Benih permusuhan-permusuhan politik di Indonesia, tampaknya masih lama bias diselesaikan secara santun dan ber-etika.Komitmen-komitmen politik yang dibangun guna mencapai tujuan bersama, dalam waktu tertentu, tak mampu bertahan lama.Kedangkalan dalam memahami makna demokrasi merupakan ganjalan utama.
Soal politik di Indonesia, tentu tak jauh berbeda dengan negara lain.Hanya soal rasa dan cita.Rasa jengkel terhadap kongsi-kongsi politik, setelah mengarungi bahtera tujuan bersama,sangat terasa dalam pentas politik Indonesia saat ini.
Di era pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri, riak-riak persengketaan di dalam tubuh partai-partai besar tampaknya mulai bermunculan. Diawali dengan ‘menembak’ Akbar Tanjung yang kini menjadi Ketua Umum Partai Golkar melalui skandal Bulog-nya Rahardi Ramelan,lantas disusul dengan menyerempet Hamzah Haz, Ketua Umum PPP dengan isu yang sama dan ditambah oleh keretakan di tubuh partai, adalah dua fenomena politik yang sedang in saat ini.
Sebelumnya, Partai Bulan Bintang (PBB) di bawah pimpinan Yusril Ihza Mahendra, juga mengalami hal yang sama. Begitu juga yang terjadi di Partai Amanat Nasional (PAN)-nya Amien Rais.Hal serupa juga terjadi di dalam tubuh Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), antara Matori Abdul Djalil cs melawan Alwi Shihab cs.
Dari sini timbul sebuah pertanyaan; Mengapa konflik politik di tubuh partai saat ini terjadi? Nah, untuk menjawab ini semua, beragam rpediksi dan analisa bias dikemukakan.Namun, satu hal yang bias dijadikan parameter politik adalah soal waktu.Yakni, Pemilu 2004.
Bila kita menjahit fragmen-fragmen politik tersebut beradasarkan parameter waktu (Pemilu 2004), maka bias dikatakan bahwa, pertikaian politik yang terjadi didalam tubuh PPP,Golkar,PKB,PBB, dan PAN, semuanya bermuara pada upaya saling merebut kekuasaan pasca 2004.Tentu, beragam gerakan politik bisa dilakukan. Dan yang paling efektif adalah melemahkan kubu lawan politik.Senjata paling ampuh untuk itu adalah melumpuhkan melalui sektor internal partai.
Bila pemikiran ini yang kita anut, maka seluruh konflik-konflik di tubuh partai yang terjadi saat ini, semuanya tidak bias lepas dari sebuah agenda dan scenario untuk saling melumpuhkan lawan politik.Setelah itu, baru kembali menjahit bargaining-bergaining politik kembali.
Cilakanya, bila iklim politik di Indonesia, terajut berdasarkan azas-azas dan pola gerakan diatas, maka rakyat yang menjadi pemilih diantara semua partai tersebut akan tetap berada di dalam kelompok marginal alias aspirasinya semakin jauh akan tercapai.
Suka atau tidak suka, benar atau tidak benar, fenomena politik yang terjadi di Indonesia saat ini, tidak hadir begitu saja.Ada rencana dan agenda yang sarat dan sensitive di dalamnya.Sebab, menjaga sebuah ‘kebohongan’ seabadi mungkin, adalah kunci sukses seorang politisi.Sehingga untuk menerka-nerka dan memprediksi porsi dan posisi partai-partai yang ada di Indonesia pada 2004, belumlah bisa dilakukan pada saat ini.Semua akan menjadi terang benderang, hanya setelah usainya pesta demokrasi.
Dengan bercermin pada konflik partai yang ada, dalam posisi PDIP yang saat ini bisa dikatakan menjadi pengendali pendulum politik di Indonesia, tentu partai berlambang kepala Banteng ini akan sangat diuntungkan bila konflik tersebut semakin berkepanjangan.Kenapa? Ya, para pesaing politiknya akan menjadi lemah.Walaupun didalam tubuh PDIP saat ini, masih ada pergesekan-pergesekan politik antar faksi.Namun relatif bisa dikendalikan, walaupun belum sepenuhnya terkendali.Salah satunya dengan cara membagi porsi-porsi kekuasaan dan pengaruh.
Hamzah Haz,Akbar Tanjung, Matori Abdul Djalil, Amin Rais, Yusril Ihza Mahendra, adalah tokoh-tokoh yang cukup memiliki nama dan basis politik yang cukup kuat saat ini.Hamzah dan Akbar, merupakan tokoh yang penuh dengan pengalaman dan kematangan dalam pentas politik Indonesia, sejak Orde Baru hingga saat ini.Matori, merupakan tokoh yang juga turut malang melintang dalam jagad politik nasional serta Matori-lah yang secara konsisten mendukung Megawati untuk jadi Presiden RI.Semantara Amin dan Yusril, adalah tokoh politik yang memiliki basis intelektual kuat yang menjulang namanya menjelang dan ketika Soeharto tumbang, sehingga keduanya sering diberi label Tokoh Reformasi oleh banyak kalangan.
Dari track record yang dimiliki tokoh-tokoh tersebut, maka memang cukup sulit dan rumit bila ada pihak-pihak yang akan berupaya menggoyang kursi-kursi kepartaian mereka.Jalan pintas yang tidak disertai etika dan tatakrama-lah yang bias dilakukan, bila ingin menumbangkan tokoh-tokoh ini dari pentas politik nasional.
Pada dua konteks diatas, maka sekali lagi muncul pertanyaan;Siapakah yang sedang menggoyang partai-partai saat ini? Untuk menjawab hal ini, tentu sulit-sulit gampang, bila dikaitkan dalam konteks persaingan antar partai.Yang paling rumit untuk menjawabnya adalah, bila agenda penggoyangan partai itu dilakukan oleh pihak luar (bukan orang partai).Sebab, yang terkahir ini pastilah sarat dengan dana dan trick serta kekuasaan.Bila ketiga hal ini tidak dimilikinya, maka akan sangat sulit untuk menggoyang kursi Hamzah,Akbar,Amien,Yusril dan Matori.
Nah, pertanyaan terakhirnya adalah; Seperti apa Presiden Megawati menyikapikonflik-konflik ini? Banyak pilihan. Kita tunggu saja.
© Copyright 2024, All Rights Reserved