Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menunjuk Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kutai Timur, Kaltim, untuk menjadi pihak dalam proses arbritase yang dilakukan International Centre for Settlement of Investment Disputes (ICSID) terkait gugatan perusahaan tambang asal Inggris, Churchill Mining Plc.
Penunjukan Pemkab Kutai Timur, Kaltim, sebagai pihak yang menghadapi gugatan arbritase senilai US$2 miliar atau setara Rp19 triliun itu tertuang dalam Keputusan Presiden Nomor 30 Tahun 2012 yang ditandatangani oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 22 September lalu.
Sebagaimana dikutip dari laman Sekertariat Kabinet, dalam Keppres itu disebutkan bahwa penunjukan kepada Pemkab Kutai Timur itu tidak diperlukan persetujuan dari ICSID. Hal itu sebagaimana diatur dalam Pasal 25 ayat (3) Konvensi tentang Penyelesaian Perselisihan antara Negara dan Warga Negara Asing mengenai Penanaman Modal (Convention on the Settlement of Investment Disputes between States and Nationals of other States).
Presiden juga menugaskan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Amir Syamsudin untuk melakukan tindakan yang diperlukan agar penunjukan kepada Pemkab Kutai Timur dicatatkan dan diumumkan oleh ICSID sesuai dengan konvensi, peraturan, dan aturan dalam ICSID.
Terkait dengan penerbitan Keputusan Presiden Nomor 30 Tahun 2012 itu, pada hari yang sama (22/09), Presiden SBY juga menerbitkan Keputusan Presiden Nomor 31 Tahun 2012 yang menegaskan bahwa perselisihan yang timbul dari keputusan tata usaha negara yang dikeluarkan oleh pemerintah kabupaten dalam wilayah Republik Indonesia sebagai perselisihan yang tidak diserahkan penyelesaiannya pada yurisdiksi ICSID.
Sikap Presiden itu merujuk pada Pasal 25 ayat (4) Konvensi tentang Penyelesaian Perselisihan antara Negara dan Warga Negara Asing mengenai Penanaman Modal. Yakni memberi hak kepada negara penandatanganan untuk melakukan pemberitahuan (notification) ke ICSID tentang jenis perselisihan yang akan atau tidak akan diserahkan penyelesaiannya pada yurisdiksi ICSID.
Pemerintah RI telah menandatangani konvensi itu dan meratifikasinya dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1968.
Presiden SBY menugaskan Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsudin untuk melakukan tindakan yang diperlukan. Tujuannya agar penetapan terkait perselisihan yang timbul dari keputusan tata usaha negara yang dikeluarkan oleh pemerintah kabupaten dalam wilayah Republik Indonesia sebagai perselisihan yang tidak diserahkan penyelesaiannya pada yurisdiksi ICSID dicatatkan dan diumumkan oleh ICSID.
Penyitaan Aset
Churchill Mining Plc merupakan perusahaan yang mengeksplorasi batubara di daerah Kabupaten Kutai Kartanegara, Kaltim, sejak 2008. Perusahaan ini menggugat pemerintah RI sebesar US$2 miliar pada 22 Mei 2012. Alasan gugatan karena Pemerintah Provinsi Kaltim telah menyita aset miliknya tanpa kompensasi yang layak.
Gugatan Chruchill Mining ditujukan kepada Bupati Kutai Timur, Presiden Republik Indonesia, Kementerian Luar Negeri, Kementerian ESDM, dan BKPM.
Churchill Mining masuk ke Kaltim dengan mengakuisisi 75% saham perusahaan lokal bernama Ridlatama Group, dan memperkirakan ada cadangan batubara sebesar 2,73 miliar ton. Dengan cadangan ini potensi penghasilan mencapai US$700 juta–1 miliar per tahun dalam 20 tahun ke depan.
Sementara, Pemerintah Provinsi Kaltim menyatakan, pencabutan izin eksplorasi di lahan yang dikuasai Churchill Mining karena tempat tersebut berada di hutan produksi dan tidak memiliki izin eksplorasi dari Menteri Kehutanan.
Sementara pihak Churchill Mining menganggap diri mereka yang benar, karena itu membawa masalah ini ke pengadilan internasional untuk sebuah arbritase.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam Sidang Kabinet Paripurna pada 28 Juni lalu menegaskan, Pemerintah Indonesia harus menang dalam menghadapi gugatan Churchill Mining Plc itu.
“Saya berharap menang, karena saya juga tidak ingin perusahaan multinasional itu melakukan apa saja dengan kekuatan internasionalnya untuk menekan negara berkembang seperti Indonesia,” kata Presiden SBY saat itu.
© Copyright 2024, All Rights Reserved