarnya masih banyak persoalan yang dihadapi TVRI lainnya. Di antaranya persoalan pemilihan dewan Direksi TVRI melalui dewan pengawas yang hingga kini belum usai, masalah internal TVRI terutama permasalahan SDM, peralatan TVRI yang masih ketinggalan zaman, hingga ketertinggalan TVRI dalam merebut minat pemirsa televisi.
Dengan banyaknya kasus yang mendera TVRI, apa saja yang dilakukan DPR?
Untuk membantu lembaga penyiaran milik negara itu, saat ini Komisi I DPR sedang memprioritaskan Rancangan Undang-Undang (RUU) Radio Televisi Republik Indonesia (RTRI). RUU tersebut sudah masuk dalam Prolegnas tahun 2015.
Kita berharap dalam dalam masa sidang tahun ini, RUU ini bisa menjadi Undang-undang. Dengan UU itu, TVRI dan RRI akan memiliki landasan hukum yang jelas untuk menggunakan ranah publik. Selain itu, juga bisa menjadi landasan integrasi bagi TVRI dan RRI, untuk menjadi lembaga penyiaran publik yang efektif dan efisien.
Menurut Anda, apa hambatan sehingga TVRI tidak mampu menjadi tontonan favorit masyarakat Indonesia?
Sebenarnya saya juga tidak mengerti mengapa TVRI sebagai televisi yang mengudara pertama kali di Indonesia tidak bisa menjadi pilihan masyarakat. Padahal TVRI juga memiliki jaringan yang luas dan infrastruktur yang lengkap.
Mungkin hal itu disebabkan karena konten yang tak terkontrol dan materi yang disiarkan dianggap tidak berkualitas dan tidak menarik oleh masyarakat.
Secara bisnis, TVRI tak bisa memberikan keuntungan. Penjualan program yang seharusnya masuk kas TVRI malah masuk ke kantong para petinggi perusahaan itu. Program pun dijual ke pihak-pihak yang butuh publikasi.
© Copyright 2024, All Rights Reserved