Pemerintah akhirnya memutuskan menolak proposal proyek kereta cepat (High Speed Railways) rute Jakarta-Bandung yang diajukan Jepang dan Tiongkok. Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menilai proposal yang telah diberikan oleh tim penilai maupun konsultan independen. Hasilnya, Jokowi memutuskan bahwa kereta cepat tidak diizinkan untuk membebani APBN.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution, menjelaskan, kedua proposal yang disodorkan Tiongkok dan Jepang telah ditolak mentah-mentah. Sebab, dalam proposal tersebut ada beberapa indikator yang turut menyertakan APBN.
"Hal pertama yang diputuskan oleh Presiden adalah apapun pembangunan kereta ini tidak boleh menggunakan APBN. Langsung atau tidak langsung. Baik anggaran APBN maupun PMN. Itu prinsipnya,” kata Darmin di kantornya, Kamis malam (04/09).
Selain soal APBN, Presiden Jokowi, menilai bahwa kereta cepat Jakarta-Bandung itu belum sepenuhnya diperlukan. Sebab, dengan jarak yang kurang lebih 150 kilometer, kereta cepat tidak akan bisa mencapai kecepatan tertingginya, yakni 350 kilometer per jam.
Sebab, kata Darmin, untuk mencapai kecepatan maksimal, kereta cepat membutuhkan waktu selama 14 menit. Dengan rencananya pembangun stasiun sebanyak lima sampai delapan unit, maka kereta cepat ini diharuskan berhenti sebelum 14 menit.
"Maka, belum sampai kecepatan maksimum, sudah mulai harus di rem. Kecepatannya mungkin jadi 220 kilometer," kata Darmin.
Hal inilah yang menjadi alasan Presiden Jokowi menolak proposal kereta cepat yang disodorkan China dan Jepang.
"Keputusan Presiden, jangan kereta cepat, tapi cukup kereta api menengah yang kecepatannya 200 sampai 250 kilometer per jam," kata Darmin.
Darmin menjelaskan, menurut Presiden Jokowi saat ini Indonesia hanya membutuhkan kereta cepat menengah dengan kecepatan 200 sampai 250 kilometer per jam. Sebab, pembiayaan kereta cepat menengah ini dinilai jauh lebih murah.
"Cuma beda pas sampai saja. Dari Jakarta-Bandung paling lebih lambat 10 sampai 11 menit. Biayanya berkurang jauh. Kami masih cek persisnya seperti apa. Tapi bisa 30 persen sampai 40 persen lebih hemat," ujar mantan Gubernur Bank Indonesia itu.
Darmin mengatakan, ada beberapa indikator lain yang jadi alasan ditolaknya kedua proposal tersebut. Yakni menyangkut soal standar pemeliharaan kereta cepat yang dinilai masih belum sepadan."Kami masih perlu merumuskan KA apa yang dibutuhkan," ujar Darmin.
Pemerintah berencana akan kembali menyusun kerangka acuan baru untuk metode pembangunan kereta api dengan kecepatan menengah. Tiongkok dan Jepang dipersilakan untuk mengajukan proposal baru sesuai dengan spesifikasi yang dipatok Indonesia.
"Dua-duanya (Tiongkok dan Jepang) dipersilakan buat proposal baru dalam kerangka acuan yang kami buat dan kami rumuskan sendiri. Katakanlah mereka ajukan lagi, nanti kami akan evaluasi siapa bidder (penawar) unggulan," katanya.
Hari ini, Jumat (05/09), Darmin berencana untuk bertemu dengan kedua Duta Besar Tiongkok dan Jepang untuk membahas mengenai kereta cepat menengah.
© Copyright 2024, All Rights Reserved