Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981, tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) tentang Peninjauan Kembali. Permohonan uji materi ini diajukan oleh Anna Boentaran, istri dari terpidana kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), Djoko Tjandra.
“Menyatakan, mengabulkan permohonan pemohon," ujar Ketua Majelis Hakim Konstitusi Arief Hidayat, membacakan amar putusan di Gedung MK, Jakarta, Kamis (12/05).
Dalam dalilnya, pemohon keberatan atas pengajuan Peninjauan Kembali oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU). Karena menurut pemohon hal tersebut bertentangan dengan ketentuan Pasal 263 ayat (1) KUHAP. Dalam ketentuan tersebut dijelaskan hanya terpidana dan ahli warisnya, yang diberikan hak untuk mengajukan PK.
Dalam pertimbangannya, MK menyebutkan PK oleh Jaksa Penuntut Umum telah menimbulkan 2 pelanggaran, yaitu pelanggaran terhadap subjek dan objek PK.
“Dikatakan ada pelanggaran terhadap subjek, karena subjek Peninjauan Kembali menurut Undang-Undang adalah terpidana atau ahli warisnya," sebut Mahkamah.
Sementara itu, pelanggaran terhadap objek terjadi karena putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum, tidak dapat dijadikan objek PK.
MK menyatakan, Pasal 263 ayat (1) UU Nomor 8 Tahun 1981 tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat, yaitu sepanjang tidak ditafsirkan dengan, "...permohonan Peninjauan Kembali yang diajukan oleh pihak selain Terpidana dan ahli warisnya batal demi hukum."
Sekedar informasi, Djoko Tjandra adalah buron kasus BLBI terkait dengan hak tagih (cassie) Bank Bali, yang saat ini sudah menjadi warga negara Papua Nugini.
Pada Agustus 2000, Djoko Tjandra didakwa Kejaksaan telah melakukan tindak pidana korupsi dalam kasus Bank Bali. Namun, Majelis hakim memutuskan Djoko lepas dari segala tuntutan, karena perbuatannya tersebut bukanlah perbuatan tindak pidana melainkan perdata.
Pada Oktober 2008, Kejaksaan Agung mengajukan PK atas putusan tersebut. Pada Juni 2009 Mahkamah Agung mengabulkan PK tersebut dan menjatuhkan hukuman penjara 2 tahun terhadap Djoko Tjandra.
Belakangan, Djoko mangkir dari panggilan Kejaksaan saat hendak dieksekusi, hingga kemudian yang bersangkutan dinyatakan sebagai buron dan diduga melarikan diri ke Port Moresby, Papua Nugini.
© Copyright 2024, All Rights Reserved