Ini Tantangan & Peluang Pengobatan Neurologi di Masa Depan

Dokter (dr) Muhammad Akbar PhD, SpN, Subsp NIIOO (K), DFM, dikukuhkan menjadi Guru Besar di Ruang Senat Universitas Hasanuddin (Unhas), Lantai 2 Gedung Rektorat, Kampus Unhas Tamalanrea Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel), Selasa (18/2/2025).
Dokter (dr) Muhammad Akbar PhD, SpN, Subsp NIIOO (K), DFM, dikukuhkan menjadi Guru Besar di Ruang Senat Universitas Hasanuddin (Unhas), Lantai 2 Gedung Rektorat, Kampus Unhas Tamalanrea Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel), Selasa (18/2/2025).
Acara pengukuhan di dalam Rapat Paripurna Senat Akademik Unhas ini, dihadiri Rektor Unhas Prof Dr Ir Jamaluddin Jompa MSc, Dekan Fakultas Kedokteran dan para Guru Besar Unhas, dan juga hadir beberapa Guru Besar bidang Neurologi dari berbagai Universitas di Indonesia.
Hadir pula Prof Dr dr Nila F Moeloek SpM. (K) (Menteri Kesehatan RI,2014-2019), yang duduk di antara para Guru Besar.
Dokter Muhammad Akbar adalah seorang dokter yang menyelesaikan S3 di School of Medicine, Hiroshima University, Japan (lulus 2001), mantan Ketua Departemen Neurologi FK Unhas, Ketua IDI Wilayah Sulawesi Selatan, dan aktivis PB Ikatan Dokter Indonesia.
Muhammad Akbar menyampaikan pidato pengukuhan dan penerimaan sebagai anggota Dewan Profesor pada Fakultas Kedokteran Unhas dengan judul, “Tantangan dan Peluang Pengobatan Masa Depan di Bidang Neurologi.”
Dalam orasi pengukuhan gelar doktornya, dr Muhammad Akbar meyampaikan, secara global, penyakit neurologi masih merupakan penyumbang terbesar kecacatan dan penyebab kedua terbesar angka kematian.
"Dengan meningkatnya usia harapan hidup manusia, maka semakin meningkat juga angka kejadian penyakit-penyakit neurologi seperti Stroke, penyakit Parkinson, gangguan tidur (sleep disorder), epilepsi, nyeri dan nyeri kepala, vertigo/ pusing, serta demensia yang sangat berpengaruh pada kualitas hidup masyarakat," kata Muhammad Akbar.
Disamping itu, kata Akbar, tantangan dalam bidang neurologi adalah kompleksitas terapi. Sebagai contoh, terdapat resistensi terhadap obat anti-epilepsi serta variasi respon terapi dan variasi profil efek samping pada pasien Parkinson serta stroke iskemik.
Akbar mengatakan, pada masa lalu, terapi neurologi berorientasi pada penemuan obat dan pemahaman tentang efek samping dasar.
Namun saat ini, dengan perkembangan berbasis big-data genomik, analisis efek samping sudah semakin mendalam dan mulailah dikembangkan terapi personalisasi yang dikenal juga dengan istilah Precision Medicine.
"Paling tidak, ada 3 peluang dan tantangan neurologi masa depan, yaitu: (1) proses penemuan dan pengembangan obat baru; (2) perubahan paradigma terapi dari “one size fits all” menjadi “personalized medicine” dan (3) optimasi sumber daya yang dibutuhkan untuk meraih peluang dan menjawab tantangan yang ada," sebut Akbar.
Untuk itu Akbar menyebutkan, diperlukan strategi pengobatan inovatif interdisipliner kolaboratif di antara ahli farmakologi, ahli biomedik serta spesialis neurologi untuk menjawab tantangan tersebut.
"Dalam pengembangan terapi diperlukan optimasi pada proses karakterisasi compound dan modelling," kata Akbar.
Sebagai contoh, Akbar menyebut, studi dari Akbar dkk (2001) telah mendemonstrasikan penggunaan model hewan untuk mengukur potensial translasi terapi pada Penyakit Parkinson.
Tidak cukup dengan pengembangan terapi, kini telah terjadi pergeseran paradigma menjadi personalized medicine berdasarkan population genomics.
Hal ini didemonstrasikan pada penelitian oleh Akbar et al (2022) yang menemukan bahwa beberapa gen COMT rs4680 dan rs4633 yang prevalen pada populasi Asia dapat meningkatkan risiko kejadian motor levodopa induced complications dan dyskinesia pada pasien yang mendapat terapi Levodopa. Beberapa gen lain yang dapat mempengaruhi respon terapi juga telah ditemukan pada penggunaan karbamazepin pada pasien epilepsi, serta clopidogrel atau warfarin pada pasien stroke.
"Optimasi sumberdaya kini diupayakan oleh Tim di Departemen Neurologi FKUH untuk menjawab tantangan pengobatan neurologi di masa depan. Telah dikembangkan database Parkinson dalam bentuk Makassar Parkinson Registry (MARK-G) untuk karakterisasi klinis dan genomik pasien gangguan gerak dan neurodegeneratif," ungkap Akbar.
Di samping itu, kata AKbar, juga telah terbentuk Thematic Research Group Neurogenetik bekerjasama dengan Brain Research Institute Niigata (BRIN), Jepang, dan kerjasama di bidang Stroke dengan National Cerebro Vascular Center (NCVC) di Osaka, Jepang.
"Sebagai kesimpulan, pada masa depan perlu kolaborasi kuat antara ahli farmakologi, neurologi, dan biomedik untuk pengembangan terapi penyakit neurologi," kata Akbar.
Menurut Akbar, kolaborasi ini perlu didikung oleh penelitian klinis dan biomedik yang kuat, serta tinjauan menyeluruh terhadap populasi Indonesia melalui molecular profiling dan population genomics.
"Ke depan seluruh upaya ini perlu ditingkatkan demi peningkatan kesejahteraan dan kesehatan nasional," pungkas Akbar. []
© Copyright 2025, All Rights Reserved