Perjalanan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ke Amerika Serikat membuah hasil yang cukup menggembirakan. Ini tak lain karena pihak Amerika menyetujui penundaan pembayaran utang senilai US$212 juta (sekitar Rp1,9 triliun, kurs Rp9.300) kepada Indonesia. Selain itu Presiden SBY juga sedang giat-giatnya mencari sumber pendanaan luar negeri untuk pembangunan di Indonesia salah satunya adalah tawaran Pemerintah China sebesar US300 juta untuk membiayai proyek-proyek infrastruktur di Indonesia.
Persetujuan penundaan pembayaran utang tersebut ditandatangani oleh Dirjen Perbendaharaan Negara Departemen Keuangan Mulia Nasution dengan Dubes AS untuk Indonesia B Lynn Pascoe di Jakarta, Selasa (14/6) lalu. Hal tersebut dilakukan untuk membantu Indonesia mengatasi kesulitan mencari sumber pendanaan dalam rangka menangani korban tsunami di Aceh.
Penandatanganan persetujuan penundaan pembayaran utang tersebut dilakukan Dirjen Perbendaharaan Negara Mulia Nasution dengan Dubes AS untuk Indonesia B Lynn Pascoe di Jakarta, Selasa (14/6).
Menurut Kepala Biro Hubungan Masyarakat Departemen Keuangan Marwanto Hardjowiryono dalam siaran pers kemarin, penundaan pembayaran utang ini merupakan bagian dari moratorium dalam skema Paris Club.
Sementara itu, pemerintah tetap memprioritaskan penggunaan utang sebesar US$300 juta (sekitar Rp2,7 triliun) yang ditawarkan China untuk membiayai proyek-proyek infrastruktur.
Menteri Keuangan (Menkeu) Jusuf Anwar menyampaikan hal ini usai rapat koordinasi bidang ekonomi tadi malam di Jakarta. Rapat itu membahas persiapan kunjungan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ke China minggu kedua Juli 2005.
Beberapa proyek infrastruktur yang kini sedang disiapkan pemerintah, antara lain dari Departemen Perhubungan, yakni proyek rel kereta api (KA) ganda (double track) Cirebon-Kroya senilai US$226 juta dan pembelian 50 unit lokomotif KA senilai US$60 juta.
'Kami akan membawa kepada mereka semua proyek prioritas, seperti listrik, bendungan, dan KA, yang intinya menyerap tenaga kerja untuk mengurangi kemiskinan,' kata Menkeu.
Karena dana pinjaman yang ditawarkan China hanya US$300 juta, pemerintah akan menyeleksi ketat proyek yang hendak dibangun tersebut.
'Jika semuanya, dana sebesar US$300 tidak akan cukup, karena nilai keseluruhan proyek infrastruktur pemerintah kurang lebih US$675 juta,' ujar Jusuf.
Kini, China menjadi negara pemberi pinjaman paling potensial. Pinjaman yang ditawarkan China cukup lunak, seperti halnya utang yang diberikan Bank Dunia dan Bank Pembangunan Asia (ADB).
'Pinjaman US$300 juta itu bagian dari persetujuan Presiden Yudhoyono dengan Presiden China beberapa waktu lalu. Nah, sekarang kami akan menindaklanjutinya,' ungkap Menkeu.
© Copyright 2024, All Rights Reserved