Handphone Mulyana W Kusumah terdengar berdering saat ini baru saja keluar dari kantor Komisi Pemilihan Umum (KPK) Jalan Diponegoro Jakarta. Setelah berbicara beberapa menit, si penelpon meminta Mulyana segera ke Hotel Ibis, Slipi, kamar 609. Mulyana tahu, yang menelponnya adalah Khairansyah, petugas Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Mulyana kenal dengan Khairansyah karena staf BPK itu tengah memimpin audit pengadaan kotak suara di KPU.
Sesampai di kamar hotel sekitar pukul 19.00 wib, Mulyana dan Khairansyah langsung terlibat pembicaraan serius. Mereka banyak membahas perkembangan terbaru hasil audit BPK terhadap KPU. Saat pembicaraan berlangsung, tidak ada sedikitpun tanda-tanda mencurigaan di dalam kamar itu.
Hingga di sini, ada dua versi yang berkembang. Versi Eggi Sudjana – yang awalnya ditunjuk sebagai pengacara Mulyana -- menyebutkan, saat kliennya masuk ke kamar, di atas tempat tidur sudah tergeletak uang sebanyak Rp 150 juta. “Mulyana sama sekali tidak membawa uang ketika datang ke hotel itu,” kata Eggi.
Sejak mendapat kuasa dari Mulyana, Eggi memang kerap mengeluarkan pernyataan kontroversial. Padahal, Mulyana sendiri mengaku ada banyaki informasi yang salah disampaikan Eggi mengenai dirinya. Belakangan akhirnya Mulyana resmi mencabut kuasa dari Eggi. Sebagai pengacaranya, Mulyana menunjuk Sirra Prayutna dan Deni Kailimang.
Sirra adalah pengacara yang sekaligus rekan Mulyana semasa aktif di LSM Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP). Sementara Deni Kailimang adalah pengacara tetap KPU.
Soal uang Rp 150 juta yang dibawa Mulyana memang tetap menjadi kontroversi. Versi KPU sendiri, Mulyana lah yang membawa uang itu ke Khairansyah. Menurut Wakil Ketua KPK, Tumpak Hatorongan Panggabean, Mulyana datang menemui Khairansyah dengan membawa satu tas berisi uang sebanyak Rp 150 juta.. Masing-masing terdiri dari uang kontan Rp 50 juta, serta empat travel cek masing-masing senilai Rp 25 juta. Uang itu rencananya akan diserahkan kepada Khairansyah sebagai sogokan.
Beberapa sumber lain juga membenarkan versi KPK ini. Malah seorang rekan dekat Mulyana mengaku kalau uang itu adalah patungan dari beberapa orang yang akan diserahkan kepada petugas BPK.
“Ya, memang Mulyana yang membawa uang itu. Tapi bukan uangnya, melainkan patungan dengan beberapa orang lain,” ujar sumber tersebut. Hanya saja, tidak disebutkan siapa saja orang KPU yang terlibat memberikan uang itu.
Sumber itu membantah kalau Mulyana menyogok petugas BPK. Melainkan, “Petugas BPK itu yang memeras Mulyana. Sayangnya, Mulyana yang sedang terjepit akhirnya memenuhi permintaan itu,” ujarnya.
Apapun namanya, pemerasan atau sogokan, yang jelas, negosiasi uang itu terkait dengan audit yang sedang dilakukan BPK di kantor KPU. Terutama berkaitan dengan audit pengadaan kotak suara yang menjadi tanggungjawab Mulyana.
Belakangan, Mulyana memang mengakui kalau dialah yang membawa uang itu ke Khairansyah. Tapi, dari Rp 150 juta uang yang diserahkannya pada 8 April lalu, hanya Rp 30 juta yang merupakan yang pribadi Mulyana. Selebihnya merupakan patungan dari beberapa orang petugas di KPU.
Siapa saja mereka? Itu yang tengah diisut KPK. Dalam waktu dekat, bisa dipastikan bakal ada lagi petugas di KPU yang akan menemani Mulyana di penjara.
Penangkapan Mulyana berlangsung tiba-tiba. Baru saja sekitar 30 menit ia berbicara dengan Khairansyah di kamar hotel, tiba-tiba dua petugas keamanan mendobrak pintu. Seraya menunjukkan identitas sebagai tim penyidik KPK, mereka lalu menangkap basah Mulyana.
“Anda kami tangkap karena melakukan penyuapan,” kata petugas itu. Saat juga juga surat perintah penangkapan diperlihatkan kepada Mulyana.
Tak pelak lagi, anggota KPU itu langsung digiring ke kantor Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Jalan Veteran III/2, Jakarta Pusat, guna pemeriksaan. Ia sama sekali tidak memberikan perlawanan.
Selama menjalani pemeriksaan, tidak banyak bantahan yang disampaikan Mulyana. Apalagi tim pemeriksa KPK memperlihatkan bukti-bukti yang berhasil mereka sita. Selain bukti uang Rp 150 juta yang akan diserahkan sebagai sogokan, ada pula bukti hasil rekaman pembicaraan antara Mulyana dan Khairansyah.
Belakangan barulah Mulyana sadar kalau ia memang telah dijebak oleh Khairansyah dan petugas KPK. “Saya tidak menyangka kalau ajakan ke hotel itu adalah sebuah jebakan,” ujar pakar kriminologi UI itu.
Sejak ditangkap Jumat malam 8 April lalu, mantan Dewan Eksekutif YLBHI ini terpaksa menghabiskan waktunya di kantor KPK sepanjang malam hingga keesokan harinya. Malam itu pemeriksaan terhadap Mulyana berlangsung hingga pukul 05.00 Wib. Kemudian berlanjut pukul 10.00 Wib hingga sore.
Prosesnya berlangsung sangat rahasia. Sampai akhirnya Mulyana terkejut bukan kepalang ketika Wakil Ketua KPK, Tumpak Hatorongan Panggabean, menyatakan dia harus ditahan. KPK lalu mengeluarkan surat penahanannya selama 20 hari, hingga 28 April mendatang. Jika bukti kesalahan Mulyana semakin terkuak, bukan tidak mungkin penahanannya terus diperpanjang.
“Bukti sudah ada di tangan kami. Dia memang tertangkap basah hendak menyuap petugas BPK. Ini adalah tindakan penyuapan Mulyana yang kedua kalinya,” ujar Panggabean.
Sebelumnya, kata Panggabean, pada 3 April 2005, di hotel yang sama, Mulyana juga pernah menyuap Khairansyah sebesar Rp 150 juta. "Itu baru uang muka. Sebab, ada perjanjian bahwa Mulyana akan diberi lagi Rp 150 juta," jelas Panggabean.
Transaksi pertama berlangsung mulus. Petugas KPK sudah mendapatkan laporan itu. Namun tidak langsung melakukan penangkapan. Mereka menyusun rencana untuk menangkap basah Mulyana pada transksi kedua. Ya, scenario ini yang berjalan dengan mulus pada Jumat malam itu.
Dengan demikian, di tangan KPK, sudah ada uang Rp 300 juta yang disebut-sebut dari Mulyana untuk Khairansyah. Bukti itu yang diperlihatkan KPK sewaktu memeriksa Mulyana pekan lalu.
Apa boleh buat, Mulyana hanya bisa menyesali nasib. Ia tak menyangka pertemuan dengan Khairansyah berbuntut kepada penangkapannya. Ia dinyatakan sebagai tersangka dalam kasus upaya penyuapan Pegawai Negeri.
© Copyright 2024, All Rights Reserved