Pendiri Soksi, Suhardiman, ditinggal utusan 23 provinsi peserta Munas IX tahun 2010. Mereka meninggalkan arena di Hotel Ever Green, Cisarua, Bogor, Minggu (23/05). Mereka lalu melanjutkan acaranya, berpindah ke Hotel Royal Safari Garden, Cisarua. Utusan 23 provinsi itu kini ber-munas di Aula Badak, di Puncak, Bogor itu.
"Kami pindah dari lokasi Munas awal, demi keamanan. Karena itu 23 provinsi menolak apa yang menjadi keputusan Suhardiman," kata Ketua Soksi Maluku, R Lou Hen Dessy kepada pers, Minggu.
Para peserta tak terima tindakan Suhardiman menutup Munas dengan alasan deadlock. Ketua Dewan Penasihat Soksi itu menyimpulkan Munas menemui jalan buntu, karena tidak ada kesepakatan soal domisili kandidat ketua umum.
Mereka menilai, Suhardiman selaku pendiri tidak punya kewenangan membuat kesimpulan Munas buntu. Yang memutuskan deadlock itu, kata Lou, seharusnya pimpinan sidang Munas, bukan keputusan Suhardiman. "Ini jelas sebuah tindakan yang melanggar AD/ART Soksi."
Ketua Soksi Kepri, Yun Wahyudi bahkan terang-terangan menuding Suhardiman, sang pendiri Ormas itu inkonstitusional. Menurut dia, tidak benar sidang paripurna Munas Soksi itu mengalami kebuntuan.
"Kami 23 provinsi menolak keputusan Suhardiman," kata Ketua SOKSI Kepri, Yun Wahyudi saat ditemui di arena baru Munas, Minggu.
Ambilalih Munas
Suhardiman menutup Musyawarah Nasional (Munas) IX Sentral Organisasi Karyawan Swadiri Indonesia (SOKSI), Minggu, pukul 10.45 WIB, meski hanya dihadiri dua pimpinan sidang. Ia menafikan suara mayoritas yang menganggap acara bisa terus dilanjutkan.
Dalam pidatonya, Suhardiman menyatakan menutup acara tersebut. Ia lalu mengambilalih Munas, dan akan menentukan kepengurusan yang baru tiga bulan mendatang.
Para peserta dari 23 provinsi, yang rupanya pendukung calon ketua umum SOKSI Rusli Zainal, yang juga Gubernur Riau, berpendapat Munas sengaja diciptakan deadlock. Dengan begitu, Suhardiman bisa mengambilalih untuk memaksakan calon ketua umum piihannya.
"Ini upaya untuk menjegal kandidat kami, Rusli Zainal. Munas tidaklah deadlock. Kami tidak terima tindakan Suhardiman itu," kata Jusam, pendukung Rusli.
Dalam Munas kali ini, dua kandidat calon ketua umum bersaing. Selain Rusli Zaenal, juga ada Ade Komarudin --keduanya Ketua DPP Partai Golkar. Mereka bersaing kuat untuk mengendalikan salah satu Ormas pendukung utama Partai Golkar tersebut.
Kubu Rusli protes terhadap salah satu isi tata tertib Munas, yang mengharuskan kandidat berdomisili di Ibu Kota Negara, di DKI Jakarta. Ini merugikan Rusli, yang di tengah aktifitasnya sebagai salah satu petinggi Partai Golkar, juga mengabdi sebagai Gubernur Riau untuk periode keduanya.
Jadwal Molor
Kerasnya pertentangan dua kubu itu, sehingga membuat jadwal pemilihan calon ketua umum di Munas Soksi, terus molor. Seharusnya acara itu sudah berakhir Sabtu (22/05) malam. Namun urusan memilih calon orang nomor satu ini terus molor, karena pertentangan isi tatib itu.
Komisi A bidang organisasi yang membahas tatib pasal 41, itu memang menyebutkan calon ketua umum harus berdomisili di Jakarta. Ini menguntungkan posisi Ade Komaruddin, anggota Fraksi Golkar DPR, yang memang berdomisili di Jakarta.
Wakil Sekretaris Dewan Pimpinan Daerah (Depidar) Kalimantan Timur, Sutarno Wijaya mengatakan, pasal tersebut jelas upaya untuk menjegal kandidat dari luar Jakarta. Ia heran, zaman sudah semaju ini, tetapi pola pikir justru mundur. "Sekarang ini transportasikan sangat mudah untuk ke Jakarta."
Sutarno juga menjelaskan, pimpinan di Soksi itu kolektif. Dalam struktur jabatan, kata dia, ada sekretaris, wakil ketua dan jajaran pengurus lainnya. Jajaran pengurus lainnya bisa saja berdomisili di Jakarta. "Jadi tidak masalah kan kalau ketuanya dari luar Jakarta. Pasal tersebut seakan dipaksanakan untuk menghalangi kesempatan pengurus SOKSI dari daerah."
Langganan Ricuh
Bukan kali ini saja Munas Soksi berlangsung ricuh. Pada 2007, kondisi yang sama juga terjadi. Ketika itu, kepengurusan pecah. Kubu lama mengklaim pengurus baru tidak sah. Dan Suhardiman kembali turun tangan mengambilalih jalannya organisasi.
"Saya sebagai ketua dewan pembina menginginkan organisasi ini tetap jalan. Saya akan memanggil kedua pihak untuk didengarkan keterangannya masing-masing," kata Suhardiman kepada pers, di kantornya, Jl Teluk Betung, Jakarta, Senin, 6 Agustus 2007.
Setelah mendengarkan keterangan kedua belah pihak, Suhardiman berjanji akan memutuskan untuk segera mengakhiri konflik internal tersebut. Ketika itu, ia menjanjikan dalam seminggu sudah ada keputusan.
Kekisruhan ini berlangsung saat Munas, 29-31 Juli 2007. Saat itu Dewi Asmara Oetojo mengklaim terpilih sebagai ketua dewan pengurus baru. Namun, ketua yang lama, Lawrence TP Siberian menganggap pemilihan Dewi tak sah.
"Munas itu belum selesai. Dan tidak menghasilkan apa-apa," ujar Lawrence.
Juru bicara kubu Dewi, Muslimin Fattah menjelaskan, kubunya sudah terpilih secara sah. Terpilihnya Dewi, kata dia, sudah melalui mekanisme yang tepat. "Ibu Dewi didukung lebih dari 30 persen suara daerah. Dia saat itu adalah calon tunggal."
© Copyright 2024, All Rights Reserved