BEBERAPA saat lagi kita akan masuk ke tahapan pencoblosan dalam tahapan pemilu 2024 yang kita sangat harapkan akan berlangsung jujur dan adil.
Hal ini tentu menjadi harapan semua anak bangsa seperti yang disuarakan sejumlah kampus, tentu harus diapresiasi.
Himbauan moral dari kampus itu menunjukkan masih banyak kaum akademisi kita dan masih memiliki rasa cinta dan perhatian civitas akademika terhadap masa depan bangsa.
Pernyataan kaum akademisi dan intelektual bangsa yang menyuarakan Pemilu yang jujur dan adil serta bersih jangan justru dicurigai sebagai bagian dari agenda agenda yang tidak berdasar seperti misalnya, aksi itu ditunggangi kepentingan tertentu dengan tujuan untuk menjatuhkan pemerintah.
Suara-suara yang ingin pemilu jujur dan adil harus diapresiasi, ditimbang-timbang dengan bijak. Semua pihak harus memastikan dan mengawal pemilu berjalan dengan baik karena ini kepentingan bersama.
Jeritan keprihatinan kaum akademisi itu semata mata bentuk kepedulian terhadap masa depan bangsa dan harapan besar mereka agar pemilu berlangsung jujur, adil, dan menghasilkan pemimpin nasional terbaik.
Justru semua pihak seharusnya menyambut dengan positif himbauan moral kaum terpelajar itu yang tentunya harus dihiraukan juga oleh para penyelenggara negara, penyelenggara pemilu, termasuk oleh presiden. Semua masih dalam kerangka dan koridor yang sesuai dengan pesan moral dan kepentingan bangsa dalam tata kelola negara yang mengedepankan moral dan etika.
Adanya suara suara dan kekhawatiran pemilu bakal diwarnai kecurangan, seharusnya dilihat sebagai peringatan dini agar pemilu tahun 2024 harus dapat berlangsung jujur dan adil serta bersih dan hasilnya bisa di terima oleh semua pihak.
Pemilu merupakan ajang demokrasi lima tahunan untuk memilih pemimpin nasional. Ini menjadi momentum penting bagi masa depan bangsa dan negara. Maka, siapa pun yang terpilih dalam ajang lima tahunan itu harus dihormati dan tetap menjunjung tinggi persatuan di atas perbedaan pilihan.
Untuk bisa terwujud Pemilu tahun 2024 bisa berjalan dengan jujur dan adil serta bersih tentu kita harus memiliki pemimpin yang berjiwa seorang negarawan yang kita sangat harapkan netral serta tidak mementingkan dirinya sendiri dan kelompoknya.
Dalam Pemilu tahun 2024 ini, Indonesia membutuhkan para pemimpin yang tidak memikirkan hal hal yang bersifat pendek namun jauh kedepan, yang tidak hanya mengamankan posisi politiknya.
Presiden sebagai pemimpin bangsa jangan justru lebih condong untuk mengutamakan kepentingan elektoral salah satu pasangan calon. Hal tersebut bukanlah sikap seorang presiden sebagai negarawan. Seharusnya presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan wajib bersikap netral dan memfasilitasi seluruh aktivitas pemilu berdasarkan prinsip keadilan.
Presiden sebagai kepala negara berkewajiban untuk menjaga dan menjadi contoh bagaimana keadaban atau akhlak berdemokrasi itu menjadi tingkah laku dalam kehidupan bernegara.
Jangan sampai Pemilu tahun 2024 justru membuat bangsa kita krisis etika, hukum, merosotnya demokrasi, dan bangsa kita mengalami darurat kenegarawanan dalam penyelenggaraan pemerintahan.
Pemilu tahun 2024 jangan sampai menjadi ajang yang mempertontonkan penyelenggara negara tidak demokratis dan justru ditemukan Pemimpin bangsa, Aparatur Sipil Negara, TNI dan Polri yang terlibat dalam praktek praktek yang tidak netral dalam Pemilu 2024 ini.
Kaum akademisi dan intelektual bangsa harus terus menyuarakan dan mendesak agar para penyelenggara negara harus bersikap adil dan netral sebagaimana mestinya. Penyelenggara negara harus menjalankan tugasnya, yakni menjaga nilai-nilai netralitas yang melekat kepadanya.
Menjadi tugas seluruh anak bangsa untuk terus mengingatkan semua pihak untuk menjaga persatuan dan kesatuan Indonesia, serta mengedepankan dan mengutamakan kepentingan nasional di atas kepentingan pribadi, kelompok, golongan, ataupun kepentingan partai politik.
Pemilih diminta menggunakan suara hati dan kecerdasan serta mengabaikan segala rayuan dan tekanan dalam menentukan pilihan di bilik suara nanti. Mari gunakan hak pilih kita dengan cara mendengarkan suara hati kita. Mungkin kita akan mendapat bisikan atau rayuan, tetapi tetap pada suara hati nurani sendiri saat berada di dalam bilik suara.
Saat ini, Indonesia seperti bangunan rumah yang indah. Namun, tanpa etika dan moral sebagai tiangnya, Indonesia sebagai rumah akan rentan rapuh dan hancur. Semua anak bangsa khususnya kaum akademisi dan intelektual bangsa hendaknya terus untuk menyerukan pentingnya moralitas dalam berbangsa dan bernegara.
Pemilu tahun 2024 perlu diwujudkan dengan menjunjung tinggi etika dan moral. Pemilu yang hanya berlangsung lima tahun sekali jangan sampai mengakibatkan perpecahan di masyarakat. Semua pemangku kepentingan pemilu juga diharapkan menciptakan pemilu yang bermartabat sehingga bisa melahirkan pemimpin yang bersosok negarawan.
Pemimpin bangsa dan penyelenggara Pemilu harus bisa memastikan bahwa Pemilu tahun 2024 harus berjalan semakin baik dan jurdil. Pelaksanaan pemilu bukan hanya harus sesuai prinsip langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil, melainkan juga harus bermartabat, beretika, dan menjaga marwah dan nilai keindonesiaan.
Pemilu tahun 2024 harus bisa melahirkan pemimpin yang terbaik dan dapat dipercaya dan itu harus kita mulai dari menggunakan hak pilih secara bertanggung jawab, ikuti suara hati nurani serta abaikan bujukan dan intimidasi, aktif mengawasi pemilu, pilih yang bermartabat, menjunjung tinggi persatuan bangsa, serta tidak memusuhi mereka yang berbeda pilihan.
Pemilu tahun 2024 akan berjalan dengan baik dan di terima semua pihak dengan kunci bahwa penyelenggara pemilu dan penyelenggara negara untuk tetap menjaga prinsip netralitas dan akuntabilitas. KPU, Bawaslu, aparatur sipil negara, TNI, Polri, lembaga kepresidenan, dan lembaga negara lainnya sangat penting dalam menjaga netralitas sebab akan menentukan kualitas pemilu tahun 2024.
Kita semua masih berkeyakinan bahwa proses berpolitik yang menjunjung tinggi nilai-nilai kerakyatan dan persaudaraan akan meningkatkan kualitas, integritas, dan kedewasaan berdemokrasi bangsa. Dengan demikian, proses demokrasi dapat memberikan hasil yang mampu menjamin legitimasi hukum dan politik bagi siapapun yang terpilih nantinya.***
Roy Fachraby Ginting
Penulis Merupakan Dosen Universitas Sumatera Utara (USU)
© Copyright 2024, All Rights Reserved