Sejak tahun 2011, tanggal 16 Juni sudah disepakati sebagai Internasional Domestic Workers Day (IDWD) atau Hari Pekerja Rumah Tangga (PRT) Internasional.
Tanggal tersebut adalah tanggal pengesahan Konvensi ILO (International Labour Organization) No 189 untuk pekerjaan yang layak untuk Pekerja Rumah Tangga (PRT) dan menetapkan Hukum Perburuhan Internasional untuk pekerja rumah tangga.
Di Indonesia, Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga (JALA PRT) adalah organisasi yang paling concern terhadap pekerja rumah tangga. Menurut catatan JALA PRT, PRT di Indonesia mengalami berbagai kekerasan, dan mereka bekerja tanpa mendapat perlindungan yang layak dari negara.
Hampir dua dekade Koordinator Nasional JALA PRT Lita Anggraini serta berbagai organisasi sipil lainnya terus mengawal dan memperjuangkan RUU PPRT (Rancangan Undang-undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga) di DPR.
Endah Lismartini dari politikindonesia.id mewawancarai Koordinator Nasional JALA PRT, Lita Anggraini. Berikut petikan wawancaranya:
Mengapa sampai sekarang RUU PPRT belum disahkan DPR? Apa yang menghalangi?
Memang DPR lebih memposisikan diri sebagai majikan pemberi kerja dibandingkan sebagai wakil rakyat. Selama ini kan majikan selalu mendapatkan privilege dengan status quo PRT selama ini. Terutama dalam hubungan kerja. Majikan selalu diuntungkan dengan status PRT.
Selain itu ada ketakutan dari mereka sendiri jika mereka melakukan kekerasan pada PRT di rumah, maka mereka bisa terkena dampak dari UU yang akan mereka sahkan. Ada ketakutan seperti itu.
Apa dampak yang dirasakan PRT ketika RUU PPRT tak segera disahkan?
Lima juta PRT di Indonesia bekerja dalam situasi yang tak aman dan tersandera dalam perbudakan modern. Terjadi pemiskinan terhadap perempuan karena mereka bekerja tanpa perlindungan sosial dan jaminan sosial.
Para PRT ini juga tidak pernah mendapat pengakuan sebagai tenaga kerja sehingga mereka tidak pernah tercatat sebagai bagian dari jumlah tenaga kerja di seluruh Indonesia. Jadi jumlah mereka yang cukup besar ini tidak mendapatkan pengakuan sebagai bagian dari tenaga kerja.
Menurut catatan JALA PRT, apa saja sebenarnya persoalan yang dihadapi PRT yang selama ini terabaikan publik?
Banyak persoalan dialami oleh PRT. Dan yang sudah jelas terlihat adalah berbagai kekerasan yang mereka alami. Sulit mendapat jaminan kesehatan dan tenaga kerja, bahkan upah mereka sering juga tidak dibayar.
Gaji PRT di berbagai kota besar hanya berada di kisaran 20% sampai 30% dari UMR di kota-kota besar. Kondisi itu membuat mereka sulit terlepas dari garis kemiskinan.
Mereka juga hidup dalam situasi pelecehan dan sulit keluar dari situasi kemiskinan, juga rentan menjadi korban human trafficking (perdagangan manusia).
Mereka akan terus bekerja dalam kemiskinan dan dalam situasi yang tidak layak. Dan ketika RUU PPRT ini tak segera disahkan, maka lima juta PRT tersebut jelas mengalami pelanggaran atas hak-haknya, baik hak sebagai manusia, hak sebagai pekerja, dan hak sebagai warga negara.
RUU ini sudah masuk Prolegnas sejak 2019, mengapa tak kunjung disahkan?
Bukan hanya prolegnas (program legislasi nasional), tapi juga sudah berlanjut ke tahap-tahap yang lain. Sudah dua dekade, RUU PPRT mengalami berbagai proses kajian, studi banding, proses dialog, revisi dan pembahasan, sampai posisi terakhir sudah disahkan menjadi RUU Inisiatif DPR pada 21 Maret 2023.
Sekarang sebenarnya tinggal 1 tahap lagi, yaitu pengesahan. Karena RUU itu sudah sampai di meja pimpinan DPR.
Seharusnya pimpinan DPR tinggal mengetok palu saja dan RUU PPRT itu sah menjadi UU. Tapi sampai sekarang pimpinan DPR tak juga mengesahkan.
Maksudnya, RUU ini mentok di Mbak Puan?
Iya. Mentok di Mbak Puan. Dan beliau selalu menolak untuk bertemu kami.
Pernah mencoba melakukan lobi untuk bertemu Mbak Puan?
Beberapa kali kami mengajukan permintaan untuk bertemu dan audiensi, tapi tak pernah digubris. Sulit sekali buat kami bertemu dengan Mbak Puan. Sudah coba melalui berbagai jalur, tetap tak ada respon.
Apalagi cara yang akan ditempuh JALA PRT agar RUU ini bisa segera disahkan?
DPR harus segera membahas dan mengesahkan RUU PPRT karena setiap hari selalu ada PRT yang menjadi korban kekerasan.
Kami akan tetap terus melakukan aksi dan lobi. Sudah berkali-kali kami melakukan aksi, bahkan sempat mogok makan, tapi pimpinan DPR tak juga memberi kabar bahwa RUU ini akan segera mereka sahkan menjadi UU.
Tapi kami akan terus mendesak DPR, apalagi masa jabatan mereka akan segera berakhir. Sebelum masa jabatan mereka selesai, mereka harus mengesahkan RUU PPRT ini. []
© Copyright 2024, All Rights Reserved