Partai Demokrat segera mengukuhkan lembaga dengan kewenangan luar biasa. Struktur kepemimpinan baru majelis tinggi itu digodok dalam Kongres II Partai Demokrat, di Hotel Maston Pine, Padalarang, Bandung, 21-23 Mei 2009. Nantinya, lembaga beranggotakan 9 petinggi partai itu, berwenang menyusun kriteria pejabat publik dari PD. Khusus untuk menteri, dibahas mengenai kriteria untuk partai koalisi.
Kepada wartawan di sela kongres, Sabtu (22/05), Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Amir Syamsuddin mengatakan, sesuai anggaran dasar dan anggaran rumah tangga (AD/ART), secara internal, Majelis Tinggi ini paling tinggi posisinya dalam struktur kepengurusan. Lembaga yang dipimpin ketua dewan pembina ini, dapat membatalkan hasil rapat pleno DPP Partai Demokrat.
Sebelumnya, Amir mengatakan, karena posisinya sebagai organ tertinggi, keputusan Majelis Tinggi dapat membatalkan hasil rapat pleno DPP Partai Demokrat. Meski begitu, masalah veto itu hanya sebatas pada keputusan untuk internal PD yang bisa berpengaruh mulai dari tingkat DPP, DPD sampai DPC. Tetapi, ia mengingatkan, Ketua Umum DPP termasuk dalam Majelis Tinggi, sehingga masalah veto itu saya pikir tidak perlu sampai terjadi.
Dalam bahasa Saan Mustopa, Juru Bicara tim sukses Anas Urbaningrum, Majelis Tinggi adalah lembaga, gabungan dewan pembina dan DPP. Lembaga tersebut mirip Majelis Syuro di PKB, tetapi kewenangannya lebih besar. Majelis Tinggi memiliki kewenangan menentukan kriteria calon Bupati, Gubernur, hingga menteri kabinet pemerintahan.
Tetapi, Saan merasa perlu meluruskan anggapan tentang kewenangan majelis itu. Menurut Saan, Majelis Tinggi hanya membuat kriteria dalam perekrutan. Jadi, kata dia, bukan menentukan calon Gubernur, Bupati atau Menteri. Tetapi, membuat kriteria dalam perekrutan.
Majelis tinggi beranggotakan 9 orang. Antara lain, Ketua Dewan Pembina, Sekretaris Dewan Pembina, Ketum, Sekjen, Waketum I, Waketum II, dan direktur eksekutif.
Menurut Saan, sesuai dengan draft AD/ART yang sedang dibahas, majelis tinggi memiliki wewenang untuk menyusun kriteria pejabat publik dari PD. Khusus untuk menteri, sedang dibahas mengenai kriterianya untuk partai koalisi.
"Bukan menentukan calon Gubernur, Bupati atau Menteri tetapi membuat kriteria dalam perekrutan. Untuk partai koalisi kita belum tahu apa sampai sana atau tidak," terang Saan.
Aspirasi Kader
Dalam pangangan pengamat politik Burhanuddin Muhtadi, wacana pembentukan majelis tinggi Partai Demokrat, dinilai sebagai upaya Ketua Dewan Pembina Susilo Bambang Yudhoyono melegalkan kewenangannya. Lembaga yang dipimpin ketua Dewan Pembina ini nantinya mampu membatalkan hasil keputusan rapat DPP, serta memberikan masukan soal calon presiden-calon wakil presiden.
"Ini secara tidak langsung melegalkan kewenangan yang selama ini dilakukan SBY. Pembentukan majelis tinggi secara otomatis memformalkan otoritas SBY," ujar lulusan Australian National University ini, beberapa waktu lalu.
Burhanuddin juga melihat pembentukan majelis itu, mencerminkan Partai Demokrat belum mampu menentukan kebijakannya secara kolegial. Padahal, Demokrat harus mampu membuat keputusan berdasarkan aspirasi seluruh pengurus dan kader. Majelis tinggi bisa-bisa menjadi veto player yang mampu memutuskan kebijakan seolah-olah organisasi menjadi milik sekelompok elit.
"Seharusnya, tidak ada majelis superbodi yang membuat aspirasi pengurus dari atas ke bawah tidak bisa disuarakan secara optimal," ujarnya.
Tetapi, Hadi Utomo yang bakal mengakhiri masa baktinya sebagai ketua umum, pernah mengatakan, majelis tinggi partai semacam lembaga think-thank partai. Majelis ini, kata dia, dapat menentukan arah koalisi, serta menentukan bakal capres dan cawapres. Kendati demikian, keputusan tertinggi di partai pemenang pemilu 2009 itu tetap berada pada Kongres.
"Hal ini sesuai UU Parpol, keputusan tertinggi partai berada para pertemuan tinggi organsisasi tersebut," ujarnya.
© Copyright 2024, All Rights Reserved