Pasokan air di dunia kini menipis akibat perubahan iklim dan kebutuhan yang meningkat akan pangan, energi serta kebersihan dan kesehatan bagi penduduk yang terus bertambah. Perubahan iklim akan secara drastis mempengaruhi produksi pangan di Asia Selatan dan Afrika Selatan antara sekarang dan 2030.
Pasokan air di dunia kini menipis akibat perubahan iklim dan kebutuhan yang meningkat akan pangan, energi serta kebersihan dan kesehatan bagi penduduk yang terus bertambah. Perubahan iklim akan secara drastis mempengaruhi produksi pangan di Asia Selatan dan Afrika Selatan antara sekarang dan 2030.
Demikian hasil sebuah studi yang dilakukan PBB. “Air segar tak dimanfaatkan secara berkelanjutan. Masa depan kita tak pasti dan risikonya diperkirakan akan bertambah parah," kata Dirjen UNESCO Irina Bokova.
Tuntutan dari sektor pertanian, menyedot sebanyak 70 persen air segar yang digunakan secara global. Angka itu akan naik sebanyak 19 persen sampai 2050 saat penduduk dunia membengkak sebanyak 2 miliar sampai 9 miliar jiwa.
Petani nantinya perlu menanam 70 persen lagi pangan sampai saat itu, sementara standar hidup yang meningkat berarti setiap individu akan memiliki tuntutan daging dan makanan yang lebih banyak.
Laporan itu yang rencananya akan dibahas di Forum Air Dunia, di Marseille, Prancis meyebutkan, jumlah air yang disedot dari bawah tanah yang disedot telah naik jadi 3 kali lipat dalam 50 tahun belakangan. Ini yang kemampuan air menopang musim kemarau semakin berkurang.
Pasokan air di banyak wilayah justru tampaknya menyusut akibat perubahan pola curah hujan, kemarau yang lebih parah, pencairan gletser dan perubahan aliran sungai. “Perubahan iklim akan secara drastis mempengaruhi produksi pangan di Asia Selatan dan Afrika Selatan antara sekarang dan 2030," ujar laporan tersebut.
© Copyright 2024, All Rights Reserved