Digital platform yang menyediakan konsultasi online, MeetDoctor, mengunjungi Kantor Pengurus Pusat Ikatan Apoteker Indonesia (PP IAI) di Jakarta, Jumat (19/01). Kedatangan tersebut untuk menyampaikan permohonan maaf dan sekaligus mengklarifikasi kasus pelecehan profesi apoteker yang sudah dilakukan oleh seorang dokter melalui platform tersebut.
“Kedatangan kami bersama rombongan hanya untuk menyerahkan surat permohonan maaf secara tertulis. Surat tersebut sudah ditandatangani oleh Presiden Direktur Naoto Shimazu dan jajaran terkait,” kata Digital Marketing Manager, Lugiardo Eka Putra di Jakarta.
Dijelaskan, dalam surat tersebut disampaikan permohonan maaf kepada apoteker di seluruh Indonesia. Bahkan, dalam surat tersebut, pihaknya juga menyampaikan berbagai klarifikasi mengenai persoalan yang muncul di media sosial selama ini. Padahal, pihaknya tidak pernah menyalahgunakan akun pribadi seorang dokter untuk kepentingan perusahaan.
“Dalam surat itu, kami menyampaikan bahwa kami tidak pernah menyalahgunakan akun pribadi dokter yang kami buat untuk kepentingan perusahaan. Kami juga tidak pernah menggunakan operator untuk menjawab pertanyaan di website dengan mengatasnamakan seorang dokter,” ungkapnya.
Menurutnya, persoalan pelecehan profesi apoteker yang terjadi itu, berawal dari jawaban atas sebuah pertanyaan yang dijawab oleh dr Ari Triwibowo. Di antaranya menyebut, “Untuk penggunaan obat, janganlah menanyakan ke apoteker, karena memang bukan kompetensinya dan mereka tidak memiliki pengetahuan mengenai fungsional tubuh dan penyakit’.
“Pernyataan itu dinilai telah melukai apoteker di seluruh Indonesia dan menimbulkan polemik yang berkepanjangan. Ketika dikonfirmasi melalui akun media sosialnya, dr Ari berkilah sudah tidak lagi bekerja di perusahaan tersebut sejak tahun 2015. Bahkan, dia tidak mau bertanggungjawab atas pernyataan itu. Kami pun menolak sanggahan dr Ari,” urainya.
Diakuinya, dokter yang bersangkutan memang benar adanya dan dokter tersebut pernah menjadi dokter internal di perusahaannya sejak bulan Agustus 2014 hingga Juli 2015. Dokter tersebut juga bertugas menjawab pertanyaan di website dan review artikel kesehatan.
“Kami sudah berkomunikasi dengan dr Ari. Hasilnya, yang bersangkutan memiliki itikad baik dan berniat akan bertemu dengan PP IAI untuk menyampaikan permohonan maaf serupa. Hal itu dia lakukan, karena seperti, dokter itu sudah menyadari kesalahannya,” bebernya.
Menanggapi hal itu, Ketua Umum PP IAI, Nurul Falah Eddie Pariang menambahkan, ke depannya, para apoteker harus terus intropeksi diri dalam melakukan praktek kefarmasian yang profesional dan bertanggung jawab. Sehingga apoteker bisa menambahk kompetensi melalui pembelajaran yang berkelanjutan.
“Ke depannya, peristiwa ini bisa menjadi pelajaran, kalau profesi kesehatan seharusnya berkolaborasi dan tidak saling menyalahkan. Karena dengan berkolaborasi yang diuntungkan adalah masyarakat. Sehingga kami tak ada alasan untuk menolak permohonan maaf media konsultasi online tersebut,” tegasnya.
Diungkapkan, saat ini merupakan jaman Patient Centered Care. Dimana, pasien dirawat oleh berbagai profesi kesehatan dengan latar belakang kompetensi yang berbeda. Perawat melakukan asuhan keperawatan. Pasien yang dirawat oleh tenaga kesehatan dengan latar belakang kompetensi yang berbeda-beda ini diharapkan akan cepat mengalami recovery.
“Jadi dokter yang menegakkan diagnosis, apoteker melakukan praktek kefarmasian, melayani resep yang sudah ditulis dokter. Kemudian, apoteker melakukan pelayanan informasi obat. Di antaranya, cara pakai, bagaimana kemungkinan efek samping jika timbul, kemungkinan interaksi obatnya dengan obat lain yang diminum,” imbuhnya.
Terkait tuduhan apoteker tidak memiliki kompetensi mengenai obat, Nurul menegaskan justru kompetensi apoteker ada di bidang kefarmasian atau obat. Sebenarnya, Indonesia tinggal meniru saja apa yang dilakukan apoteker di negara maju. Banyak sarana untuk itu, baik pertemuan peningkatan kompetensi secara fisik maupun juga melalui media digital atau online.
“Apoteker itu sebenarnya belajar mulai dari bagaimana senyawa aktif farmasi yang terdapat di dalam obat, mulai dari sifat fisikokimia, bagaimana obat itu nanti akan dibuat, didesain, apa bentuk salep, krim, tablet, kapsul maupun salut enterik dimana tujuannya penyerapan obat pecah di usus bukan di lambung. Selain itu, apoteker juga tahu mulai dari mengenali senyawanya, sampai dengan cara dibuat,” ucapnya.
Tidak disitu saja, lanjut Nurul, setelah obat itu dibuat, apoteker memahami bagaimana obat itu setelah masuk ke tubuh, apoteker belajar farmakodinamika dan farmakokinetika. Sehingga mengetahui bagaimana obat itu menuju ke reseptornya di dalam tubuh. Bahkan, apoteker tahu berapa dosis yang tepat untuk pasien.
“Jadi apoteker bisa menghitungkan dosisnya. Kalau dosisnya kurang, obat menjadi tidak efektif. Sebaliknya, kalau dosis berlebihan maka obatnya akan menjadi berbahaya. Karena apoteker juga belajar upaya preventif dan promotif kesehatan masyarakat serta pengelolaan sediaan farmasi dan alat kesehatan,” pungkas Nurul.
© Copyright 2024, All Rights Reserved