Sejumlah perusahaan asing dan para importir mengeluhkan keberatannya dengan peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 17/3/PBI/2015 tentang Kewajiban Penggunaan Rupiah di Wilayah Negara Kesatuan Republik indonesia (NKRI). Aturan ini diikuti oleh Surat Edaran (SE) No. 17/DKSP/ yang berlaku efektif per 1 Juli 2015.
Menanggapi hal itu, Menteri Perdagangan Rachmat Gobel menegaskan bahwa penggunaan rupiah di pasar domestik merupakan sebuah kewajiban. Kebijakan semacam itu tak hanya berlaku di Indonesia. Negara-negara lainnya pun turut memberlakukan aturan yang sama untuk perdagangan domestik.
"Saya sangat mendukung peraturan BI. Karena negara mana pun sudah memiliki peraturan itu. Ini merupakan kewajaran dalam perdagangan dalam negeri. Jadi penggunaan mata uang di dalam negeri adalah kewajiban," katanya kepada politikindonesia.com di Kantor Kementerian Perdagangan (Kemendag) Jakarta, Kamis (02/07).
Menurutnya, apabila perdagangan dalam negeri di Indonesia menggunakan mata uang asing, justru akan aneh. Kecuali, jika transaksi tersebut dalam hal ekspor impor. Selain itu, penggunaan mata uang asing untuk kalangan ekspatriat memang harus dimaklumi. Karena hal ini tidak bisa diatur oleh BI dan kondisi ini merupakan hal yang normal.
"Konsep penggunaan rupiah itu, semua transaksi di wilayah Indonesia tak terkecuali daerah pabean pelabuhan juga harus menggunakan Rupiah, tapi itu sulit. Karena mereka akan menolak, kita pun kesulitan memberikan pengecualian. Karena kalau di cek oleh BPK bisa kena sanksi semuanya," ujarnya.
Sementara itu, Direktur Departemen Komunikasi BI Peter Jacob mengatakan dikeluarkannya peraturan tersebut ditujukan untuk menegakkan kedaulatan Rupiah di NKRI dan sekaligus mendukung stabilitas ekonomi makro. PBI ini merupakan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang, serta mendasarkan pada UU BI.
"Namun, ketentuan tersebut memberikan pengecualian untuk transaksi-transaksi dalam rangka pelaksanaan APBN, perdagangan internasional. Tidak hanya itu pengecualian juga berlaku untuk pembiayaan internasional yang dilakukan oleh para pihak yang salah satunya berkedudukan di luar negeri, kegiatan usaha bank dalam valuta asing yang dilakukan sesuai UU yang mengatur mengenai perbankan dan perbankan syariah," paparnya.
Dijelaskan, dengan penerbitan PBI ini kegiatan perekonomian dan implementasi kewajiban penggunaan rupiah dapat berjalan dengan lancar, maka sesuai Pasal 10 ayat (3) dan Pasal 16 PBI tersebut, BI berwenang memberikan persetujuan kepada pelaku usaha. Persetujuan tersebut dilakukan atas dasar permohonan yang diajukan kepada BI, untuk tetap dapat menggunakan valuta asing terkait proyek infrastruktur strategis dan karakteristik tertentu yang memerlukan, antara lain penyesuaian sistem, pembukuan, strategi bisnis, evaluasi terhadap proses bisnis dan keuangan perusahaan.
"Ketentuan ini juga memungkinkan untuk kontrak atau perjanjian tertulis yang menggunakan valuta asing, yang dibuat sebelum 1 Juli 2015, tetap berlaku sampai dengan berakhirnya perjanjian tertulis tersebut, sepanjang bersifat detail dan tidak terdapat perubahan.Selama permohonan masih dalam proses di BI, maka pelaku usaha masih dapat menggunakan valuta asing dalam kegiatan usaha yang dimohonkan tersebut. Pengenaan sanksi akan diberlakukan sejak dikeluarkannya penolakan atas permohonan yang diajukan ke BI," tandasnya.
© Copyright 2024, All Rights Reserved