Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian menganggap pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 15 tahun 2003 tentang Tindak Pidana Terorisme oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) perlu lebih dipercepat, mengingat ancaman teror di Indonesia yang kian masif sehingga butuh payung hukum yang lebih menyesuaikan situasi yang ada saat ini.
Untuk mempercepat penyelesaian RUU tersebut, Kapolri menyarankan adanya pertemuan di luar rapat-rapat formal di DPR. "Sehingga saya menyarankan mereka konsinyering untuk mempercepat, mungkin di Puncak atau di mana supaya bisa dipercepat bersama unsur pemerintah," kata Tito kepada pers di Mabes Polri, Jakarta, Selasa (04/07).
Saat ini, poin yang cukup panjang dibahas yakni soal penindakan, pencegahan, dan penanganan terhadap korban aksi terorisme. Sejauh ini, baru separuh daftar inventarisasi masalah (DIM) yang yang selesai dibahas. Masih banyak pasal yang belum tuntas dibedah.
"Mereka bekerja, teman-teman di DPR hanya Rabu dan Kamis. Kalau Rabu atau Kamis libur, ya tidak kerja," ujar Tito.
Jika hanya mengandalkan agenda rapat berkala di DPR, diperkirakan paling cepat bulan Oktober 2017 mendatang revisi undang-undang tersebut baru selesai. "Sehingga bisa dilaksanakan kegiatan lobi-lobi di luar kegiatan formalnya. Saya yakin dalam waktu dua bulan sudah selesai," lanjut dia.
Adapun pasal yang belum selesai dibahas mengenai tindakan pencegahan. Polri perlu payung hukum untuk menjerat perbuatan awal yang mengarah pada aksi terorisme, seperti keberangkatan ke Suriah, perencanaan aksi teror, dan sebagainya.
Jika poin tersebut dipenuhi, kata Kapolri, maka kepolisian dapat melakukan upaya paksa yang lebih intens untuk mencegah terjadinya aksi teror. "Kalau mereka sudah ada bukti awal saja, sudah bisa kita kenakan. Tidak sampai terjadi peristiwa duluan baru ditindak," kata dia.
© Copyright 2024, All Rights Reserved