Direktorat Jenderal Imigrasi telah mendatangi Kedutaan Besar Jepang untuk menanyakan perihal kemungkinan keberadaan buronan terpidana 4 tahun, Samadikun Hartono, dalam kasus penyalahgunaan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) di negeri Sakura itu.
Kedubes Jepang mengakui telah memberikan visa terhadap Komisaris Utama Bank Modern itu untuk pergi ke Jepang pada 31 Maret 2003 lalu. Namun, belum ditemukan bukti bahwa yang bersangkutan memang tengah berada di negara tersebut.
Karenanya, pihak Imigrasi Indonesia telah meminta kerja sama dengan imigrasi Jepang melalui Kedubesnya di Jakarta untuk melacak keberadaan terpidana itu di sana. Kahumas Ditjen Imigrasi Ade. E. Dachlan mengatakannya dalam perbincangan dengan SH, Rabu (23/7).
”Suratnya (permintaan kerja sama dengan Imigrasi Jepang-Red) sudah hari ini kita kirimkan. Sebelumnya, Selasa (22/7), kita sudah mendatangi Kedubes Jepang dan mereka mengakui sudah memberikan visa kepada Samadikun per tanggal 31 Maret (2003) lalu,” ujar Ade seperti ditulis Sinar Harapan.
Ia memaparkan dengan kerja sama itu diharapkan keberadaan Samadikun dapat ditemukan meski yang bersangkutan pergi ke luar negeri bukan melalui exit point atau tempat keberangkatan yang resmi. Sementara itu, pengecekan terhadap kepergian Samadikun melalui 124 tempat keberangkatan di Tanah Air hingga kini diakuinya masih belum menemukan titik terang.
Sementara itu, Kordinator Judicial Watch Indonesia Andi M. Asrun mengkritik kerja aparat Kejaksaan yang tidak mengantisipasi kaburnya Samadikun. Ia menengarai adanya ”permainan” di balik tidak jelasnya keberadaan terpidana itu.
Aparat intelijen Kejaksaan seharusnya bisa mengetahui keberadaan terpidana yang harusnya hendak diekseskusi itu.Intel Kejaksaan padahal kerap kali menunjukkan kinerjanya yang baik untuk mengetahui keberadaan tersangka atau terdakwa dalam kasus-kasus politik, sementara untuk kasus- kasus korupsi justru terlihat sebaliknya. Ini dikatakannya kepada SH, Rabu (23/7), di Jakarta.
”Ini sungguh sesuatu yang tidak lucu. Bagaimana mungkin tidak bisa diantisipasi? Kan, Kejaksaan punya intel yang hebat untuk mengawasi tersangka atau terpidana. Banyak tersangka untuk kasus-kasus politik cepat sekali ditemukan, sedang kasus korupsi kenapa banyak yang justru bisa buron,” tukasnya.
Sebelumnya, Kapuspenkum Kejaksaan Agung Antasari Azhar berkeyakinan Samadikun tidak menggunakan izin berobat ke Jepang yang telah dikeluarkan Kejagung untuk melarikan diri. Alasannya, sebelumnya ada pemberitahuan dari kuasa hukum terpidana itu yang menyatakan izin itu tidak digunakan karena yang bersangkutan takut terkena penyakit SARS.
Izin itu berlaku selama 14 hari dan berakhir April 2003 untuk berobat ke RS Kokuro Memorial Hospital di Tokyo, Jepang. Namun, untuk antisipasi, Kejagung menurut Antasari juga sudah menghubungi RS itu untuk mengetahui keberadaan Samadikun.
”Sebelumnya sudah ada pemberitahuan dari kuasa hukum Samadikun yang menyatakan bahwa izin tersebut tidak digunakan karena ia takut terkena SARS. Samadikun sendiri saat keluar (Indonesia) ataupun masuk tidak ada laporan. Berarti, ada asumsi izin tersebut tak digunakan,” ujarnya di Kejagung lusa lalu
© Copyright 2024, All Rights Reserved