Mantan Direktur Utama Bank DKI, Winny Erwindia diburu oleh p enyidik pidana khusus Kejaksaan Agung bersama Interpol. Winny menjadi buronan kasus korupsi terkait asuransi investasi pengadaan pesawat pada tahun 2008.
"Kami sudah menyatakan dia dikejar. Ada instrumen dan masuk DPO (Daftar Pencarian Orang)," kata Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) R Widyo Pramono kepada pers, Rabu (03/09).
Sebelumnya, Selasa (02/09), Winny berusaha meninggalkan Indonesia menuju Singapura. Meski sempat dicekal, tapi Winny berhasil lolos. Saat ini penyidik harus melakukan kerjasama dalam pencarian eks Dirut Bank DKI tersebut. "Diumumkan (sebagai buronan) dan saat ini kami meminta bantuan interpol," kata Widyo.
Widyo membantah bila dikatakan pihaknya kecolongan atas kaburnya Winny. Bahkan dirinya mengaku belum mengetahui kabar Ketua KONI Jakarta itu kabur ke Singapura pada Selasa (02/09).
"Saya belum ada berita secara resmi keluar negeri atau tidak, dan tanpa ijin, yang demikian kejaksaan menyatakan masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO)," kata Widyo.
Widyo mengatakan, pihaknya sudah mengirim surat pencekalan Winny ke Imigrasi. "Surat pencekalan sudah, langsung cekal yang bersangkutan. Saya sudah ngomong untuk kehatian-hatian, kabur kita cekal," kata Widyo.
Menurut Widyo, Kejagung tidak main-main dalam mengusut kasus korupsi pembayaran Murabahah (Investment Financing) kepada PT Energy Spectrum untuk pembayaran pesawat udara jenis Air Craft ATR 42-500 dari Phoenix Lease Pte.Ltd Singapura yang melibatkan Winny tersebut.
"Kami menghomati asas praduga tak bersalah. Ketika kami panggil seorang saksi atau calon tersangka dalam keadaan sakit kami hormati. Dipanggil lagi, proses berjalan. Kalau ternyata dipanggil, dipanggil dan tidak datang, dan sudah misalnya ke luar negeri, ya maka kami harus kejar," kata Widyo.
Kasus ini bermula saat Winny yang masih menjabat sebagai Direktur Utama Bank DKI melakukan pembayaran Murabahah (Investment Financing/investasi asuransi) kepada PT Energy Spectrum untuk pembayaran pesawat udara jenis Air Craft ATR 42-500 dari Phoenix Lease Pte.Ltd Singapura.
Winny yang pada saat itu menjabat sebagai Dirut Bank DKI menolak untuk menyetujui kredit karena debitur tidak berpengalaman.
Namun, pengucuran kredit tetap disetujui Bank DKI Syariah yang masih satu atap dengan Bank DKI, walaupun keberadaannya sempat dipisah. Akibat pengucuran dana dari Bank DKI itu, terjadi potensi kerugian negara sebesar Rp80 miliar.
Kasus ini telah terjadi sejak 2008 lalu dan telah menyeret beberapa tersangka ke meja hijau. Pihak yang terlibat adalah Dirut PT ES Banu Anwari, Pemimpin Departemen Pemasaran Grup Syariah Bank DKI dan Pemimpin Grup Syariah PT Bank DKI Athouf Ibnu Tama, dan Analis Pembiayaan Grup Syariah Bank DKI, Hendro Wiratmoko.
© Copyright 2024, All Rights Reserved