Kontribusi masyarakat Sulawesi Tenggara (Sultra) yang berada diperantauan sangat dibutuhkan untuk membangun wilayah tersebut. Apalagi, saat ini Sultra terus berbenah, berorientasi pada pariwisata sehingga diperlukan masukan dan pemikiran untuk mendukungnya.
“Oleh sebab itu, kami mengajak masyakat Sultra yang berada di perantauan dimana pun, khususnya yang tergabung dalam Kerukunan Keluarga Sulawesi Tenggara (KKST) untuk membangun daerah kita agar lebih maju. Sehingga kedepan provinsi kita sejajar dengan provinsi-provinsi lain," kata tokoh masyarakat Sultra, Syarifuddin kepada politikindonesia.com usai membuka Musyawarah Nasional (Munas) 2018, di Bogor, Jawa Barat, Sabtu (24/11).
Dia menjelaskan, pihaknya siap bersinergi dengan Pemerintah Provinsi (Pemprov) setempat untuk bersama-sama membangun dan memajukan daerah. Sehingga dapat menyejahterakan masyarakat setempat. Karena KKST ini merupakan mitra penprov untuk mengembangkan wilayah Sultra.
“Apalagi hal ini sesuai dengan undang-undang tentang organisasi masyarakat (ormas) yang mengamanatkan tugas dan fungsi ormas mendukung pembangunan di daerah. Sehingga kami dapat menjadi katalisator dalam percepatan pembangunan. Kami pun siap bersinergi dengan pemerintah daerah dalam berbagai bidang,” ujarnya.
Menurutnya, kehadiran KKST sebagai ormas resmi masyarakat Provinsi Sultra merupakan mitra bagi pemerintah daerah dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan. Sehingga diperlukan kemandirian sumber daya masyarakat Sultra yang berada diperantauan supaya kuat dan mampu bersaing secara sehat.
“Orang-orang Sultra yang dirantau itu harus selalu bersemangat. Semangat yang tidak pernah surut, karena itu yang bisa membuat kita maju. Dimana kita berada, kita tetap mempunyai kewajiban membangun Sultra bersama-sama. Dimana bumi berpijak di situ langit dijunjung,” tegasnya.
Sementara itu, anggota Pengurus Pusat, KKST, Umar Arsa menambahkan, KKST yang ada di daerah mendukung masyarakatnya yang ada diperantauan. Apalagi, banyak putra-putri Sultra itu sudah menjadi orang sukses dan berhasil di perantauan dan ini bisa menjadi potensi yang besar untuk mengembangkan Sultra kedepan.
““Oleh karena itu, kami berharap bisa menjadi mitra untuk pemda dan pemprov untuk bersinergi bersama memajiukan Sultra. Salah satunya mendorong pemkab Wakatobi untuk menerbitkan peraturan daerah (Perda) terkait lingkungan untuk melindungi kawasan Taman Nasional Wakatobi dari sampah yang dapat mencemari perairan,” paparnya yang juga anggota DPR RI Komisi IV.
Diungkapkan, kejadian paus sperma yang mati di perairan Wakatobi itu menjadi teguran untuk semua. Apalagi, ditemukan 5,9 Kg sampah dalam perutnya. Hal itu menjadi pukulan telak buat masyarakat untuk mengevaluasi diri. Karena Taman Nasional Wakatobi merupakan wisata alam unggulan yang dimiliki Sultra.
“Seperti Raja Ampat, Wakatobi menjadi kebanggan bagi warga masyarakat Sultra dengan wisata laut yang elok. Sehingga menjadi sumber PAD dari sektor pariwisata. Harusnya Pemda Wakatobi bisa belajar dari Raja Ampat, mereka memiliki aturan adat yang melarang orang melakukan penangkapan di kawasan tertentu. Aturan adat tersebut kini diundangkan," katanya.
Terkait, temuan sampah plastik di dalam tubuh paus sperma yang ditemukan mati di perairan Wakatobi, imbuh Umar, mengindikasikan adanya kelalaian pemerintah daerah dalam menjaga lingkungan perairan sekitar. Padahal anggaran untuk sektor pariwisata di daerah Wakatobi cukup besar dialokasikan oleh pemprov Sultra.
"Sudah saatnya Pemda Wakatobi berfikir tentang lingkungan, jangan sampai sampah-sampah plastik ini merusak lingkungan kita dan menganggu kunjungan wisatawan," pungkasnya.
© Copyright 2024, All Rights Reserved