Seperti gayung bersambut, Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD menyambut hangat seruan Mendagri Gamawan Fauzi. MK tak berkeberatan jika sengketa pemilukada dikembalikan ke peradilan di daerah. Sambil berkelakar, ia juga mengaku bosan menangani sengketa pilkada, seperti hari-hari ini.
Ketua MK, Mahfud MD mengemukakan hal tersebut kepada wartawan, di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (06/07).
Wacana penyelesaian perselisihan pemilihan kepala daerah di Pengadilan Tinggi di masing-masing provinsi, dilontarkan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi di Istana Wakil Presiden, kemarin. Mantan Gubernur Sumbar itu mengaku menampung usulan dari berbagai kalangan. Untuk menghemat biaya dan waktu. Usul itu, akan didiskusikan dalam rapat pembahasan revisi Undang-undang Pemilihan Umum antara Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat.
Sengketa pemilukada dianggap kurang menantang bagi MK. Menurut Mahfud MD, lazimnya tiap perkara, sengketa pemilihan di daerah memiliki pola serupa. Tudingan pihak berperkara umumnya berkisar di politik uang, carut-marut Daftar Pemilih Tetap, dan penggunaan jabatan struktural untuk memenangkan salah satu pasangan calon.
Satu hal, Mahfud mengingatkan, peradilan di daerah lebih rentan diserang secara halus, yakni melalui suap, maupun secara kasar, yaitu penyerangan terhadap institusi peradilan itu. Di daerah saat ini, kata dia, KPU dibakar. Kalau di MK, jauh dari orang-orang yang emosi, sehingga MK bisa lebih tenang.
Menurut Mahfud, Mahkamah Konstitusi sesungguhnya ingin punya wewenang lain, yakni mengadili komplain konstitusional. Misalnya, ada orang berperkara di jalur perdata dan pidana tetapi mendapat putusan bertentangan. Atau perkara yang telah mendapat putusan berkekuatan hukum tetap dari Mahkamah Agung, tapi ternyata putusan itu salah. "Selama ini, constitutional complaint itu belum ada mekanismenya."
Hemat Biaya
Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi mengusulkan sengketa pemilihan kepala daerah diselesaikan di daerah. Misalnya, kembali ditangani pengadilan tinggi. Tujuannya, antara lain menghemat biaya calon kepala daerah, selain menghindari penumpukan kasus di Mahkamah Konstitusi.
Kepada wartawan usai menghadiri pembukaan Rapat Pimpinan Nasional Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia, oleh Wakil Presiden Boediono, di Jakarta, kemarin, Gamawan Fauzi mengemukakan, apa yang diusulkannya itu, masukan dari banyak pihak agar biaya penyelesaian sengketa pemilukada lebih murah.
Penyelesaian sengketa pilkada di daerah bisa dilakukan dengan dua cara. Yakni Mahkamah Konstitusi bersidang di daerah atau dikembalikan ke pengadilan tinggi. Sistem mana yang dipilih, semua masih disusun, dan akan dibicarakan pemerintah dengan DPR. Dari situ akan ditentukan mana yang terbaik dan cocok untuk daerah.
Sebelum diambilalih MK, sengketa pemilihan umum daerah diselesaikan di daerah. Hasil pemilihan di tingkat kabupaten dan kota diadili di pengadilan tinggi, sedangkan pemilihan kepala provinsi dilakukan di Mahkamah Agung. Kewenangan itu dialihkan ke Mahkamah Konstitusi, yang wajib menyelesaikan setiap perkara dalam jangka waktu 14 hari.
Selain mengusulkan penyelesaian sengketa pilkada di daerah, dalam perubahan UU Pemilu, Pemerintah mengusulkan penyederhanaan penyelenggaraan Pemilu. Intinya, untuk pemilu mendatang akan lebih banyak diisi dengan debat di media massa, dibanding pengerahan massa, pemasangan alat peraga yang jor-joran.
Dari sejumlah penyelenggaraan pemilukada, Mendagri mengemukakan, hingga kini sudah menandatangani 41 surat keputusan pengangkatan bupati/wali kota dalam 244 Pilkada dari 108 daerah yang telah menyelenggarakan pemilihan.
© Copyright 2024, All Rights Reserved