Lembaga Konsultasi Bantuan Hukum Fakultas Hukum Universitas Indonesia (LKBH FHUI) dan LBH Apik di Jakarta Pusat melaporkan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU), Hasyim Asyari, ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), karena dugaan tindak asusila dengan salah satu Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN).
"Kami melaporkan Ketua KPU (Hasyim Asyari) ke DKPP atas pelanggaran etik integritas dan profesionalitas, yang melibatkan tindakan-tindakannya dalam membina hubungan personal, hubungan romantis dengan seorang PPLN," kata kuasa hukum korban, Aristo Pangaribuan, dikutip Jumat (19/4/2024).
Arsito menjelaskan kronologi peristiwa, Hasyim mulai mendekati korban, seorang PPLN, sejak Agustus 2023 sampai Maret 2024. Padahal korban sudah menolak didekati.
"Jadi ini terus-terusan, sampai akhirnya korban merasa sangat dirugikan. Dia mengundurkan diri dari PPLN," kata Aristo.
Aristo mengungkit tindakan asusila Hasyim terhadap Ketua Umum Partai Republik Satu, Hasnaeni Moein atau populer dengan nama Wanita Emas. Menurut dia, tindakan Hasyim terhadap PPLN relatif sama.
Namun Aristo membantah ada kepentingan politik pada kasus dugaan asusila Hasyim dengan PPLN yang nama dan asal negara penugasannya masih dirahasiakan.
"Kalau Hasnaeni itu kan ketua umum partai, punya kepentingan. Klien kami ini seorang perempuan, petugas PPLN, dia tidak punya kepentingan apapun. Dia merasa jadi korban dari hubungan relasi kuasanya," kata Aristo.
Aristo mengatakan, meskipun kliennya tidak diancam Hasyim, namun perbuatan Hasyim terhadap salah seorang jajaran petugas adhoc di luar negeri merupakan sesuatu yang melanggar etik.
Menurut Aristo, langkah hukum yang diajukan ke DKPP bukan karena kepentingan politik, mengingat rentang waktu pelaporan dengan kejadian dugaan asusila terpaut cukup lama.
"Sebenernya sudah mau dilaporkan dari saat (kejadian) terakhir, tapi takut kontraproduktif. Kenapa? Karena kan mau ada Pemilu waktu itu, dan ini sudah lama, ini proses penyusunannya kan juga tidak sederhana," kata Aristo.
AKhirnya diputuskan melapor sekarang. Tapi patut dicatat, kata Aristo, tidak ada kepentingan politik praktis apapun di sini, selain kepentingan korban.
Aristo juga membawa sejumlah alat bukti ke DKPP untuk membela kliennya, atas dugaan pelanggaran etik berupa tindakan asusila, yang melanggar Pasal 6 ayat 2 huruf a dan c jo. Pasal 10 huruf a; Pasal 6 ayat (3) huruf e jo. Pasal 12 huruf a jo. Pasal 14 huruf a dan d; Pasal 6 ayat (3) huruf f jo. Pasal 15 huruf a dan d Peraturan DKPP 2/2017.
"Ada (alat bukti yang diserahkan), misalnya percakapan-percakapan, ada foto-foto, ada bukti-bukti tertulis," pungkas Aristo. []
© Copyright 2024, All Rights Reserved