Polda Metro Jaya berhasil mengungkap kasus pabrik pupuk palsu di Sukabumi. Terungkapkan kasus itu diawali dari penyitaan terhadap dua truk pupuk palsu seberat 196 ton. Barang ilegal itu diproduksi sebuah pabrik di Desa Parakanlima, Kecamatan Cikembar, Kabupaten Sukabumi.
"Awalnya kami dapat informasi dari masyarakat, kemudian dari informasi tersebut kami memantau dan membuntuti truk tersebut," kata Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Komisaris Besar Fadil Imran di Mapolda Metro Jaya, Senin (05/09).
Fadil menceritakan, truk pertama dihentikan di pintu Jalan Tol Cimanggis Utama, Depok, pada Kamis lalu. Sedangkan truk kedua ditangkap sehari kemudian di Jalan Tol Cibubur, Depok.
Setelah penyitaan dua truk tersebut, polisi selanjutnya mendatangi lokasi pabrik di Sukabumi. Di lokasi tersebut, polisi menemukan sejumlah bahan untuk memproduksi pupuk ilegal berikut peralatannya.
"Pabrik tersebut dikelola tersangka W alias WS dengan modus membuat pupuk dari bahan kapur, garam, gula, dan pewarna (tidak sesuai SNI). Dari sana, ada 130 ton pupuk siap edar. Di samping itu, pabrik tersangka tidak memiliki legalitas usaha," kata Fadil.
WS bekerja sama dengan IR untuk mengedarkan pupuk palsu tersebut. Sebagian besar barang ilegal itu dibawa ke Sumatera dan Kalimantan.
Menurut Fadil, IR telah meloloskan 13 kontainer pupuk palsu ke Aceh Timur dan Aceh Utara. "Pupuk ilegal tersebut digunakan untuk perkebunan sawit di sana. Mereka sudah berbisnis sekitar dua tahun," kata Fadil.
Fadil menjelaskan, para tersangka mengemas pupuk palsu dengan karung pupuk yang dicap dengan sablon meniru merek lain. Keuntungan yang didapat tersangka sekitar Rp75.000 per karung dari modal produksi hanya Rp45.000per karung. Total keuntungan sebulan mencapai Rp800 juta.
Kepala Corporate Communication Pupuk Indonesia Wijaya Laksana mengatakan, pupuk palsu yang diproduksi tersangka hanya mengandung kurang dari 1 persen nitrogen. Padahal, menurut dia, pupuk asli memerlukan 6 persen kandungan nitrogen.
Perbedaan lain yang didapat setelah mengecek pupuk-pupuk tersebut antara lain tidak memiliki cap SNI dan kode terkait dengan jenis pupuk.
"Untuk perbedaannya, perhatikan karungnya. Misal, ini merek Phonska tapi pelaku nulisnya tidak ada huruf H-nya. Kemudian, kalau asli ada cap SNI, ada hasil labfor. Kemudian kalau ini pupuk bersubsidi, ada kode karung. Jahitannya juga kuat," ungkap Wijaya.
Atas perbuatannya, kedua tersangka dijerat Pasal 62 jo Pasal 8 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Pasal 37 ayat 1 Jo Pasal 60 Huruf f Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Budi Daya Tanaman, Pasal 113 jo Pasal 57 ayat 2 UU Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan, dan Pasal 120 ayat 1 jo Pasal 53 ayat 1 huruf b UU Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian dengan ancaman maksimal 5 tahun penjara dan atau denda maksimal Rp5 miliar. Polisi juga menjerat pelaku dengan UU Tindak Pidana Pencucian Uang dan penyitaan aset.
© Copyright 2024, All Rights Reserved