Moratorium perizinan usaha perikanan tangkap di wilayah pengelolaan perikanan Indonesia berimbas pada aktivitas kapal-kapal tangkap milik masyarakat. Pemerintah diminta untuk memperjelas sasaran moratorium tersebut agar tidak sumir dan diberlakukan secara pukul rata.
Demikian disampaikan Direktur Eksekutif Indonesia Maritime Institute (IMI) DR Yulian Paonganan kepada politikindonesia.com, Jumat (04/09). Ia menyebut, akibat kebijakan moratorium usaha perikanan tangkap, banyak pengusaha nasional yang melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap pekerjanya.
“Kapal di Indonesia banyak dan alat tangkapnya juga banyak. Namun tidak bisa disamaratakan begitu saja, karena fleet 30 GT itu hanya 3,7 persen yang terdaftar,” ujar pria yang akrab disapa Ongen itu.
Ia menyarankan, salah satu jalan keluar untuk mengatasi masalah ini, Menteri Kelautan dan Perikanan bisa menjalin komunikasi dengan nelayan lokal maupun pengusaha nasional, terkait persiapan fasilitas penangkapan dan regulasi.
Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengeluarkan Peraturan Menteri Nomor 56/Permen-KP/2014 tentang Penghentian Sementara (Moratorium) Perizinan Usaha Perikanan Tangkap di Wilayah Pengelolaan Perikanan Indonesia, yang berlaku 3 November 2014 hingga 31 Oktober 2015.
Dalam moratorium itu berlaku untuk kapal yang pembuatannya dilakukan di luar negeri dengan kapasitas di atas 30 GT.
Selain itu, menteri kelautan dan perikanan juga mengeluarkan pelarangan transshipment yang diberlakukan pemerintah melalui Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 57/Permen-KP/2014.
© Copyright 2024, All Rights Reserved