Persoalan cuaca menjadi sangat penting untuk menjamin keselamatan penerbangan. Statistik menunjukkan cuaca menjadi ancaman nomor satu dalam penerbangan. Sektor penerbangan perlu meningkatkan sistem informasi terkait cuaca dengan menerapkan program Amdar (Aircraft Meteorological Data Relay).
Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Andi Eka Sakya mengatakan, pihaknya sebagai badan resmi negara yang bertugas merilis informasi cuaca termasuk untuk kebutuhan penerbangan. Saat ini BMKG hanya memiliki Stasiun Meteorologi di 96 bandar udara.
"Padahal per April 2017, AIRNAV Indonesia sudah mempublikasikan bahwa saat ini terdapat 278 Kantor Pelayanan Navigasi Penerbangan yang melayani 680 Bandar Udara di seluruh Indonesia. Artinya, tidak semua bandar udara memiliki Stasiun Meteorologi," kata di sela workshop Aircraft Meteorological Data Relay (AMDAR), Selasa (23/05).
Menurutnya, saat ini pihak mengimplementasikan otomatisasi layanan meteorologi penerbangan penerbangan dengan sistem clustering yang dilakukan secara bertahap sebagai solusi. Hingga 2016, sistem pengamatan cuaca penerbangan otomatis telah diinstal oleh 91 bandar udara dan tahun 2017 telah diprogramkan untuk 42 bandar udara lainnya.
"Dunia penerbangan Indonesia membutuhkan sistem informasi prakiraan angin dan temperatur udara yang lebih cepat dan akurat. Mengingat perkembangan bisnis penerbangan di Indonesia meningkat sedemikian pesat, rata-rata 8 persen per tahun. Artinya, lalu lintas penerbangan akan semakin padat," ungkapnya.
Andi mengakui di beberapa negara, institusi pemerintah berkolabirasi dengan swasta telah mengembangkan otomatisasi layanan cuaca penerbangan Aircraft Meteorological Data Relay (AMDAR). Ini adalah sistem obervasi parameter cuaca paling efisien, berdasarkan biaya dan manfaat, serta melengkapi pengamatan di darat maupun di lapisan atas. AMDAR berkontribusi terhadap pengingkatan akurasi prakiraan angin dan temperatur udara di rute penerbangan.
"Karena ketersediaan data AMDAR terbukti mampu meningkatkan akurasi prakiraan fenomena cuaca berbahaya di rute penerbangan. Terdapat sekitar 40 airlines di seluruh dunia dengan jumlah pesawat lebih dari 4000 unit yang berpartisipasi pada program AMDAR. Sementara untuk Indonesia, belum satupun airlines yang berpartisipasi pada program AMDAR," paparnya.
Dijelaskan, padahal program AMDAR sangat bermanfaat terhadap peningkatan efisiensi operasional pesawat, dalam hal penggunaan fuel, dan peningkatan keselamatan operasional penerbangan. Dalam hal keselamatan operasional penerbangan, data AMDAR dapat menjadi informasi bagi pesawat agar mengindari fenomena cuaca berbahaya di rute penerbangan seperti turbulence, icing dan fenomena lainnya.
"Dimana saat ini sejumlah penerbangan melaporkan mengalami turbulence saat terbang melintasi wilayah Indonesia. Sebagai negara tropis mestinya tidak ada kasus turbulence. Tetapi faktanya kini banyak dilaporkan kasus-kasus turbulence di Indonesia," imbuh Andi.
Diungkapkan, sebagai awal implementasi program AMDAR di Indonesia, pada Maret 2017, pihaknya bersama Dirjen Perhubungan Udara dan Badan Pengkajian Penerapan Teknologi (BPPT) telah menyelenggarakan kegiatan diskusi untuk mempelajari potensi implementasi AMDAR. Saat ini worshop AMDAR yang diikuti oleh 6 perusahaan penerbangan berupaya memberikan gambaran lebih detail terkait program AMDAR.
"Program AMDAR itu sendiri diinisiasi World Meteorological Organization (WMO) bekerjasama dengan industri penerbangan dalam mengembangkan sistem pengamatan cuaca dari pesawat terbang. Data parameter cuaca yang terkumpul dikirimkan ke receiver di darat (ground) melalui komunikasi VHF (Aircraft Communications Addressing and Reporting System) atau melalui satelit (Aircraft to Satellite Data Acquisition and Relay)," tandas Andi.
© Copyright 2024, All Rights Reserved