Tidak ada yang istimewa dengan postur kabinet yang disiapkan Presiden Terpilih Joko Widodo. Besarnya jatah kementerian yang akan diduduki kader partai politik dinilai karena kuatnya pengaruh tekanan politik, terutama dari Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Megawati Soekarnoputri dan Wakil Presiden terpilih, Jusuf Kalla.
“Jadi tidak istimewa. Profesional parpol itu istilah mengelabui saja," ujar peneliti bidang politik dari Center for Strategic and International Studies (CSIS) Arya Fernandes kepada pers, Rabu (17/09).
Postur kabinet ini menggambarkan, Jokowi tidak mampu lepas dari aktor-aktor politik yang bermain di belakangnya. “Sangat jelas ada aktor-aktor politik yang bermain di balik ini tidak bisa dilepaskan oleh Jokowi,” ujar dia.
Arya mengatakan tidak ada yang istimewa dari komposisi kabinet yang diumumkan Jokowi itu. Justru awalnya, banyak yang memprediksi Jokowi sesuai janjinya saat kampanye akan memberi porsi lebih besar kepada profesional lebih dari 20 kementerian.
"Saya agak terkejut dengan komposisi 18 kursi profesional. Karena espektasi publik besar terhadap Jokowi, harusnya dibuktikan dengan porsi besar bagi profesional. Itu menunjukkan bahwa kepentingan politik di balik penetapan kuota itu sangat tinggi," ujar Arya.
Menurut Arya, setidaknya ada beberapa aktor yang sangat menentukan dalam penentuan komposisi kabinet Jokowi-JK. “Saya kira yang paling banyak saham itu kan PDIP. PDIP yang paling berkepentingan untuk tempatkan kadernya. PDIP di sini Megawati sebagai ketum. Kedua, saya kira faktor aktor JK," ujar Arya.
Menurut Arya, jika dikelompokkan setidaknya ada 3 aktor yang berperan dalam penentuan komposisi kabinet Jokowi-JK. Pertama aktor parpol koalisi, yaitu PDIP, PKB, NasDem, Hanura, dan PKPI. Kedua, aktor Megawati dan JK.
"Selanjutnya, aktor bisnis. Kalau tidak salah di KIB jilid 2 itu komposisinya 17-17. Sekarang hanya nambah satu, kurang satu. Jadi tidak istimewa,” tandas dia.
© Copyright 2024, All Rights Reserved