Pernyataan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo yang meminta TNI Angkatan Laut untuk berperan menjembatani bentrok yang terjadi antara anggota Yonif 134 Tuah Sakti TNI AD dengan Brimob Polda Kepulauan Riau dikritik. Pernyataan itu dinilai berbahaya.
“Mendagri ambil langkah keliru, soal permintaannya agar TNI Angkatan Laut (Marinir) menengahi kejadian Batam. Ini imbauan berbahaya," ujar mantan Staf Khusus Presiden Andi Arief kepada politikindonesia.com, di Jakarta, Kamis (20/11).
Tadi malam, dalam pernyataannya kepada media, Tjahjo meminta Kepala Staf TNI Angkatan Laut Laksamana Marsetio berperan menjembatani bentrok yang terjadi antara anggota TNI-Polda di Batam. Menurut Tjahjo, pasukan Marinir yang keberadaanya di Batam masih baru bisa dikerahkan sebagai penengah.
“Kalau perlu turunkan pasukan Marinir sebagai pihak yang netral, ikut sebagai penengah. Saya meminta atensi KSAL untuk hal ini yang tembusannya kami sampaikan ke Menkopolhukam, Panglima TNI dan Kapolri," ujarnya.
Andi Arief menganggap pernyataan dan langkah yang ditempuh Mendagri itu jelas-jelas keliru. Ia mengatakan, TNI AD dan Kepolisian adalah bagian sistem kamtibnas dan keamanan negara.
“Seolah komando militer ada di Mendagri. Presiden Jokowi harap menegur keras Mendagri. Mungkin Mendagri masih terbiasa konflik internal satgas partai (PDIP)," krtitiknya.
Andi berharap bentrokan oknum TNI-Polri di Batam tadi malam adalah bentrok yang terakhir di Tanah Air. Ia pun berharap keadaan Batam kebali normal seperti semula. “Kita berharap keadaan di Batam kembali normal. Dan penyelesaiannya kita harapkan sesuai aturan yang ada," tandas Andi.
© Copyright 2024, All Rights Reserved