Audit Badan Pemeriksa Keuangan terhadap laporan keuangan pemprov DKI tahun 2013, yang mendapati 86 temuan senilai Rp1,54 triliun harus dibongkar. Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) seharusnya pro aktif turun tangan menelisik hal ini.
Demikian disampaikan Staf Khusus Presiden Andi Arief, menanggapi hasil audit BPK yang memberikan opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) terhadap laporan keuangan DKI tahun 2013, atas adanya temuan soal potensi kerugian daerah.
Dari 86 temuan itu, yang menunjukkan indikasi kerugian daerah mencapai Rp85,36 miliar. Sedangkan temuan potensi kerugian daerah mencapai Rp1,33 triliun, kekurangan penerimaan daerah Rp95,01 miliar dan pemborosan anggaran sebesar Rp23,13 miliar. "Ini tak lazim terjadi, KPK dan Kemendagri harus proaktif menangkap fenomena ini," ujar Andi.
Seperti diberitakan, Unit Layanan Pengadaan (ULP) barang dan jasa DKI Jakarta saat ini baru menyelesaikan lelang 75 paket dari 5.114 paket kegiatan yang direncanakan tahun ini. Nilainya tak lebih dari 10 persen dari total alokasi anggaran di APBD DKI yang mencapai Rp71 triliun.
"Dibanding triwulan kedua 2013, serapannya 30 persen. Seyogyanya mendagri turun tangan. Jangan diamkan terjadinya tata kelola pemerintahan dan keuangan yang buruk di daerah," ujar Andi.
Minimnya realisasi anggaran di Pemprov DKI, menurut Andi, bisa pula bentuk dari pembangkangan birokrat. Karena tidak puas dengan kinerja Jokowi-Ahok, berakibat kepada realisasi anggaran daerah.
Tentang dugaan kebocoran APBD DKI, sesuai temuan BPK, menurutnya, harus ditindak lanjuti KPK. Menyangkut dugaan korupsi, KPK wajib bergerak cepat. Apalagi jumlahnya lumayan besar, Rp 1,54 triliun.
"Sebagai auditor negara, hasil audit BPK cukup mengejutkan. Kasus ini, ranahnya KPK untuk bergerak tanpa perlu bimbang, ragu dan takut," tandas dia.
© Copyright 2024, All Rights Reserved