Keterbatasan kemampuan APBN masih menjadi hambatan utama dalam pembangunan. Sementara, penyediaan infrastruktur membutuhkan modal yang sangat besar. Masyarakat harus meningkatkan pembayaran pajak kepada negara.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Dirjen Pajak Kementerian Keuangan Hestu Yoga Saksama mengatakan, untuk mendorong pemerataan pembangunan dan pertumbuhan yang berkualitas strategis fiskal tahun 2019 yang diambil pemerintah adalah mobilisasi pendapatan yang realistis. Selain itu, pemerintah juga mengedapankan pembelajaan yang berkualitas dan pembiayaan yang efisien dan kreatif.
“Untuk mendorong investasi dan daya saing, secara garis besar kebijakan pendapatan negara tahun 2019 diarahkan untuk mengoptimalkan pendapatan negara itu sendiri,” katanya kepada politikindonesia.com dalam Seminar Nasional yang diselenggarakan Institut Stiami bertema, “Arah Kebijakan Fiskal 2019 Dalam Politik dan Demokrasi Perpajakan Indonesia, Bekasi, Senin (22/10).
Dia menjelaskan, dari kebijakan perpajakan maupun Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), pihaknya akan terus mengedepankan perbaikan dan kemudahan layanan. Selain itu, menjaga iklim investasi yang kondusif dan keberlanjutan usaha.
“Dari sisi perpajakan, kami akan melihat perkembangan positif pertumbuhan penerimaan perpajakan pasca Tax Amnesty dan momentum pertumbuhan ekonomi. Oleh sebab itu, kami berharap tax ratio tahun 2019 dapat mencapai 11,4-11,9 persen terhadap Pendapatan Domestik Bruto (PDB),” ujarnya.
Sementara itu, lanjut Hestu, dari kebijakan PNBP diarahkan untuk optimalisasi produksi hulu migas dan pertambangan minerba. Semua itu harus diikuti dengan upaya efisiensi biaya produksi. Karena pada tahun 2019, pihaknya merancang defisit anggaran pada kisaran 1,4 persn hingga 1,9 persen PDB.
“Hal tersebut, pastinya tetap menjaga daya dorong ekonomi dan melindungi masyarakat paling rentan dan miskin serta menguragi kesenjangan. Tapi semua itu tetap mampu memciptakan ruang fiskal untuk menjaga perekonomian dan potensi gejolak global,” imbuhnya.
Oleh sebab itu, pihaknya mengaku mengelola hutang dengan kehati-hatian dan memperhatikan produktivitas dalam pemanfaatan, efisiensi cost of borrowing dan tetap menjaga serta memperhatikan mitra ekonomi.
Sedangkan, dari sisi kebijakan belanja ditujukan untuk penguatan kualitas sumber daya manusia (SDM) dan menciptakan pendidikan yang berkualitas dan berkarakter. Kebijakan belanja juga diarahkan untuk meningkatkan efektivitas program perlindungan sosial.
“Defisit dan rasio utang akan tetap dikendalikan dengan kecenderungan yang menurun dan dalam batas aman. Pemerintah pun akan mendorong keseimbangan primer menuju positif untuk memperkuat kesehatan APBN,” paparnya.
Sementara itu, Kepala Institut STIAMI Bekasi Diana Prihadini menambahkan, pajak adalah hal penting dalam urusan bernegara. Dengan pajak, kontribusi sosial dapat dilakukan.
“Dengan pajak, negara akan mampu mengurangi kecemburuan sosial warga negara yang tidak memiliki sumber-sumber ekonomi yang memadai,” katanya di sela seminar yang dihadiri 850 mahasiswa STIAMI dan umum.
Menurutnya, dalam konteks ketatanegaraan suatu perubahan yang terjadi baru bermanfaat secara sosial, ekonomi, politik dan budaya bagi rakyat banyak kalau negara memberikan pelayanan dalam pembangunan yang merata tanpa pilih kasih.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Potensi, Kepatuhan dan Penerimaan Ditjen Pajak Kementerian Keuangan, Yon Arsal menjelaskan, pengelolaan fiskal pada 2019 difokuskan pada dua hal.
Pertama, menjaga kesehatan fiskal yang dilakukan dengan mendorong APBN menjadi lebih produktif, efisien, berdaya tahan, dan mampu mengendalikan resiko, baik dalam jangka pendek, menengah, dan panjang.
“Kedua, mendorong iklim investasi dan ekspor. Caranya dengan memobilitasi pendapatan realistis, belanja yang berkualitas, serta pembiayaan yang efisien dan efektif,” ucapnya.
Oleh sebab itu, kata dia lagi, kampus sangat penting untuk mendorong peningkatan kesadaran bayar pajak. Terlebih mahasiswa sebagai generasi milenial maka sosialisasi kepada wajib pajak melibatkan mahasiswa. Apalagi, Institut STIAMI sangat mendukung upaya pemerintah meningkatkan kesadaran pajak
“Jangan salah, di Ditjen Pajak sebanyak 65 persen adalah generasi milenial. Jadi sosialisasi pajak yang menargetkan generasi milenial sudah kami sesuaikan. Bahkan, kampus ini sudah memiliki relawan pajak yang tugasnya mendampingi wajib pajak untuk mengisi SPT, menghitung pajak dan lainnya yang terkait dengan kewajiban membayar pajak,” ucap Yon.
Pada seminar nasional kali ini, penyelenggara juga menggundang sebanyak 20 sekolah menegah atas (SMA) dan sekolah mengah kejuruan (SMK) se-Bekasi. Sekolah tersebut selama ini sudah menjadi mitra kampus.
“Memang ada yang berbeda apa penyelenggaraan seminar nasional kali ini. Kami pangundang para kepala sekolah untuk mengkampanyekan gerakan berbagi 10 persen. Tujuannya, agar mereka bisa berbagi seperti yang sudah saya lalukan selama ini dengan penuh keberkahan,” tegas pendiri Institut Stiami, M. Syahrial Yusuf.
Dia mengungkapkan, di sekolah tersebut harus mengutamakan gerakan berbagi 10 persen ini untuk anak yatim dan fakir miskin sehingga mereka bisa diberdayakan dan tidak lagi bergantung pada orang lain.
“Karena hingga saat ini penduduk miskin Indonesia masih tinggi. Masih banyaknya pengangguran. Oleh sebab itu kampanye ini untuk meningkatkan perekonomian juga,” tutup Syahrial.
© Copyright 2024, All Rights Reserved