Peredaran narkoba, dominasi ekonomi, dan perang proxy lainnya, menjadi ancaman nyata atas pertahanan Indonesia. Spektrum ancaman tersebut kini makin luas. Penanganannya tidak hanya bergantung pada kemampuan profesional dari aparatur negara. Namun juga, pada kesadaran segenap lapisan masyarakatnya.
"Salah satu contohnya, adanya temuan Badan Narkotika (BNN) tentang adanya penyelundupan ratusan ton narkoba dari China. Ini bukanlah kriminalitas biasa. Penyelundupan itu merupakan bentuk baru perang candu yang pernah terjadi di China dalam beberapa abad lalu, untuk meruntuhkan semangat perlawanan bangsa China," kata Ketua Yayasan Suluh Nuswantara Bakti, Pontjo Sutoeo kepada politikindonesia.com disela-sela Diskusi Panel Serial 2017-2018, bertema "Pertahanan Non Militer", di Jakarta, Sabtu (12/08).
Menurutnya, penangganan masalah pertahanan non militer ini bukan hanya bergantung pada kemampuan profesional dari aparatur negara. Namun juga, pada kesadaran terhadap masalah kelangsungan hidup bangsa dalam menghadapi berbagai bentuk ancaman baru dari fenomena globalisasi. Sehingga ancaman itu mampu menggantikan tradisi bangsa menjadi tata nilai pragmatisme dan popularisme asing. Akibatnya pun sangat fatal bagi bangsa ini.
"Sayangnya luasnya spectrum ancaman tersebut, belum ditangani dengan maksimal. Sekalipun telah ada Dewan Keamanan Nasional, namun sistem pertahanan keamanan rakyat yang merupakan ujung tombak keamanan nasional belum operasional dan belum lengkap perangkat lunak perundang-undangannya. Karena berbagai UU tersebut memerlukan peraturan pelaksanaan yang pada saat ini belum semuanya tersedia. Ketidak pastian ini sangat jelas beresiko tinggi," ujarnya.
Sementara itu, Head of Policy Analisis and Development Agency Kementerian Luar Negeri, Siswo Pramono menambahkan, pada saat ini terjadi perubahan landscape global. Dalam perubahan landscape tersebut, kekuatan ekonomi Amerika mulai menurun dan mulai tersaingi China. Bahkan kekuatan ekonomi Amerika di Asia Tenggara dan Australia telah mulai didominasi China. Dominasi China ini ternyata dimaksimalkan oleh China.
"China menerapkan dominasi proyek. Dengan proyek tersebut, China mengembangkan silent akuisisi atau menguasai negara secara diam-diam melalui jalur ekonomi. Ini merupakan ancaman non militer yang patut diwaspadai. Karena proyek-proyek China sebenarnya memiliki dua sisi mata uang. Ancaman sekaligus peluang. Jika bangsa Indonesia mampu memanfaatkan dengan win-win solution, maka tidak akan terpuruk," tegasnya.
Dijelaskan, win-win solution yang dimaksud adalah bangsa ini juga harus memiliki keberanian untuk menolak proyek China yang tidak ada memiliki keuntungan sama dari yang diperoleh China. Keberanian tersebut misalnya, menolak tenaga kerja proyek yang didatangkan dari China. Sehingga peluang meningkatnya pertumbuhan ekonomi masyarakat Indonesia bisa tumbuh.
"Apalagi ada pertimbangan pemerintah untuk membuka diri kepada luar dengan mencanangkan bebas visa. Padahal kebijakan seperti ini kelihatannya belum terlalu lazim dianut oleh negara lain, terutama Indonesia. Karena besarnya resiko dari perspektif pertahanan dan keamanan. Kalau kita mengambil resiko terlalu besar dalam masalah yang kelihatannya hanya bernuansa ekonomi belaka," imbuhnya.
Pada kesempatan yang sama, Sekretaris Ditjen Politik Dan Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri, Didi Sudiana menyatakan, jika di era globalisasi, ancaman non militer semakin berbahaya bagi kedaulatan, keutuhan dan keselamatan bangsa dan negara. Karena itu perlu diperkuat pertahanan non militer. Pertahanan non militer yang dimaksud adalah pemberdayaan faktor-faktor ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya dan teknologi.
"Hal tersebut bisa diterapkan melalui profesi, pengetahuan dan keahlian sehingga kecerdasan untuk kesejahteraan masyarakat yang berkeadilan bisa dicapai. Apalagi globalisasi merupakan fenomena alami yang harus dilalui oleh masyarakat. Namun, ada sebagian masyarakat yang menganggap globalisasi adalah dinamika yang membawa pengaruh dalam tata nilai berbagai bangsa, termasuk Indonesia. Sehingga bisa menjadi ancaman yang berpotensi mereduksi tata nilai dan tradisi bangsa," ucapnya.
Diungkapkan, secara global Indonesia saat ini dihadapkan pada meningkatnya peran aktor non negara yang memiliki kapasitas internasional. Di antaranya, jaringan ideologi separatis, narkotika dan terorisme global, seperti Isis. Karena merupakan ancaman nyata terhadap keamanan negara. Sehingga ketahanan negarae mengalami penurunan yang disinyalir sebagai dampak dari era globalisasi.
"Namun pada hakekatnya sistem pertahanan keamanan negara merupakan satu kesatuan sistem yang tidak bisa dipisahkan antara TNI, Polri dan rakyat. Oleh karena itu harus disiapkan secara terpadu oleh pemerintah. Sehingga pemerintah mampu mengantisipasi berbagai ancaman non militer. Kami pun memiliki peran yang strategis terkait dengan pertahanan non militer yang dijabarkan dalam PP No. 11 Tahun 2015," tuturnya.
Diakuinya, sebagai poros pemerintahan, pihaknya berperan dalam melakukan pertahanan non militer. Semua itu tergambar dalam sistem pembangunan pemerintahan yang bertujuan untuk mewujudkan pemerintahan yang baik dan bersih. Adapun upaya untuk mewujudkan hal tersebut dilakukan melalui 3 area perjuangan non militer. Salah satunya, keberhasilan pihaknya menghapus aebanyak 3. 142 Perda yang sudah diterbitkan oleh Pemerintah Daerah.
"Selain itu juga dengan penguatan kapasitas Ormas dan masyarakat dalam menghadapi perkembangan dunia global. Kami terus melakukan perjuangan pemberdayaan masyarakat dengan memberikan kesadaran bahwa paham kebangsaan negara kita saat ini sedang diuji. Sehingga dibutuhkan kebijakan dsn strategi pengembangan nilai kebangsaan yang bisa dilakukan seluruh elemen masyarakat," katanya.
Caranya, lanjut Didi, dengan memberikan pengetahuan tentang bahaya narkoba, paham radikal, teroris. Hal itu termasuk mendorong pemberdayaan masyarakat dalam proses pembangunan melalui penguatan kapasitas Ormas. Sehingga ke depannya, Ormas dapat menjadi Ormas yang mandiri dan profesional dalam mencapai tujuannya terutama dalam menghadapi ancaman non militer.
"Di antaranya dengan mengembangkan kesetiakawanan sosial, gotong royong dan toleransi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Semua itu dilakukan demi tercapainya cita-cita nasional bangsa kita. Sehingga fenomenal globalisasi yang masuk ke negara ini tidak menjadikan ancaman non militer bagi bangsa ini," tutupnya.
© Copyright 2024, All Rights Reserved