Masih ada persoalan pada program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Selain tidak meratanya tenaga kesehatan yang berada di fasilitas kesehatan (faskes), kecilnya nilai kapitasi yang dibayarkan kepada dokter fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) juga masih menjadi persoalan. Karena kapitasi terlalu kecil, banyak dokter akan merujuk sehingga pelayanannya menjadi tidak efesien.
Anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), Usman Sumantri mengatakan, saat ini, penyebaran tenaga medis baik dokter, dokter spesialis, perawat, bidan masih banyak ketimpangan. Mayoritas masih menumpuk di kota-kota besar. Rasio ketersediaan dokter DKI Jakarta mencapai 165 orang dalam 100.000 penduduk. Jumlah ini lebih tinggi dibandingkan rata-rata nasional sebanyak 43 dokter per 100.000 penduduk. Sementara untuk dokter spesialis jumlahnya mencapai 59 dokter dalam 100.000 penduduk. Rata-rata Indonesia berada di angka 12 dokter per 100.000 penduduk.
"Agar terjadi pemerataan, pemerintah mesti melakukan terobosan. Untuk di daerah-daerah terpencil dan jumlah penduduknya sedikit perlu adanya intervensi anggaran. Bagi dokter yang bekerja di daerah terpencil pemerintah harus membayar dengan nilai yang menarik minat," kata Usman kepada politikindonesia.com disela-sela Lokakarya Penguatan Fasilitas Kesehatan Primer pada Jaminan Kesehatan Nasional di Jakarta, Senin (24/10).
Selain itu, lanjutnya, agar kinerja dokter lebih baik, DJSN mengusulkan perlu adanya revisi nilai kapitasi agar program Jaminan Sosial (Jamsos), khususnya di tingkat klinik. Nilai kapitasi yang telah berlaku saat ini dinilai sudah terlalu kecil. Bila saat ini nilai kapitasi yang diberikan kepada seorang dokter dihargai Rp10.000 untuk setiap pasien, DJSN meminta agar dinaikkan mencapai Rp15.000 hingga Rp20.000 per pasien. Dengan kenaikan nilai kapitasi itu, kinerja dokter menjadi lebih baik.
"Karena beban yang ditanggung oleh dokter yang berada di klinik lebih besar dibandingkan dengan Puskesmas. Untuk penyediaan obat misalnya, mereka tidak ada subsidi dari pemerintah. Selain itu beban pekerja pendukung yang lain ditanggung sendiri. Konsep pembayaran kapitasi pada FKTP ini sudah lama dilaksanakan di Eropa untuk memberikan intensif finansial kepada dokter," ujarnya.
Menurutnya, konsep pembayaran kapitasi adalah konsep pasar dalam artian dokter pada FKTP akan menerima resiko finansial merugi, apabila peserta BPJS Kesehatan yang terdaftar banyak yang sakit dan memperoleh untung jika jumlah rumah sakit rujukannya sedikit. Sebenarnya, pembaAyaran kapitasi ini diperlukan untuk mendorong dokter melakukan upaya promotif dan preventif agar jumlah yang sakit berkurang.
"Seharusnya layanan berjenjang FKTP harus diukur kualitasnya dengan mengukur seberapa sehat peserta BPJS Kesehatan dan efisien diukur dengan seberapa besar angka rujukan. Sehingga dokter bisa mendapat jumlah take home income yang lebih besar. Karena tugas tenaga medis yang berada pada FKTP harus memiliki kemampuan dan menguasai hal-hal terbaru mengenai prediksi, tanda, gejala, penegakan diagnosis dan penatalaksanaan komprehensif mengenai berbagai penyakit," paparnya.
Sementara itu, anggota DJSN lainnya TB Rachmat Sentika menambahkan, terdapat empat sektor yang harus dibenahi agar FKTP dapat berjalan. Pertama, perbaikan kondisi bangunan FKTP. Saat ini hampir separuh dari jumlah FKTP kondisinya rusak. Kedua, sarana dan prasarana penunjang perlu ditingkatkan ketersediaannya. Ketiga, ketersediaan dokter yang kurang merata. Keempat, tata laksana dari FKTP. Pengelolaannya harus diubah sesuai dengan kebutuhan.
"Karena sejak dimulainya JKN tahun 2014, kami telah menerapkan sistem layanan berjenjang dan terstuktur). Yaitu mengharuskan peserta JKN ke FKTP sebelum mendapatkan layanan specialis. Apabila pasien di FKTP ditemukan penyakit diluar kompetensi tersebut, maka FKTP harus merujuk pasien ke Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjut (FKTL) yang berbentuk klinik spesialis atau rumah sakit. Oleh sebab itu, FKTP harus segera dibenahi," ujarnya.
© Copyright 2024, All Rights Reserved