Majalah The Economist menobatkan Jakarta sebagai kota paling tidak aman. Produsen minyak pelumas Castrol menempatkan Ibu Kota sebagai kota dengan lalu lintas terburuk di dunia.
Castrol Magnatec Stop-Start Index 2014 menempatkan Jakarta sebagai kota dengan lalu lintas terburuk berdasarkan jumlah berhenti-jalan (stop-start) setiap mobil dalam setahun.
Menurut indeks tersebut, setiap mobil di Jakarta rata-rata mengalami 33.240 kali proses berhenti-jalan per tahun karena terjebak kemacetan. Jika dibandingkan dengan kota lain, indeks berhenti-jalan di Jakarta menempati urutan pertama.
Indeks itu dihasilkan dari data navigasi pengguna perangkat navigasi global positioning system (GPS), TomTom, di seluruh dunia. Dengan sebuah algoritma khusus, jumlah berhenti-jalan setiap pengendara bisa dihitung. Indeks ini menilai kondisi lalu lintas di 78 kota utama di Asia, Australia, Eropa, Amerika Utara, dan Amerika Selatan.
Selain Jakarta, kota lain yang masuk lima besar terburuk adalah Istanbul, Turki, dengan 32.520 berhenti-jalan; Mexico City, Meksiko (30.840); Surabaya, Indonesia (29.880); dan St Petersburg, Rusia (29.040).
Meski mendapatkan angka berhenti-jalan terbanyak, Jakarta sebenarnya tak menempati posisi terburuk dalam hal lamanya pengemudi berhenti di jalan (idling time).
Dari sisi idling time, Jakarta mendapatkan angka 27,22 persen. Artinya, dalam setiap perjalanan, seorang pengemudi rata-rata menghabiskan 27,22 persen waktunya untuk berhenti.
Jakarta masih lebih baik dibandingkan dengan Moskwa (31,57 persen), Bangkok (36,07 persen), London (28,58 persen), dan New York (28,62).
Penyusunan indeks itu memang terkait erat dengan upaya Castrol memasarkan produk minyak pelumas terbarunya. Namun, paling tidak, indeks itu menggambarkan betapa buruknya lalu lintas di dua kota terbesar Indonesia dibandingkan kota-kota utama lain di dunia.
Kondisi lalu lintas di Jakarta dan sekitarnya memang tak ideal lagi. Pertumbuhan kendaraan baru per tahun di Jakarta yang mencapai 11% tidak sebanding dengan pertumbuhan jalan yang hanya 0,001%.
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama pun mengakui kondisi tersebut. Menurut dia, selama Jakarta tak memiliki sistem transportasi massal berbasis rel, kemacetan akan terus mendera kota ini.
”Memang iya (paling macet sedunia). Jepang saja yang punya (sistem transportasi berbasis rel) masih macet, apalagi Jakarta. Makanya sekarang sedang kami bangun,” kata Basuki, di Balai Kota Jakarta, kemarin.
© Copyright 2024, All Rights Reserved